Foto: Windi Listianingsih
Mulyono Machmur, Bustanul Arifin, dan Memed Gunawan (kiri-kanan) kebijakan strategis untuk tingkat politik
Tantangan di luar lebih berat, penyuluh butuh perbekalan yang memadai.
Masalah administrasi menjadi bottle neck atau penghambat utama pembangunan penyuluhan pertanian di Indonesia. Karena itu, perlu kebijakan strategis yang dapat memperkuat posisi penyuluh agar semakin berperan memberdayakan para petani.
Demikian ungkap Prof. Dr. Bustanul Arifin, Guru Besar UNILA dalam diskusi Bedah Buku ‘Penyuluhan Pertanian Masa Depan’ di Jakarta, Selasa (30/5). Kebijakan strategis apa saja yang ditawarkan?
Administrasi
Bustanul menjelaskan, penyuluh saat ini terbelenggu dengan masalah administrasi di ranah legal dan operasional yang mengakibatkan berbagai konsekuensi. Seperti, melambatnya pergerakan pertanian nasional dibanding negara lain di Asia.
Secara hukum, kata dia, penyuluh tidak punya wadah. Sebelumnya wadah penyuluh ialah Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) Provinsi dan Badan Pelaksana Penyuluhan (Bapeluh) di kabupaten/kota menurut administrasi turunan UU No. 16/2006.
Setelah ada UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, Bakorluh dan Bapeluh menjadi hilang atau bubar.
”Secara umum penyuluh itu masuk ke bawah, di dalam dinas, menjadi eselon 4, bukan eselon 3. Dia menjadi no body, bukan siapa-siapa. Sehingga, apreasiasi, respek, dan lain-lain tidak ada. Itu ‘kan ranah administrasi,” ulas Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Petanian Indonesia (PERHEPI) itu.
Lalu, muncul Perpres No. 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional. Terbaru, Bustanul dan stakeholder terkait mengusulkan Perpres baru yang lebih menguatkan peran penyuluh dengan menambah unsur ketahanan pangan.
Hadirlah Perpres No. 35/2022 tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian. Perpres ini diharapkan mampu berkontribusi pada peningkatan ketahanan pangan nasional, ketersediaan,aksesbilitas,dan pemanfaatan pangan.
Hambatan administrasi pun berimbas ke mana-mana. Di antaranya, 60% aktivitas yang dikerjakan oleh penyuluh adalah bukan menyuluh. Mengapa? Sebagai PNS, buka Bustanul, penyuluh tidak bisa hidup cukup kalau hanya mengandalkan gaji.
Karena itu, mereka banyak mengikuti proyek kegiatan agar mendapat tambahan. Akibatnya, penyuluh harus membuat banyak laporan kegiatan setiap bulan.
”Sehingga, waktunya habis membikin laporan karena administrasi, pekerjaan menyuluhnya lupa. Seandainya punya waktu dan energi untuk menyuluh pun, tantangan di luar sana sudah berubah,” kupasnya tentang fakta di lapang.
Meski ada perubahan hukum, secara filosofis pekerjaan penyuluh tidak berubah. ”Bahwa pekerjaan penyuluh mengubah perilaku, menyampaikan inovasi atau diseminasi teknologi, bahkan mencerdaskan bangsa, menjadi pendidikan nonformal, dan lain-lain,” ulasnya.
Tantangan penyuluh juga lebih banyak. Sayangnya, tugas penyuluh yang besar dan berat itu tidak diimbangi dengan bekal keterampilan yang memadai.
Penyuluh jarang dilatih untuk mendapat akses pengetahuan dan teknologi terbaru sehingga terjadi senjang pengetahuan dan keterampilan dengan petani. ”Yang banyak dilatih, dibawa ke mana-mana itu petani. Jadi, ada perbedaan. Mengapa bisa seperti ini? Sekali lagi masuk ke persoalan administrasi,” tukas Ekonomi INDEF itu.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 348 terbit Juni 2023 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.