Foto: Shutterstock
Sebutir telur sehari selama 3-6 bulan turunkan kasus stunting
Mempersiapkan generasi emas dengan konsumsi protein hewani yang cukup untuk mencegah generasi stunting.
Pemerintah tengah gencar menurunkan prevalensi stunting (gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi) di Indonesia. Tingkat prevalensi stunting di Indonesia memang masih sangat tinggidibandingkan standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO),yaitu 20%. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi itu telah mengalami penurunan dari 24,4% pada 2021 menjadi 21,6% pada 2022.
Angka itu harus terus diturunkan sesuai tekad Presiden Joko Widodo yang menginginkan stuntingtinggal 14% pada 2024. Dalam perspektif jangka panjang, tentu pemerintah ingin kasus tersebut tidak ada lagi.
Untuk itu perlu upaya dan kerja sama berbagai pihak, sepertikementerian, asosiasi dan masyarakat agar mencapai target. Bagaimana strategi pemerintah dalam menurunkan angka stunting?
Angka Stunting
Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, Indonesia mendapatkan bonus demografi,yaitu jumlah penduduk Indonesia 70% usia produktif (15-64 tahun) pada 2045 atau tepat saat Indonesia berumur100 tahun(ulang tahun emas).
Menuju ke sana, ada pekerjaan berat yang harus dipikul pemerintah untuk mewujudkan generasi unggulsebagai pengelola bangsa dan negara. Indonesia perlu mempersiapkan dari sekarang agar menghasilkan generasi emas tanpa stuntingdengan memperbaiki gizi bayi dan anak-anak.
“Indonesia 2045 berharap jadi negara nomor 4 di dunia dengan ekonomi terbaiksehingga dari sekarang perlu membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. Membangun keluarga menjadi pondasi utama untuk tercapainya kemajuan bangsa. Sebelum menikah perlu persiapan matang agar anak-anak terhindar dari risiko stunting. Angka stunting masih 21,6% target 14% pada 2024 masih ada dua tahun lagi, mudah-mudahan bisa tercapai,” terangHasto dalam webinar “Penguatan Kebijakan Pemeriksaan Kesehatan Catin dalam Percepatan Penurunan Stunting” yang diadakan BKKBN bulan lalu di Jakarta.
Hasto menambahkan, lima provinsi angka stunting tertinggi pada 2022 yaitu Nusa Tenggara Timur 35,3%, Sulawesi Barat 35,0%, Papua 34,6%, Nusa Tenggara Barat 32,7%, dan Aceh 31,2%. Sedangkan terendah, Bali 8%, DKI Jakarta 14,8%, Lampung 15,2%, Kepulauan Riau 15,4%, dan Yogyakarta 16,4%.
Lima kabupaten/kota mengalami penurunan stunting secara signifikan adalah Mandailing Natal (Sumut) dari 47,7% menjadi 34,2%, Banjar (Kalsel) 40,2% jadi 26,4%, Solok (Sumbar) 40,2% jadi 24,2%, Seram Timur (Maluku) 41,9% jadi 24,3%, dan Sintang (Kalbar) 40,3% jadi 15,7%.
Mantan Bupati Kulonprogo tersebut menjelaskan, stuntingmerupakan kurangnya asupan gizi dalam jangka panjang yang mengakibatkan terganggunya perkembangan anak. Perkembangan tubuhnya tidak optimal, termasuk juga otaknya tidak optimal. Ciri stunting meliputi tubuh pendek, kecerdasan otak tidak optimal, sulit bersaing secara akademik, pada usia 45 tahun umumnya sudah mengalami obesitas.
“Sebelum hamil diperlukan perencanaan, selama hamil konsumsi asupan gizi yang cukup agar pertumbuhan janin bagus. Setelah lahir anak diberikan ASI dan makanan pendamping ASI dengan protein yang cukup,” ulas dokter spesialis kandungan alumnus UGM tersebut.
Produk Hewani ASUH
Bersinggungan dengan asupan protein hewani yang dibutuhkan untuk mencegah stunting, organisasi terkait berpengaruh besar dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk hewani Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).
Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Muhammad Munawaroh mengatakan, Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti) dapat berkontribusi nyata kepada pemerintah dalam menjamin keamanan pangan asal hewan ternak ASUH beredar di masyarakat. Tugas merekalah yang menjamin keamanan dan kualitas produk hewani dari peternak, pelaku usaha atau perusahaan pelaku distribusitelur, daging, ayam, dan susu.
Hal itu juga beriringan dengan program pemerintah dalam menangani stunting. Masyarakat perlu memahami cara membeli produk hewan yang ASUH.
“Perusahaan harus memiliki sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Adanya NKV, produk hasil ternak terjamin keamanan dan kesehatannya. Saat ini adaisu residu antibiotik atau AMR. Askesmaveti mempunyai peran agar telur, daging, susu tidak mengandung antibiotik berlebih sehingga masyarakat yang mengonsumsi protein hewani tetap aman,” katanya saat pengukuhan pengurus baru Askesmaveti di Laboratorium Kesmavet Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta bulan lalu.
Senada dengan Munawaroh, Nancy Dian Anggraeni, Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Kemenko PMK, mengatakan, keamanan pangan asal hewan dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas dari segi produksi peternakan, melakukan pencegahan dan pengedalian penyakit zoonosis untuk menjaga ketahanan protein hewani.
Termasuk pengendalian penggunaan antimikroba yang digunakan secara tidak bijaksehingga pangan hewani (daging, ayam, telur, dan susu) sampai ditangan konsumen tetap aman.
“Inilah dari sisi hulu atau produksi produk hewan disiapkan dan jaga dengan baik. Pencapaian visi nasional Indonesia Emas pada 2045 perlu dukungan dari berbagai sektor. Terutama sektor Kesmavet untuk melakukan kampanye lebih intens untuk mengonsumsi protein hewani,” ulas Nancy.
Percepatan Penurunan Stunting
Menurut Munawaroh, stunting disebabkan oleh kurangnya asupan protein hewani. Salah satu protein yang mudah diakses dan murah adalah telur sehingga gerakan makan telur perlu digalakkan. PB PDHI memiliki program bersama BKKBN untuk menurunkan prevalensi stunting.
Dokter hewan tersebar di Indonesia memiliki satu anak asuh untuk secara intens memberikan satu butir telur setiap hari minimal tiga bulan,terutama anak di bawah usia duatahun. Dampaknya secara signifikan menurunkan stunting.
“PB PDHI memiliki 20 ribu anggota tersebar di Indonesia.Satu orang dokter hewan menjadi orang tua asuh dari satu anak. Selama tiga bulan membutuhkan 90 butir telur, kurang lebih Rp180 ribu bagi dokter hewan sangat kecil. Satu butir ini harus diawasi, jangan sampai satu butir dibagi 5 anak. Tindakan ini perlu dilakukan sekarang. Jika tidak, 5 tahun dari sekarang akan ada 10 juta orang mengalami kemunduran dalam berpikir,” tandas alumnus S3 Sain Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Surabaya itu.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Reproduksi BKKBN Safrina Salim menimpali, BKKBN memiliki program untuk menangani kasus stunting. Program tersebut diantaranya, Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) dan Bapak Asuh Atasi Stunting (BAAS) kerja sama dengan dokter hewan seluruh Indonesia.
“Caranya memberikan satu telur secara rutin selama 3-6 bulan. Semua bisa berkontribusi di lingkungan sekitar, maka anak menderita stunting akan hilang dari komunitasnya. Hal tersebut akan membantu menurunkan angka stunting secara nasional,” ujarnya.
Safrina mengungkapkan, terdapat tiga pendekatan dalam pelaksanaan RAN PASTI yaitu pertama,pendekatan keluarga berisiko stunting. Dilakukan dengan intervensi hulu, berupa pencegahan lahirnya bayi stunting dan penanganan balita stunting. Kedua, pendekatan multisektor dan multipihak, yaitu kerja sama pemerintah dan pemangku kepentingan seperti perguruan tinggi, pengusaha, masyarakat, dan media.
Ketiga, pendekatan intervensi gizi terpadu dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif yang fokus pada program inkubasi memperhatikan kesehatan dan kecukupan gizi tigabulan calon pengantin, ibu hamil, ibu masa interval, baduta, dan balita didukung dengan fasilitas bansos dan akses air bersih.
BKKBN, lanjut Safrina, membentuk tim pendampingan keluarga risiko stunting terdiri dari tiga orang dan satu bidan setiap desa. Strategi percepatan penurunan stunting pada 1.000 hari pertama periode emas, perkembangan dan pertumbuhan otak harus dijaga dengan mengonsumsi gizi seimbang.
Calon pengantin khususnya remaja harus merencanakan kehamilandengan baik karena banyak kasus stunting terjadi pada anak-anak yang dilahirkan ibu-ibu berusia muda. Saat hamil mereka kurangmendapatkan edukasi tentang gizi, konsumsi protein hewani,dan lainnya. “BKKBN meluncurkan aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah & Siap Hamil). Calon pengantin dapat mengakses aplikasi agar dapat informasi tentang kehamilan agar menghasilkan produk unggul atau generasi emas,” pungkasnya.
Sabrina Yuniawati