Foto: Asep MY
Gabah dan beras tarabas berbentuk bulat dan tekstur nasinya pulen
Perakitan padi fungsional harus terus dilakukan untuk merespon perubahan preferensi konsumen.
Menanam padi dan beras fungsional bisa bikin cuan. Menurut Asep Maolana Yusup, pemilik usaha beras fungsional di Subang, Jabar, permintaan beras ini semakin banyak baik untuk kebutuhan apotek, restoran, rumah sakit, pasar modern, maupun pasar tradisional. Apa saja ragam padi fungsional yang mendatangkan untung dan diminati konsumen?
Padi Fungsional yang Diminati
Asep mengatakan, beras fungsional merupakan beras yang secara alami atau melalui proses tertentu mengandung satu atau lebih senyawa yang punya fungsi fisiologi yang bermanfaat bagi kesehatan. Di antara jenis beras fungsional yang sangat baik bagi kesehatan dan diminati konsumen yaitu beras merah, beras hitam, dan beras bernutrisi zink (nutrizink) tinggi. ”Beras hitam itu banyak permintaan sebetulnya untuk pasar-pasar tradisional dan modern, kemudian di apotek serta rumah sakit,” ucapnya.
Pun beras merah banyak permintaan di pasar modern dan tradisional. ”Bahkan, sekarang beberapa apotek di beberapa daerah itu sudah menyediakan beras merah dan beras hitam,” ulasnya dalam webinar ‘Peluang Bisnis dan Pengembangan Padi Fungsional dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani’.
Permintaan beras nutrizink juga naik meski tidak ada perbedaan fisik dengan beras umumnya. ”Ini sekarang sudah merebak permintaannya, konsumen sudah banyak yang menanyakan tetapi sekarang untuk pertanaman varietas zink ini masih belum banyak,” ungkapnya.
Beras merah mengandung antisianin yang bersifat sebagai antioksidan penangkal radikal bebas yang mencegah penyakit. Beras hitam kaya akan antioksidan vitamin E yang berfungsi meningkatkan imunitas, mencegah kerusakan sel, hingga menjaga kesehatan mata dan kulit. Selain itu, ada vitamin B, magnesium, dan zat besi sebagai penghasil energi agar kuat menjalani aktivitas sehari-hari.
Beras nutrizink sarat zink yang berperan dalam produksi hormon pertumbuhan. ”Kekurangan zink dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan balita dan anak (stunting), serta memperkuat daya tahan tubuh, meredakan peradangan, dan mempercepat penyembuhan luka,” terang pemilik CV Jaya Kusuma itu.
Varietas padi merah antara lain Aek Sibundong, Inpari 24, Inpago 7, Inpara 7, Pamera, Pamelen, lalu Inpari Arumba yang dirilis tahun 2020. ”Tetapi untuk saat ini banyak konsumen yang mencari Inpari 24 karena bentuknya masih panjang, kemudian merahnya sangat pekat. Menurut informasi pasar sih rasanya lebih enak dibandingkan yang lain,” sambungnya.
Beberapa varietas beras hitam antara lain Jeliteng, Cempo Ireng, dan Melik sebagai varietas lokal. Varietas beras nutrizink yaitu IR Nutri Zinc yang dilepas tahun 2019 dan Inpago Fortiz yang rilis tahun 2020.
Perakitan Padi Fungsional
Prof. Dr. Ir. Satoto, MSi, pakar pemulia padi menjelaskan, padi fungsional menjadi fokus utama program pemuliaan di level global. Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) memfokuskan pemuliaan padi pada 3 hal, yaitu potensi hasil, daya adaptasi terhadap perubahan iklim seperti kekeringandanhama penyakit, serta kandungan nutrisi. Perakitan varietas unggul baru (VUB) padi fungsional perlu terus dilakukan.
”Hal ini penting untuk merespon perubahan preferensi konsumen antara lain karena perubahan pola hidup, kesadaran gizi, kesadaran kesehatan, yang semuanya itu memerlukan beras atau padi fungsional dengan kandungan nutrisi tertentu. Yang tidak kalah penting adalah persaingan pasar global,” jelasnya.
Ada 2 arah perakitan padi fungsional, yaitu VUB fungsional terkait kesehatan dan bernilai ekonomi tinggi. VUB fungsional terkait kesehatan seperti beras rendah glikemik, tinggi kandungan Fe (besi) dan zink, serta beras merah. Sedangkan, VUB fungsional yang punya nilai ekonomi tinggi misalnya beras Japonica, beras hitam, beras merah, beras tipe Basmati, beras aromatik, lalu beras ketan hitam dan ketan putih.
”Jadi, padi merah dan hitam itu dua-duanya bisa terkait dengan kesehatan tetapi sekaligus punya nilai ekonomi yang tinggi. Tentu saja yang paling utama untuk nilai ekonomi tinggi adalah beras Japonica, kita punya Tarabas. Kemudian beras hitam, kita sudah punya Jeliteng. Tipe Basmati ada Baroma. Ketan putih sudah banyak, ketan hitam ada Setail, kemudian beras merah juga sudah banyak,” urainya.
Menghadapi persaingan global, Satoto menjabarkan, Tarabas dan Baroma bisa substitusi impor beras Japonica dan Basmati. “Jadi kita tidak perlu impor lagi untuk yang tipe-tipe Japonica karena kita sudah punya Tarabas,” ungkap tenaga ahli APPERTANI (Aliansi Peneliti Pertanian Indonesia) tersebut.
Yayat Hidayat, Koordinator Kelompok Penyediaan dan Pemanfaatan Benih, Direktorat Perbenihan, Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian menuturkan, hingga April 2023 ada 1.181 varietas benih tanaman pangan yang dirilis meliputi 398 padi inbrida dan 107 padi hibrida.
“Dari 398 varietas padi inbrida yang telah dilepas, terdapat beberapa varietas padi fungsional, antara lain Pamera (Padi Merah Aromatik), Pamelen (Padi Merah Pulen), Paketih (Padi Ketan Putih), Arumba, Inpari IR Nutrizinc, Baroma, Tarabas, dan Jeliteng,” ujarnya.
VUB padi fungsional yang dirilis 18 Januari 2019 itu dirakit oleh peneliti dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). Pada tahun yang sama dilepas pula VUB padi fungsional yang dikembangkan Pemkab Sleman, BPTP Provinsi DI Yogyakarta, dan UPTD BPSBP Provinsi DI Yogyakarta, yaitu Sembada Hitam sebagai varietas beras hitam dan Sembada Merah untuk varietas beras merah.
Satoto menerangkan, VUB padi fungsional terkait kesehatan, yaitu Inpari IR Nutri Zink untuk padi sawah dengan kandungan zink (Zn) pada beras pecah kulit 29,54 ppm yang potensinya bisa mencapai 34 ppm. Untuk padi gogo ada Inpago 13 Fortiz yang punya potensi Zn 34 ppm.
Sedangkan, di lahan rawa ada Inpari 11 Siam Hizink dengan potensi Zn 33 ppm. ”Inpari IR Nutri Zink ini merupakan padi sawah pertama di Indonesia yang memiliki kandungan unsur Zn lebih tinggi daripada rata-rata varietas yang lain, sekitar 25%,” katanya. Selain itu, warna gabah Nutri Zink kuning jerami dan tekstur berasnya pulen.
Padi fungsional kaya nutrisi yaitu Inpari 5 Merawu yang kaya Fe; varietas beras merah antara lain Aek Sibundong, Mbah Butong, Inpago 7, Inpara 7, dan Inpari 24 Gabusan; varietas beras ketan yaitu Ciasem untuk ketan putih, lalu Setail, Ketonggo, Inpari 25, dan Purwa untuk ketan putih.
Berikutnya, VUB padi rendah glikemik antara lain IR36, Logawa, Batang Lembang, Cisokan, Ciherang, Air Tenggulang, Inpara 4, Inpari 12, Inpari 13, Situ Patenggang, dan Hipa7. ”Ciri umum varietas yang punya indeks glikemik rendah adalah varietas-varietas yang pera atau amilusnya tinggi. Meskipun tidak selalu karena Ciherang juga tidak terlalu pera, ini termasuk juga indeks glikemiknya rendah,” tambahnya.
Tarabas
Tarabas sebagai pengganti padi Japonica, imbuh Satoto, memiliki rerata hasil yang cukup rendah, 4,1 ton/ha. ”Karena bukan asli (tanaman) tropis. Ini biasanya dikembangkan di daerah (iklim) sedang, seperti Korea, Jepang, sebagian China, dan sebagian Vietnam,” ucapnya.
Umur Tarabas mencapai 131 hari setelah semai (HSS) dengan tinggi 122 cm. Tekstur nasinya sangat pulen dan lengket. Kelemahan varietas yang dilepas tahun 2017 ini yaitu rentan terhadap wereng batang cokelat (WBC) tapi agak tahan terhadap blas.
Asep menambahkan, Tarabas punya kadar amilosa 17%. ”Tergolong sebagai sticky rice sehingga nasinya dapat disantap menggunakan sumpit. Bentuk gabah agak bulat, potensi hasil 5,38 ton/ha, rata-rata hasil 4,1 ton/ha. Anjuran tanam di sawah irigasi pada dataran rendah sampai menengah. Jadi kalau varietas Tarabas ditanam di dataran tinggi, untuk tumbuh bisa tetapi produksinya kurang bagus. Saya pernah tanam Tarabas di daerah Cariuk, Bogor, itu kurang bagus. Kemudian tanam di daerah Ciamis juga kurang bagus. Jadi bagusnya itu kalau bisa ya di daerah-daerah dataran rendah seperti Subang, Karawang, Indramayu,” paparnya.
Dia menilai, Tarabas merupakan varietas yang sangat unik. Pasalnya, semakin ke sini pendatang dari luar negeri makin banyak sedangkan petani yang menanam varietas itu hampir tidak ada atau sedikit sekali.
”Kemudian saya mengembangkan varietas tersebut, alhamdulillah sampai sekarang masih berjalan. Varietas Tarabas sekarang permintaan pasar sangat banyak sekali. Bahkan, pernah saya ditawari untuk ekspor ke luar negeri,” lanjutnya yang menanam Tarabas hampir 200 ha/musim pada 2017. Setiap musim Asep memproduksi sebanyak 800 - 900 ton gabah Tarabas. Jumlah tersebut terus naik dari tahun ke tahun.
Baroma
Varietas padi fungsional lainnya yang diminati yaitu Baroma atau Basmati Aromatik. Potensi hasilnya cukup tinggi, 9,18 ton/ha dengan rata-rata hasil 6 ton/ha, agak tahan WBC biotipe 1, agak tahan hawar daun bakteri strain 3, strain 4, dan strain 8, serta blas ras 033, dan tahan blas ras 173.
Asep menyebut, beras Baroma agak pera dengan kadar amilosa 25,5%, bentuk beras ramping dan panjang, ukurannya lebih panjang 1,5-2 kali beras biasa. Sementara, ukuran Basmati lebih dari 2 kali beras biasa. Saat dimasak, panjang nasi Baroma 1,5 kali panjang berasnya. Sedangkan, panjang nasi Basmati bisa 2 kali panjang berasnya.
Petani yang ingin menanam Baroma dianjurkan pada sawah irigasi 0-600 m dari permukaan laut. Karena tanaman lumayan tinggi dan daunnya agak panjang, Asep menyarankan hindari pertanaman di musim hujan. ”Di musim hujan, ini kurang cocok menurut saya. Kalau musim hujan ‘kan air banyak, kemudian angin tinggi, jadi kemungkinan bisa rebah,” sahutnya.
Peluang pasar Baroma di restoran bernuansa Timur Tengah dan pasar modern. Dia membeberkan, ”Pasar banyak yang meminta, banyak yang memerlukan. Tetapi Baroma itu jarang yang tanam. Kenapa jarang yang tanam? Banyak para penggiling itu mengeluh karena bentuknya panjang dan ramping. Kalau digiling di Indonesia, termasuk saya sendiri, banyak yang patah. Sehingga untuk mendapatkan beras kepala, itu presentasinya sedikit. Jadi banyak ke menirnya, banyak beras patahnya.” Akibatnya, tidak banyak petani tanam sebab penggilingan tidak mau membeli.
Kebutuhan Benih
Dari sisi benih, Dr. Estria Furry Pramudyawardani, Manager Respresentatif Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Padi (dulu bernama BB Padi) membenarkan kenaikan permintaan benih padi fungsional.
Distribusi benih sumber ke seluruh Indonesia sepanjang 2015-2022 sebanyak 93.123 kg yang terdiri dari beras substitusi impor 13.298 kg, beras berpigmen 27.444 kg, beras aromatik 15.207 kg, dan beras kaya zink 37.174 kg.
”Memang ini program pemerintah dan penerimaan masyarakatnya juga cukup baik sehingga cukup banyak. Paling banyak tersebar, berkembang lebih cepat di masyarakat yang pertama adalahberas subtitusi impor, di sini ada Baroma, Tarabas. Untuk restoran-restoran oriental Jepang, Taiwan, Korea menggunakan beras yang sekarang kita sudah punya sendiri dari Indonesia, yaitu Tarabas. Sedangkan, Baroma adalah beras India yang biasa digunakan untuk masakan Biryani atau lainnya. Dua varietas ini cepat berkembang di masyarakat terlihat dari pengeluaran benihnya yang cukup besar dari UPBS,” bukanya.
Furry mengatakan, dari 13.298 kg beras substitusi impor yang disebar, paling mendominasi adalah Tarabas sebesar 6.511 kg atau mencapai 49%, Baroma 3.124 kg atau 23,5%, dan Paketih 2.420 kg atau 18,2%. Sejak 2015 distribusi benih substitusi impor terus naik. Kenaikan signifikan pada 2019 yaitu 2.499 kg menjadi 4.581 kg di tahun 2020. Karena pandemi Covid-19, permintaan turun dengan sebaran benih hanya 1.433 kg pada 2021 dan naik lagi menjadi 1.945 kg di tahun 2022.
Windi Listianingsih