Foto: - Dok. Ditjen Perkebunan
Mahasiswa mengikuti Program Wiyata Muda untuk mengenal agribisnis kopi
Kopi terbukti memiliki pasar yang sangat luas, bahkan kopi termasuk produk terlaris dan dicari di pasar domestik maupun mancanegara. Untuk memenuhi permintaan pasar kopi, dibutuhkan ketersediaan bahan baku dan tentu saja petani muda yang mau terjun langsung melanjutkan menggali potensi dan kembangkan kopi Indonesia.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus mendorong dan meningkatkan minat generasi milenial terhadap pertanian termasuk perkebunan. Minat ini tentunya diarahkan salah satunya untuk meningkatkan konsumsi kopi dalam negeri. Menurut data ICO, pada periode 2020/2021 konsumsi Indonesia mencapai rekor terbesarnya dalam sedekade terakhir yaitu sebesar 5 juta ton kantung dengan ukuran 60 kg/kantung dan menjadi Indonesia berada pada peringkat 5 konsumen kopi dunia. Jumlah ini meningkat 4% dibandingkan tahun sebelumnya. Kementerian Pertanian memprediksi, tahun ini konsumsinya bisa diatas 400 ribu ton.
Saat ini Indonesia hanya mengekspor kopi sekitar 49% dari produksi nasional sehingga lebih dominan menjadi konsumsi domestik. Menurut SYL, pihaknya akan terus mendorong pengenalan kopi indonesia kepada generasi muda. ”Jadikan konsumsi kopi sebagai tren gaya hidup,” ucapnya.
Selain itu, pengembangan kopi juga perlu dipercepat seiring dengan perubahan era digital saat ini. Hal ini bisa direalisasikan salah satunya dengan adanya penguatan kelembagaan dan keterlibatan generasi muda untuk meningkatkan produksi, produktivitas, nilai tambah, dan daya saing komoditas perkebunan.
“Regenerasi petani sangatlah penting dan butuh perhatian serius, karena generasi mendatang akan merasakan juga dampak ke depannya, perlunya segera mendorong minat dan ketertarikan generasi muda untuk mau berkontribusi, dan menggeluti bidang perkebunan. Tentu diharapkan mereka dapat sukses menjadi petani muda berbakat," ujar Andi Nur Alam Syah, Direktur Jenderal Perkebunan (02/03).
Lebih lanjut, Andi Nur menambahkan, perlu ditumbuhkembangkan ketertarikan generasi muda terhadap potensi komoditas perkebunan. "Mari kita kenalkan kepada anak-anak muda potensi keunggulan komoditas perkebunan yang luar biasa ini. Generasi mudalah penerus pengembangan perkebunan, disupport dengan kreatifivitas inovasi dan terobosan baru. Jika tidak mulai sekarang lalu kapan, ini perlu dilakukan demi masa mendatang yang lebih baik. Ini juga demi kebaikan mereka di masa mendatang," tambahnya.
Program Wiyata Muda
Pada kesempatan yang berbeda, pentingnya regenerasi petani juga dituturkan Bernard Langoday selaku Founder & CEO PT Garut Indonesian Coffee. Ia berhasil membangun brand Kopi dari Timur sejak 2019 dan menyelenggarakan Program Wiyata Muda yang terpusat pada pendidikan dan pelatihan anak usia dini.
Ia menjelaskan, Program Wiyata Muda meliputi program sekolah kopi yang bekerjasama dengan IPB University, petani milenial, dan rumah kopi desa untuk program hilirisasi. Wiyata Muda ini diinisiasi melalui program pendampingan yang didukung oleh Direktorat Pengembangan Masyarakat dan Agromaritim IPB University bersama Desa Sejahtera Astra, bertempat di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat dengan legalitas usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kopi Cikajang yang beranggotakan 4 BUMDes (Desa Cikandang, Margamulya, Simpang, Mekarsari).
Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesMa) memiliki 4 kelompok tani dengan 20 anggota/poktan dan 1 koperasi bernama Saribuah Kopi dengan anggota 25 orang yang sekarang telah berubah menjadi perusahaan dengan nama PT Garut Indonesian Coffee.
Dinas Perkebunan Kab Garut dan Provinsi Jawa Barat turut berperan dengan memberikan pendampingan dan banyak membantu dalam pembangunan ekosistem bisnis kopi, seperti pengadaan bangunan dan mesin olah. Terakhir, perusahaan ini mendapat dukungan rumah pengeringan dan mesin pengolah untuk koperasi.
Selain itu, Bernard melanjutkan ceritanya, Agustus tahun 2022 lalu, Menteri Pertanian bersama Dirjen Perkebunan serta eselon I lainnya melakukan kunjungan kerja ke Lokasi Pembibitan Kopi Arabika di Desa Cikandang, Cikajang. ”Kami sangat mengapresiasi sekali, Kementan menyerahkan bantuan 100.000 benih kopi jenis Sigararutang. Kita tanam di lahan-lahan yang sudah marjinal sesuai peruntukkannya,” tukasnya.
Wiyata muda ini, jelas Bernard, ”Dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi dan regenerasi petani kopi Indonesia. Disini kami menanam kopi karena banyaknya bencana banjir dan longsor di Garut. Kopi juga merupakan tanaman konservasi dan ekonomis, memiliki sifat universal dan gampang diterima semua kalangan. Dampak paling signifikan dari Wiyata Muda ini sekarang hampir semua anak anggota poktan kami sangat senang belajar kopi, ada yang sudah mengelola kedai kopi, ada juga yang menjadi roaster, dan lainnya."
Bernard menambahkan, outcome indikator dari masyarakat dengan adanya program ini, income anggota, produksi, sampai dengan serapan pasar meningkat lebih dari 100% dalam 2 tahun belakangan.
"Responnya cukup bagus, karena selain melibatkan petani, kami pun melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat mulai dari Aparatur Desa, Babinsa, sampai dengan Organisasi Pemuda (Karang Taruna)," ujarnya.
Lebih lanjut Bernard menjelaskan, tantangan terbesar yang dirasakan adalah pembangunan karakter dan mental. Karena, kebanyakan peserta Wiyata Muda adalah anak-anak di bawah 21 tahun dan umur milenial (22-39 tahun) sehingga penyelenggara harus benar-benar dapat menyesuaikan gaya bermain sambil belajar yang sesuai dengan keinginan peserta.
"Selain itu, produk yang dijual mulai dari benih kopi, pupuk, green/roasted beans, teh kaskara, dan kopi celup dengan segmentasi pasar berupa ekspor, kontraktor program, macro/micro roastery, hotel, kedai kopi, dan end users," jelasnya.
Untuk promosi atau pemasaran, lebih lanjut Bernard mengatakan, penjualan dilakukan melalui media sosial seperti website, Instagram, WhatsApp, dan Facebook). Namun, penjualan terbanyak secara offline seperti referensi, ekspo, festival, buyer atau business matched, dan lainnya.
Selain itu, Bernard menambahkan, “Kami punya ciri khas dan strategi tersendiri yang digunakan untuk membedakan Kopi dari Timur kami dengan brand kopi lainnya, yakni berorientasi teknososiopreneur, atau pemanfaatan teknologi digital dan dampak sosial untuk penunjang bisnis,” ulasnya.
Kopi dari Timur tidak hanya fokus pada bisnis, tetapi juga pada pemenuhan semua aspek pendukung komoditas kopi seperti sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan pelatihan, politik, informasi, serta K3 (kualitas, kuantitas, kontinuitas), sampai dengan aspek ekologi dan keberlanjutan.
"Harapan kami cukup sederhana, semoga kelak semua petani kopi di Tanah Air bisa merdeka, merdeka dari ilmu pengetahuan, merdeka dari pinjaman produksi, merdeka dari politisasi dan semacamnya," harap Bernard.***
Humas Ditjen perkebunan