Sabtu, 4 Maret 2023

SAWIT : Industri Benih Sawit, Desak Pemerintah Buka Ekspor

SAWIT : Industri Benih Sawit, Desak Pemerintah Buka Ekspor

Foto: BSM
Kapasitas benih sawit Indonesia kuat dan berlimpah

Industri benih sawit nasional sangat kuat, tapi bila kanal pemasarannya tersumbat terlalu lama, bisa-bisa lima tahun ke depan mati.
 
 
Saat ini Indonesia menyandang posisi sebagai produsen, eksportir, sekaligus konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Di balik posisi tersebut, ada dukungan industri benih yang kuat dan juga mampu mendominasi total produksi kecambah sawit dunia.
 
Gambaran performa industri benih sawit nasional diungkap Dwi Asmono, Ketua Forum Kerja Sama Produsen Benih Kelapa Sawit (FKP-BKS) dalam diskusi terarah “Peta Jalan Industri Benih Kelapa Sawit Indonesia” yang bersamaan dengan “Anugrah Industri Benih Sawit Indonesia” di Jakarta, 23 Februari 2023.
 
 
Performa Industri Benih
 
Mengutip data FKP-BKS, saat ini terdapat 19 produsen benih sawit yang menghasilkan 61 varietas. Lokasi produksinya hampir semua di Sumatera. Dari 61 varietas tersebut, 53 di antaranya ada di pasaran. Total kapasitas produksinya mencapai 241,5 juta kecambah per tahun atau sekitar 62% dari total kapasitas benih sawit global yang 389,9 juta kecambah. Pesaing terdekat kita adalah Malaysia dengan kapasitas 58,9 juta kecambah.  
 
“Indonesia memang bukan asal tanaman sawit, tapi merupakan pusat keragaman plasma nutfah (center of diversity). Hebatnya, pertumbuhan sawit di Indonesia jauh lebih bagus ketimbang di tempat asalnya di Afrika. Pengalaman kita pertumbuhan sawit di sini tiga kali lebih baik ketimbang di Pantai Gading,” ungkap Dwi yang sehari-hari menjabat Direktur Riset PT Sampoerna Agro Tbk.
 
Kekayaan ragam plasma nutfah tersebut hasil perjuangan puluhan tahun para pemulia sawit dalam Konsorsium Plasma Nutfah Indonesia. Dengan dukungan pemerintah melalui kerja sama government to government, mereka mendatangkan material genetik dari Afrika dan Amerika Latin. Dari keragaman itulah lahir varietas-varietas unggul hasil rakitan para pemulia, baik yang bekerja di lembaga pemerintah, seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) maupun di 18 perusahaan swasta.
 
 
Pasar Dalam Negeri
 
Pada periode 2011-2022, jumlah kecambah yang disalurkan berkisar 56,81 juta – 161,56 juta kecambah setiap tahun. Naik turunnya jumlah distribusi ini sangat dipengaruhi kondisi bisnis di bagian hilir. Ketika harga minyak sawit bagus, permintaan benih juga naik. Dalam empat tahun terakhir, 2019-2022, jumlahnya terus meningkat, yakni 56,81 juta, 87,02 juta, 106,45 juta, dan 132 juta butir.
 
Industri benih melayani pasar dalam negeri yang terdiri dari perusahaan perkebunan dan petani, baik secara langsung maupun melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Komposisi pasar yang dilayani bervariasi tergantung masing-masing produsen. “Contoh, PT Bina Sawit Makmur (anak usaha Sampoerna Agro) komposisi pasarnya 20% untuk perusahaan, petani swadaya 40%, dan kelompok petani 40%,” ungkap Dwi Asmono yang juga pemulia sawit senior ini.
 
PSR terbilang pasar potensial yang dibidik para produsen. Mereka berharap PSR berjalan lebih lancar lagi. Pada program ini, pemerintah membantu petani untuk meningkatkan produktivitas dengan mengganti tanaman mereka menggunakan benih unggul bersertifikat. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan hibah Rp30 juta/ha, maksimal seluas 4 ha per orang. Hibah ini berasal dari pungutan ekspor sawit.
 
“Tiga kriteria untuk mengajukan dana PSR adalah umur tanaman sudah 25 ke atas, produktivitasnya di bawah 10 ton TBS/tahun dengan umur minimal 7 tahun, dan tidak menggunakan bibit unggul. Pada PSR ini, petani harus mengganti tanamannya dengan bibit unggul bersertifikat,” ujar Dwi Nusantara dari BPDPKS pada diskusi yang sama.
 
Dari 16,3 juta ha luas kebun sawit nasional, sebanyak 6 jutaan ha (41%) milik petani. Sekitar 2,8 juta ha di antaranya perlu diremajakan. Pada tahap pertama, pemerintah menargetkan PSR seluas 850 ribu ha atau 180 ribu ha per tahun. Untuk 2023 target masih sama. Sayang, realisasinya masih jauh panggang dari api. “Total realisasinya sejak 2016 sampai Januari 2023 seluas 273.666 ha untuk pekebun sebanyak 120.168 orang. Jumlah dana yang disalurkan sebesar Rp7,53 triliun,” ucap Dwi.
 
Tujuan utama PSR mengganti tanaman dari bibit palsu dengan bibit unggul agar produktivitas kebun petani mendekati kebun komersial swasta. Karena itu, lanjut dia, BPDPKS meminta bantuan para produsen dan Kementan untuk memastikan benih yang digunakan dalam program PSR benar-benar resmi. BLU Kemenkeu ini juga mendukung penerapan uji DNA bagi benih tersebut yang dilaksanakan pemerintah dalam hal ini Ditjen Perkebunan, Kementan. Menurutnya, BPDPKS selalu mengalokasikan dana untuk pembelian benih unggul paling tidak Rp5 triliun per tahun, tetapi realisasinya di bawah 50%.
 
 
Ekspor Masih Terhenti
 
Kapasitas produksi benih yang bisa dbilang melimpah perlu mendapat kanal pemasaran yang memadai. Selain pasar domestik, para produsen membidik pasar ekspor. Pasar yang potensial meliputi India, Peru, Liberia, Honduras, dan Kamerun.  Menurut Ketua FKP-BKS, realisasi ekspor periode 2019-2022 sebanyak 10.649.793 kecambah dari 21 juta kecambah yang dimohonkan perizinan ekspornya.
 
Sayangnya, sejak larangan ekspor produk sawit diberlakukan 28 April 2022 dan dicabut 23 Mei 2022, larangan benih masih belum dilepas. Para produsen pun mendesak pemerintah untuk segera mencabut larangan tersebut.  “Karena ekspor ditutup, kita kehilangan potensi paling enggak sekitar 10 juta-20 juta butir. Pada 2023 ada potensi penurunan kalau terlalu lama menutupnya ekspor,” jelas doktor  alumnus Iowa State Universiy, Amerika Serikat tersebut.
 
Salah satu yang terpaksa tidak mengekspor adalah PT Socfin Indonesia di Medan, Sumut. “Kami kehilangan peluang akibat uncertainty. Customer India 1 juta benih dan Brasil 2 juta benih. Socfin ada di Indonesia, Kamerun, Thailand, dan Kolombia. Ketika Indonesia nggak bisa ekspor, Malaysia bahagia bisa mengabulkan,” ucap Indra Syahputra, pemulia benih dari PT Socfin Indonesia.
 
Masih tertutupnya pintu ekspor juga mendapat kritikan tokoh-tokoh senior perkebunan seperti Achmad Mangga Barani dan Gamal Nasir, dua-duanya pernah menjabat Dirjen Perkebunan. Mereka berdua ikut mendesak pemerintah melepas larangan melalui Gunawan, Direktur Perbenihan Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementan, yang tampil pada acara tersebut.
 
Mangga Barani yang kini menjabat Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) mengutip data perencanaan produksi benih sawit 2023. “Potensi dari 19 produsen menghasilkan 262 juta butir lebih. Sedangkan yang diproduksi itu hanya direncanakan hanya 175 juta lebih. Artinya, produsen kita bekerja pada skala 75%. Kita pikir-pikir lagi coba, apakah produsen kita masih mempunyai keuntungan atau tidak. Dari 175 juta yang dipakai perusahaan hanya 22 juta. Ke mana yang lain mau dijual?” tanya dia.
 
Pasar dalam negeri misalnya PSR dengan target 180 ribu ha. “Menurut saya, hanya Sangkuriang yang bisa. Sebaiknya kita tidak perlu malu mengakui salah target. Dan ingat, peremajaan itu dua kali kerja, menumbang baru menanam. Produsen juga jangan ikut merencanakan produksi benih sebanyak itu. Waste nanti! Jadi, kebijakan mengenai penjualan dalam negeri dan luar negeri harus dibuka dengan seksama. Zaman saya saja pada 2010, kita sudah lakukan ekspor-impor,” imbuh senior yang pernah menjabat Kepala Dinas Perkebunan Kalbar 1989 itu.
 
Senada dengan Mangga Barani, Gamal Nasir mengatakan, “Sebaiknya ekspor saja untuk mendapatkan devisa yang dibutuhkan negara ini. Jangan takut bersaing. Persaingan ini akan membuat kita semakin inovatif supaya tidak kalah dengan negara lain. Alternatif lainnya adalah India. Daripada mengekspor kecambah sawit lebih baik produsen kecambah Indonesia yang investasinya di sana. Dengan demikian perusahaan kecambah Indonesia tidak lagi menjadi jago kandang, melainkan go global!” 
 
Selain itu, dengan tetap bertahannya bisnis benih, riset-riset yang menghasilkan banyak lompatan pada budidaya sawit oleh produsen benih sawit dapat berkelanjutan. “Nggak usah dikaji-kaji, buka saja!” seru Gamal kepada Gunawan.
 
Tentang kemungkinan persaingan dari negara importir benih, menurut Dwi Asmono, tidak perlu dikhawatirkan. “India tidak mungkin bisa mengalahkan industri sawitnya Indonesia. Sampai kita kalah bersaing kebangetan! FKP-BKS yakin seyakin-yakinnya bahwa sebagai industri input kita siap untuk tetap menjaga daya saing industri sawit Indonesia,” tegasnya.
 
Dari sisi pemerintah Gunawan sepakat, kapasitas industri perbenihan sawit kita sudah sangat cukup sehingga perlu moratorium izin pendirian perusahaan  perbenihan. Terkait masih beredarnya benih ilegal dan tidak sinkronnya kebutuhan benih untuk PSR dan produsen, pihaknya yakin dengan aplikasi BABE-Bun yang dilepas 16 Maret 2023 akan teratasi. Ekosistem ini mirip aplikasi Gojek yang bisa memantau tahapan perkembangan order benih di perusahaan hingga pengantarannya. Sampai naskah ini diturunkan, larangan ekspor benih belum dicabut.
 
 
 
 
Peni Sari Palupi

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain