Sabtu, 4 Pebruari 2023

Panen Berlimpah dengan Persiapan Matang

Panen Berlimpah dengan Persiapan Matang

Foto: Agung Prasetyo
Hamparan lahan padi terserang WBC

Kendalikan serangan OPT dengan menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
 
 
Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi padi2023 sebanyak 54,5 juta tongabah kering giling (GKG). Salah satu upayanya adalah menjaga tanaman dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan situasi iklim tidak menentuyang dapat memicu munculnya serangan OPT lebih besar.
 
 
Awas Serangan OPT
 
Gandhi Purnama, Koordinator Kelompok Substansi Pengendalian OPT Serealia, Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan merinci potensi serangan OPT Musim Tanam (MT) 2022/2023hasil pantauan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), Jatisari, Karawang, Jabar.
 
Untuk MT ini OPT sering muncul meliputi hama penggerek batang, wereng, tikus, dan penyakit kresek. Provinsi-provinsi yangdiperkirakanterserang penggerek batang paling banyak,yaitu Jabar, Jateng, Jatim, Sulsel, dan Sulteng. Sementara Wereng Batang Cokelat (WBC) tertinggi di tiga provinsi, yakni Jabar, Jateng, dan Jatim.  
 
Tikus diestimasi mengganas di wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Lampung, dan Sulsel. Sedangkan kresek paling tinggi di wilayah Jabar dan Jateng.
 
“WBC dan kresek perlu diwaspadai karena musim tanam ini cenderung meningkat serangannya karena cuaca dan kelembapanberfluktuasi, kadang panas kadang hujan. Wilayah Jabar selalu ada OPT-nya terutama di daerah pantura.Ini menjadi kewaspadaan semua pihak untuk mengelola OPT dengan pengendalian tepat,” jelasnya saat webinar Sinar Tani, bertema “Antisipasi Serangan Penyakit di Musim Tanam Padi” (2/2).
 
Agus Suryanto, Senior Crop Manager FMC juga sepakat, saat ini Indonesia masih mengalami fenomena La Nina yang ditandai dengan meningkatnya curah hujan. Kelembapan yang tinggi memicu berkembangnya OPT tertentu terutama WBC dan kresek atau juga disebut penyakit hawar daun. “Hal ini tentu perlu waspada dan antisipasi lebih awal agar produksi terjaga. OPT merupakan faktor penghambat produksisehingga pencegahan menjadi faktor terpenting sebagai langkah antisipasi yang paling tepat,” jelasAguskepada AGRINA (2/2).
 
Agus melanjutkan, dampak serangan OPT menjadi masalah besar bagi petani karena perlu mengeluarkan biaya banyak untuk pengendalian.Potensi kehilangan hasil produksi bisa mencapai puso. “Contoh serangan penyakit kresek bisa mengurangi hasil panen sampai 80%, wereng cokelat selain membuat padi kering (terbakar) juga menyebabkan serangan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa sehingga gagal panen,” ungkapnya.
 
Menurut Agus,cara mengendalikan serangan OPT yang baik dengan menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Kunci sukses PHT adalah pengamatan rutin yang dilakukan petani. Konsep preventif atau pencegahan merupakan kunci pengendalian paling efektif dan efisien.
 
Saat serangan tidak dapat dikendalikan, pilihlah produk pestisida untuk mengendalikan OPT yang telah resmi atau terdaftar untuk tanaman padi, berkualitas, efikasi tinggi, dan mendukung pertanian berkelanjutan. “Lakukan pencegahan sebelum ada serangan OPT atau segera mengendalikan saat gejala awal sudah ditemukan. Pilih pestisida yang terdaftar untuk sasaran OPT tersebut, dan gunakan secara bijaksana atau sesuai dengan petunjuk pabrik,” lanjut dia. 
 
Gandhi mengatakan, pemerintah mendorong perlindungan tanaman pangan dengan sistem PHT. Sistem ini memprioritaskan teknologi ramah lingkungan melalui pendekatan pengelolaan agroekosistem dan lokasi spesifik. “Prioritaskan pengendalian ramah lingkungan, OPT dapat terkendali serta sasaran produksi tinggi, produk berkualitas, dan ramah lingkungan. Sedangkan pestisida alternatif terakhir saat pengendalian ramah lingkungan tidak bisa diatasi,” terangnya.
 
Lebih lanjut Gandhi mengulas, standar dalam mengamankan produksi dari OPT dimulai sejak pratanam sampai dengan masa generatif. Posisi paling krusial yaitu pada fase prataman. Perlu adanya penanganan lebih awal untuk mengelola OPT dengan tepat. Ia mencontohkan, serangan tikus dengan cara gropyokan. Ini sangat efektifkarenadapat menangkap tikus 100 ekor sudah mengurangi populasi. Lainnya, daerah endemis kresek dapat memilih varietas tahan OPT kresek.
 
“Fase pratanam dan tanam menentukan keberlanjutan tanaman padi. Saat penanganan pratanam dan tanam terlambat,maka akan berat dalam mengelola OPT padamusim tanamberjalan terutama fase vegetatif. Petani melakukankegiatan yang sifatnya pencegahan, gropyokan, olah tanah dengan benar, menggunakan agen hayati, tanam serempak, pilih varietas tahan OPT, serta perhatikan cuaca karena sifatnya informasi maka tahu kapan dan apa harus dilakukan,” terangnya.
 
 
Solusi OPT
 
Sementara itu, menurut pengalaman petani Subang, Jabar, Endang Supriatna, OPT yang sering muncul pada musim tanamsaat ini adalah tikus, kresek, dan penyakit blas. Pengendalian tikus petani biasanya melakukan gropyokan.
 
Sedangkan pengendalian kresek biasanya dengan cara menggunakan agen hayati bakteri Paenibacillus polymixadicampurkan dengan sari pati kentang, gula, dan air. Bahan tersebut sangat efektif dalam mengendalikan kresek. “Petani diberikan pembekalan dalam penanganan OPT dengan sistem PHT,” ujarKetua Gapoktan Jarakosta, Kecamatan Pamanukan, Subang,ini. 
 
Agus menjelaskan, serangan hawar daun bakteri atau kresek dapat terjadi pada fase vegetatif dan generatif. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman serta menurunkan hasil produksi minimal 40%, bahkan dalam serangan berat dapat mengakibatkan terjadinya puso. “Aplikasikan fungisida baru dari FMC dengan kandungan zinc organik, pada umur 35, 55, dan 65 dengan konsentrasi 4,4ml/lt air. Fungisida sistemik dan kontak bekerja secara protektif dan kuratif artinya cocok digunakan untuk pencegahan dan menghentikan serangan penyakit kresek,” katanya.
 
Sementara ituProductDevelopment Manager PT BASF Indonesia, Rokhani Widodo mengungkapkan, kendala budidaya padi tidak hanya OPT. Kekurangan nutrisi, banjir, dan kekeringan menjadi tantangan dalam berbudidaya padi. BASF memberikan inovasi terbaru bagi petani dengan meluncurkan fungisida untuk penyakit blas. Fungisida spesial ini berteknologi AgCelence atau Agriculture Excellent yang berperan dalam pengisian gabah, memaksimalkan isian gabah. Bukan hanya berfungsi mengendalikan penyakit tapi juga kesehatan tanaman.
 
“Fungisida berbahan aktif pyraclostronin ini tidak akan mencemari lingkungan. Fungisida ini cocok untuk penyakit blas, bercak cokelat, dan gabah kotor. Produk ini menggunakan teknologi enkapsulasi bahan aktif di daun yang mendorong peningkatan pertumbuhan. Mampumengontrol penyakit blas akibat cendawan Pyricularia oryzae, yang dapat menyebabkan kehilangan hasil panen mencapai 50%,” klaimnya.
 
Petani lainnya, Tomi Wili Wildan, asal Desa Bojongkeding, Kecamatan Tambakdahan, Subang, mengatakan, OPT yang banyak saat ini adalah wereng dan tikus. “Pengendalian tikus ini sangat sulit pakai apapun tidak efektif, mulaidari pakai pagar, jebakan setrum, gropyokan juga tidak bisa. Contoh, saat dilakukan gropyokan di lahan saya, tikus pindah ke lahan petani lain, besoknya gropyokan di lahan petani lain pindah ke lahan saya, seperti itu saja terus menerus. Sedangkan wereng pakai insektisida,” terang pria yang hobi sepakbola ini. 
 
Agung Prasetyo, Product Development Manager PT Agricon menjelaskan, tikus memang paling sulit dikendalikan karena pintar. Contohnya, petani telah memasang pagar pembatas tapi tikus masih bisa masuk. Sebenarnya ini dapat dikendalikan dengan cara gropyokan bersama-sama dalam satu hamparan luas secara rutin. “Agricon merekomendasikan dengan menggunakan pestisida berbahan aktif brodifakum 0,005% dihaluskan lalu campurkan dengan dedak. Ini lebih efektif.Gunakan campuran tersebut pada saat sebelum pengolahan tanah dan padi berumur 10-35 hari,” klaimnya.
 
Masih menurut dia, perkembangan WBCtak lepas dari kondisi cuaca dengan kelembapan tinggi sangat disukai wereng. “Solusi Agricon gunakan insektisida dinotefuran 20%.Pada saat menemukan penetasan wereng kecil,petani mulai melakukan penyemprotan dan lalukan penyemprotan ulang satu minggu berikutnya. Dampak serangan WBC ini dapat mengakibatkan puso jika tidak dikendalikan dengan baik. Petani juga harus memonitor rutin ke lahan,” pungkasnya.
 
 
 
 
 
Sabrina Yuniawati

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain