Rabu, 4 Januari 2023

Devisa Melimpah, Permintaan Benih Sawit Naik 23%

Devisa Melimpah, Permintaan Benih Sawit Naik 23%

Foto: BSM
Seleksi kecambah untuk dapatkan kualitas prima

Panen dolar dari hilir ikut dinikmati para pemain bisnis benih di hulu. Mereka mendapat “cuan” dari kenaikan penjualan.  
 
 
Perolehan devisasawit  2022 sampai November, menurut  Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung, mencapai US$36,2 miliar. Ini melampaui perolehan 2021 sebanyak US$35 miliar.
 
Itu belum termasuk penghematan devisa dari pelaksanaan mandatori biodiesel B30 yang diperkirakan US$7 miliar. "Jadi total devisa dari sawit termasuk nilai penghematan devisa tahun 2022 sebanyak US$47 miliar," ungkapnya.
 
 
Serapan Naik 23%
 
Efek melimpahnya pemasukan dolar itu mengalir sampai ke industri benih. Harga TBS sangat tinggi sampai mendekati Rp4.000/kg pada awal 2022,sebelum oleng akibat larangan ekspor sawit, memantik semangat banyak petani untuk memperbaiki produktivitas kebunnya. Mereka pun ramai-ramai mengorder benih unggul bersertifikatdari para produsen benih.
 
Hal tersebut tercermin dari jumlah kecambah yang terdistribusi tahun lalu. "Industri benih dalam dua tahun terakhir tumbuh bagus, sangat positif. Pada 2021 total distribusinya mencapai 106 juta butir, sedangkan 2022 sebanyak 131 juta butir. Berarti ada kenaikan sekitar 23% dan ini semua di-cover oleh 19 produsen benih di Indonesia," ungkap Dwi Asmono, Ketua Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit (FKPBKS) kepada AGRINA (11/1)
 
Salah satu hal yang sangat penting dari capaian tersebut, menurut Direktur Sustainability, Research & Development PT Sampoerna Agro, Tbk. itu, adalah permintaan dari petani cukup besar.  Paling tidak itulah yang dirasakan Sampoerna Agro melalui anak usahanya, PT Bina Sawit Makmur (BSM). “Di BSM ada pertumbuhan sales signifikan,” ucapnya tanpa menyebut angka spesifik.
 
 
Harus Tetap Kompetitif
 
Bisnis minyak nabati dunia 2022 diriuhkan dengan harga sangat tinggi untuk beberapa jenis minyak nabati utama termasuk sawit. Hal ini terjadi lantaran berbagai faktor, misalnya perang Ukraina-Rusiayang bikin mampet aliran minyak biji bunga matahari ke Eropa.Dampak perubahan iklimjuga mengganggu produksi minyak kanola Kanada dan kedelai di Amerika Selatan.
 
Keduanya mendisrupsi keseimbangan suplai minyak nabati di tataran global. Akibatnya, negara produsen mendapat durian runtuh karena harga melambung, sementara negara konsumen seperti Pakistan dan India menjerit karena terpaksa harus membeli dengan harga selangit.
 
Karena itu, menurut Dwi, beberapa negara,seperti India, Honduras, dan Filipina tertarik mengembangkan kelapa sawit untuk ketahanan minyak nabati mereka. India bertekad mengembangkan kebun sawit sendiri sampai 2 juta ha.
 
“Karena benih adalah industri input,serta merta ini menjadi peluang industri benih kita kedepan. Apalagi industri benih sawit kita paling strong di dunia,” terang Direktur Sustainability, Research & Development PT Sampoerna Agr, Tbk. itu.
 
FKPBKS beranggotakan 19 perusahaan yang menghasilkan 63 varietas unggul dengan kapasitas produksi 240 juta kecambah per tahun. Volza.com mencatat India telah mengimpor 2,3 juta lebih kecambah dari Indonesia sejak 7 Desember 2021.
 
Apakah pengimpor itu kelak akan menjadi pesaing kita? “Ya, kita harus ready-lah. Kita pastikan menguasai titik kritis. Kekuatan industri benih menjadi masukan penting ketahanan di on farm. Best Management Practice (BMP) di on-farm juga harus kuat. Kalau BMP-nya kuat, downstream-nya  kuat, dan komponen-komponen pilar utama industri hilirnya kuat, kita tetap mampu bersaing,” pungkas pemulia sawit senior itu melalui pesan suara.
 
 
 
 
Peni Sari Palupi

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain