Foto: Humas NFA
Penetapan Tata Cara Pendanaan CPP
JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM) Mengantisipasi dinamika geopolitik global dan potensi krisis pangan yang diprediksi masih belum mereda di tahun 2023, pemerintah melakukan mitigasi dengan menyiapkan cadangan pangan yang kuat dan dapat diandalkan. Hal tersebut agar pemerintah bisa melakukan intervensi saat terjadi gejolak harga pangan, sehingga upaya pengendalian inflasi di tahun depan lebih terjaga.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, mengatakan, mengantispasi gejolak pangan dan kondisi darurat pada 2023. Pemerintah telah melengkapi landasan hukum penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dengan menerbitkan aturan skema pendanaan penyelenggaraan CPP untuk 11 komoditas pangan strategis. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), No. 153/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga Pinjaman dalam rangka Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah yang diteken 1 November 2022 lalu.
Menurut Arief, tahun ini upaya penguatan CPP mengalami progres yang signifikan, diawali dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No.125/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Lalu diperkuat dengan Permenkeu No. 153/2022. Hal ini membangun optimisme, melalui sinergi yang solid antar Kementerian dan Lembaga, penyelenggaraan CPP untuk 11 komoditas strategis pada 2023 bisa dilaksanakan dengan baik.
“Permenkeu nomor 153 ini menjadi aturan yang diturunkan dari Perpres nomor 125. Kita mengapresiasi teman-teman Kementerian Keuangan, melalui kolaborasi yang solid peraturan ini dapat diterbitkan sehingga BUMN Pangan memiliki skema pendanaan untuk melakukan off taker hasil panen petani, peternak, dan nelayan untuk memenuhi CPP kita,” ujar dalam keteranganya, Selasa (13/12).
Menurut Arief, secara umum Permen tersebut mengatur tata cara pelaksanaan pemberian Subsidi Bunga Pinjaman oleh pemerintah untuk pengadaan CPP yang meliputi 11 komoditas strategis, yaitu beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan. “Pemerintah dapat memberikan subsidi bunga perbankan kepada BUMN Pangan pengelola CPP, di antaranya Perum Bulog, ID Food, dan PTPN. Mengenai mekanisme pengadaan atau pembelian CPP dilaksanakan sesuai ketentuan NFA,” tandasnya.
Dalam pelaksanaannya, menurut Arief, pendanaan ini akan melibatkan Bank BUMN. Hal tersebut sesuai aturan penyalur pendanaan merupakan lembaga keuangan yang berbentuk BUMN. “Prosesnya akan dilakukan secara business to business antara Himbara dengan BUMN Pangan. Kita telah melakukan berbagai pertemuan dengan Kementerian Keuangan, Himbara, dan BUMN Pangan untuk percepatan,” ujarnya.
Saat ini, BUMN Pangan sebagai perpanjangan tangan pemerintah terus berupaya meningkatkan stok CPP. Berdasarkan data yang dihimpun NFA, per 12 Desember 2022 stok CPP paling tinggi adalah beras sekitar 455 ribu ton dimiliki BULOG, jumlah tersebut terbagi ke dalam Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 249 ribu ton dan beras komersial 206 ribu ton. Komoditas lainnya setelah beras adalah gula pasir sebanyak 296 ribu ton, yang dimiliki PTPN 263 ribu ton, ID Food 25 ribu ton, dan Bulog 8 ribu ton. Kemudian daging ruminansia sebanyak 23 ribu ton dan minyak goreng 24 ribu kilo liter.
“CPP yang sudah rutin disiapkan adalah beras, selain itu ada juga gula karena BUMN punya kebun dan pabriknya. Kedepannya, skema pendanaan ini akan memperkuat peran BUMN Pangan sebagai off taker yang hadir di tengah para petani, peternak, dan nelayan untuk lakukan penyerapan dalam rangka menjaga harga dari hulu hingga hilir,” paparnya.
Arief menegaskan, langkah penguatan CPP sejalan dengan arahan Presiden RI yang meminta agar cadangan pangan dihitung dengan baik mengingat ketiadaan cadangan pangan bisa mengganggu stabilitas sosial. Untuk itu, ia mendorong BUMN Pangan segera masuk dan meningkatkan perannya dalam pengelolaan CPP agar tahun depan tidak lagi terjadi permasalahan yang sama terkait keterbatasan stok CPP.
Lebih lanjut, upaya penguatan CPP ini harus didukung dengan pemanfaatan teknologi rantai dingin yang dapat memperpanjang masa simpan produk. “Dengan penugasan CPP ini, diperlukan juga teknologi, artinya, kita perlu cold room, kalau kita tidak punya cold room yang banyak, stok pangan yang kita serap tidak bisa bertahan lama,” jelas Arief.
Menurut Arief, saat ini NFA telah menyalurkan sejumlah cold room ke sentra-sentra produksi untuk dikelola oleh Pemerintah Daerah, BUMD, Koperasi, dan BUMN. “NFA telah mengalokasikan 18 (delapan belas) unit fasilitas rantai dingin yang terdiri dari cold storage, air blast freezer, reefer container, dan head pump dryer. Beberapa telah disalurkan ke Pemda, BUMN, BUMD, dan Koperasi di sentra-sentra produksi pangan,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama ID Food Frans M. Tambunan pada Raker dan RDP bersama Komisi IV DPR RI (7/12/2022) mengaku, siap bersama-sama NFA memperkuat CPP sebagai instrumen pengendalian harga. Pasalnya, berdasarkan pengalaman, kondisi naik turun harga sangat tergantung supply-demand dan yang paling penting adalah kepemilikan stok pemerintah, berapa persen pemerintah bisa masuk market share-nya.
“ID Food bersama NFA dan Bulog mendukung pelaksanaan CPP. Dalam ekosistem pangan pemerintah kita saat ini baru beras yang menjadi CPP, sehingga kita juga perlu punya metode yang sama dengan beras yang kita lakukan ke bahan pokok penting lainnya,” ujarnya.
Dalam skema penyelenggaraan CPP ini sudah dilakukan pembagian, di mana Bulog akan fokus pada beras, jagung, dan kedelai, sedangkan ID Food akan fokus pada item lainnya seperti bawang merah, bawang putih, cabe merah keriting, cabe rawit merah, daging sapi, ayam, telur, dan gula konsumsi.
Menteri BUMN Erick Thohir, pada kesempatan berbeda menyampaikan, BUMN siap untuk menjadi pembeli siaga (off taker) bahan-bahan keputuhan pokok pada tahun depan. Peran BUMN terhadap ketahanan pangan merupakan bentuk antisipasi untuk menekan harga pangan. Tingginya potensi inflasi pada tahun depan dapat disebabkan oleh dua sumber, yaitu tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan melonjaknya harga pangan.
“Karena itu, BUMN harus membantu Kementerian lain, bagaimana mengintervensi kebutuhan pangan yang naik turun. Tetapi tetap dengan penugasan yang jelas, mana orientasi pasar dan mana penugasan yang memang bukan pasar. Salah satu mekanisme yang didorong adalah bagaimana ada dana besar ditaruh di Himbara dengan bunga rendah, lalu ID Food dapat ditugaskan sebagai market, dan Bulog sebagai stabilisator,” ujarnya.
Sabrina Yuniawati