Foto: Sab
Toko Beras Pasar Induk Cipinang
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Data produksi beras masih menjadi persoalan di Indonesia. Hingga terjadi perang data antara Kementerian Pertanian (Kementan) yang mengklaim beras surplus sedangkan Badan Pangan Nasional/Bapanas mengklaim stok beras tidak ada. Pasalnya, Bapanas ketir-ketir terkait stok cadangan pemerintah yang kian hari menipis. BULOG diberikan tugas untuk menyerap hasil produksi petani. Namunkenyataan di lapangan,beras tidak ada.
Permintaan Bapanas 600 ribu ton kepada Kementan tidak dipenuhi hingga saat ini. Tidak terpenuhinya cadangan beras pemerintah maka dipastikan stok terus berkurang untuk mengendalikan harga beras di pasar. Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Zulkifli Rasyid mengatakan, stok beras di PIBC menipis dan semakin kritis. StokberasBULOG saat ini hanya 625 ribu ton. Stok tersebut tidak akan cukup hingga akhir 2022 dan awal 2023. Maka,dampaknya harga beras akan dilevel paling tinggi dibandingkan sekarang.
Zulkifli menambahkan, harga beras medium berada di level harga tertinggi mencapai Rp 9.200/kg di PIBC. Harga beras naik dari sebelumnya pada Agustus 2022 sekitar Rp8.300-8.500/kg. Harga tersebut hampir mencapai HET yang ditetapkan pemerintah. Hal ini karena beras yang mengalir dari daerah sudah tidak ada, satu-satunya beras yang bisa menyuplai ke pasar induk adalah BULOG dan stok beras BULOG semakin mengkhawatirkan.
“Warning, pemerintah lalai dan abai. Jangan sampai kejadian ini kembali seperti 2017-2018. Data tidak akurat mengakibatkan fatal. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi kembali. Langkah yang tepat. Pemerintah harus segera mungkin melakukan impor. Seandainya pemerintah tidakimpor, jawabannya wassalam.Nanti sama-sama kita buktikan bulan Desember, Januari, Februari yang akan datang,” ujarnya dalam Dialog “Polemik Menimbang Impor Beras di Tengah Klaim Surplus,” selasa, (29/11).
Guru Besar Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB University, Yusman Syaukat menyampaikan, data Survei Beras Cadangan Nasional (SCBN) oleh Kementerian Pertanian dan BPS, stok beras 5 kali lebih besar di rumah tangga dibanding di pedagang. Ini meragukan rumah tangga melakukanpersediaan/stock. RumahTangga dibagi 2, yakni Rumah Tangga Petani (RTP) dan bukan petani. RTP/petani saat panen tidak menjual seluruh produknya namun menyimpan sebagian gabah untuk keperluan pribadi. “Sebagian besar yang disimpan dalam bentuk gabah, sementara yang disimpan oleh Bulog dalam bentuk beras, jadi sangat-sangat sedikit,” katanya.
Yusman menyebutkan, cadangan beras pemerintah (CBP) dikelola BULOG sangat rendah sehingga sulit menjaga ketahanan pangan nasional, dikhawatirkan harga beras akan meningkat. “Jika saat ini kekurangan pangan dan sekaligus mencari solusi saat ini juga merupakan suatu kemunduran. Suatu bangsa semestinya sudah bisa diantisipasi sebelumnya,” ujarnya.
Dalam jangka pendek, melakukan pengadaan pangan akan sulit.Apalagi, November waktu-waktu produksi telah terlewat. Maka sulit melakukan pengadaan Cadangan Beras dalam negeri. Sedangkan luar negeri pun perlu waktu untuk melakukan impor dan belum ada barangnya. “Masalah pangan tidak boleh sembarangan, harus mempersiapkan dari jauh hari. Karena,beras ini merupakan masalah pangan utama sekaligus politis sehingga harus dipersiapkan dengan baik,” tegasnya.
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menyampaikan, produksi beras dalam satu tahun ada 3 siklus. Siklus pertama adalah panen raya yang terjadi pada Februari-Mei dengan produksi 60%-65%. Kedua, panen gadu Juni-Oktober, 30%-35%. Ketiga, November-Februari yaitu musim paceklikdenganproduksi sangat kecil.
Panen raya merupakan musim untuk menyerap bagi BULOG untuk memperbesar cadangan. Data penyerapan terbesar BULOGsepanjang pendiriannyayaitu 65%-70% di musim panen raya, sisanya dilakukan di musim panen gadu. Sebaliknya, di musim paceklik saat pasokan terbatas, produksi terbatas, dan harga tinggi. Konsentrasi lembaga seperti BULOG ada di hilir dengan mengamankan harga di level konsumen.
“Sejak 2018 ketika pemerintah mentransformasi Raskin dan Rastra menjadi bantuan pangan nontunai menjadi program sembako yang full berlaku sejak 2020. Namun terjadi anomali dan menimbulkan trade off penyaluran dan penyerapan terjadi bersamaan. Hal ini terjadi seperti saat ini,” ungkapnya.
Sedangkan Praktisi Kebijakan Publik, Alamsyah Saragih mengatakan, harusnya pengadaan dilakukan pada waktu harga turun. Sedangkan saat ini harga sudah tinggi jika dilakukan pengadaan tidak mungkin karena pasar melakukan eskalasi. Jika pemerintah tidak mau impor boleh saja, nanti harganya naik dan ada waktu turun juga harga pada saat panen, masalahnya harga ini mempengaruhi inflasi dan mempunyai dampak yang lain.
“Maka pertimbangannya adalah impor. Lantas, impor beras bukan berarti tidak berswasembada beras. Kita tidak berswasembada karena tidak pintar menyimpan arus stok. Pasalnya, beberapa kali kekacauan manajemen stok seringkali menyebabkan terpaksa impor. Segeralah Cepat melakukan impor dan jumlahnya jangan berlebihan. Tidak perlu impor dan mampu bertahan bahwa harga terus naik. Maka, perbaiki sistem dan jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama di waktu yang lalu,” jelasnya.
Alam menyarankan, BULOG harus segera melakukan sistem komersil dengan sistem publik stok beras. Jangan haramkan BULOG berbisnis padi di kawasan regional ASEANdan ASIA. Jika ada kekurangan, sewaktu-waktu bisa diambil. “Biarkan cari untung dari sisi komersil. Kita tidak bisa mengintegrasikan sistem komersil dengan sistem publik stok, seterusnya kita akan berdebat masalah ini tak selesai-selesai. Tentu harus ada ukuran-ukuran akuntabilitas kenapa pengadaan terlambat, dan ini dijadikan evaluasi kinerja terhadap institusi kita,” pungkas nya.
Sabrina Yuniawati