Foto: Dok. Pribadi
Tofan Mahdi - Mungkin tidak semua yang kita harapkan dan cita-citakan itu tercapai. Tapi, sebagian besar yang kita capai itu sudah melebihi yang diharapkan dan dicita-citakan
Sawit menjadi sumber inspirasi karena peran yang besar bagi Indonesia bahkan dunia.
Awalnya tidak peduli. Setelah tercemplung, barulah Tofan Mahdi merasakan asyiknya bergelut di industri sawit. Kok bisa begitu? Yuk, simak penuturan Senior Vice President of Communications and Public Affairs PT Astra Agro Lestari, Tbk itu kepada AGRINA.
Blessing in Disguise
Tofan, begitu ia disapa menyebut sawit sebagai blessing in disguise (berkah terselubung) dalam hidupnya. Sebab, pria kelahiran 21 Oktober 1974 ini tidak pernah menyangka bakal terjun dan tumbuh bersama sektor perkebunan kelapa sawit.
Setelah dua belas tahun menjadi wartawan, pada 2009 Tofan mendapat tawaran menjadi Manager Public Relation di perusahaan sawit Grup Astra. ”Saya tidak dalam posisi bisa memilih saat itu. Setelah istikharah, ya saya ambil dan jalani. Alhamdulillah bisa berkembang,” katanya.
Mantan Pemimpin Redaksi Jawapos TV itu mengaku mulanya tidak pernah tahu bahkan tidak mau tahu tentang sawit. Begitu mendalami sawit, tukasnya, ”Itu menjadi sumber inspirasi bagi saya untuk terus mengajak banyak mesyarakat Indonesia mendukung keberlanjutan sektor kelapa sawit.” Sawit menjadi sumber inspirasi karena peran yang besar bagi Indonesia, bahkan dunia.
“Dunia itu butuh kelapa sawit. Karena untuk food, oleochemical, bioenergy, semua bisa dipenuhi oleh minyak sawit. Neraca perdagangan Indonesia semakin besar ya karena ekspor sawit, terutama yang ekspor nonmigas. Saya melihat masa depan ekonomi Indonesia itu ya ada di sektor kelapa sawit. Indonesia nggak boleh tolah-toleh lagi, bahwa kejayaan industri sawit Indonesia saat ini harus tetap dipertahankan,” serunya.
Tantangan di dunia sawit, menurut Tofan, yaitu persoalan sawit yang tak pernah selesai. ”Isu sawit nggak pernah selesai selama sawit masih menjadi no 1 di dunia. Selama itu pula tantangan industri kelapa sawit masih akan ada,” ulas Ketua Bidang Komunikasi GAPKI ini.
Karena itu, ia sempat kewalahan saat awal karir di dunia sawit. Selain tim terbatas, ia pun harus menyesuaikan diri dengan ritme kerja yang baru. ”Tapi sekarang relatif bisa diatasi dan saya siap menghadapi isu apapun. Sudah punya mekanisme untuk meng-counter opinion, membangun opini yang lebih objektif. Sudah banyak hal yang bisa kita lakukan,” ucapnya bersemangat.
Komunikasi
Semakin hari, Tofan melihat kebutuhan akan bidang komunikasi dalam industri sawit kian besar seiring tekanan dan tantangannya semakin banyak.
”Teman-teman yang ada di praktisi komunikasi sawit juga harus tough (kuat), tahan banting. Isunya kadang nggak relevan, di lapangan itu kadang nggak ada, misalnya pelecehan tenaga kerja, eksploitasi anak-anak dan perempuan di industri kelapa sawit, itu mana ada, nggak ada,” urainya. Namun, hal itu jadi isu internasional karena ada pihak yang ingin menjatuhkan sawit secara sistematis.
Pelaku agribisnis sawit ingin membuktikan bahwa tata kelola sawit di Indonesia baik. ”Nah, perlu orang komunikasi di situ. Ya memang levelnya belum divisi. Tapi paling tidak, sudah ada orang yang ngurusi komunikasi di perusahaan-perusahaan sawit,” saran pria yang senang tulis-menulis itu.
Tofan menuturkan, saat ini perlu regenerasi bidang komunikasi sawit. ”Saya berharap banyak anak muda yang mau dan menikmati menjadi salah seorang praktisi komunikasi di perusahaan kelapa sawit. Kader-kadernya itu harus banyak,” ungkapnya mengingat tantangan yang belum bisa diatasi sepenuhnya.
Sarjana Ekonomi lulusan Universitas Muhammadiyah Jember itu bersyukur, pelaku usaha sawit semakin menyadari pentingnya berkomunikasi pada publik. Diam ataupun bersuara, sawit akan terus dipojokkan dengan tuduhan miring.
Sebab itulah Tofan menyarankan lantang bersuara. ”Kalau diam, kesannya apa yang mereka tuduhkan itu benar. Nah, itu yang kita nggak mau. Kita ingin tunjukkan bahwa ada angle yang lebih objektif,” tegasnya.
Kota Unik
Tak melulu soal tantangan, Tofan senang bekerja di industri sawit karena bisa mengunjungi kota atau negara yang tidak lazim bagi para pelancong, seperti Kota-kota di Sarawak Malaysia, negara Pakistan hingga Vatikan. ”Kalau orang nggak punya urusan bisnis atau pekerjaan, buat apa ke Pakistan? Tapi saya karena Pakistan itu klien minyak sawit Indonesia No 4 terbesar, ya alhamdulillah beberapa kali berkesempatan melihat negara seperti Pakistan,” jelasnya.
Di Sarawak, ia ke Kota Kuching dan Miri melihat pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan sawit. ”Ternyata belajar dari Sarawak, lahan gambut bisa dikelola sebagai perkebunan sawit dan produktivitasnya juga baik, tinggi. Dan kalau belajar dari Sarawak, terbukti bahwa penyebab kebakaran itu bukan karena lahan gambut. Justru lahan gambut yang dikelola dengan baik itu tidak menyebabkan kebakaran,” lanjutnya.
Pengalaman unik lagi menarik lainnya saat mengunjungi Vatikan. ”Kita diplomasi sawit agar bisa menembus ke pasar Eropa dan nggak ada larangan di pasar Eropa, lobi pemerintah itu sampai ke Vatikan. Kita bikin seminar di universitas di Vatikan, diskusi bahwa sawit ini terbukti mengentaskan kemiskinan. Saya sebagai seorang muslim lalu melakukan kunjungan ke gereja di Vatikan, jadi tempat Paus melakukan misa, itu memperkaya pengalaman hidup,” tuturnya semringah.
Karena sawit pula, Tofan mengaku hapal nama provinsi di Indonesia beserta ibu kotanya. ”Kalau di dalam negeri, terus terang saja saya hapal provinsi dan ibu kota provinsi di Indonesia itu setelah bekerja di sektor kelapa sawit, mulai dari Aceh sampai Sulawesi dan Papua,” sahut penikmat masakan Jawa Timuran seperti rawon dan soto ini.
Bersyukur
Tofan bersyukur atas apa yang telah diperoleh. ”Mungkin tidak semua yang kita harapkan dan cita-citakan itu tercapai. Tapi, sebagian besar yang kita capai itu sudah melebihi yang diharapkan dan dicita-citakan,” ujar pria yang berfilosofi hidup selalu bersyukur, tawakal, mengalir seperti air, dan menikmati semua proses.
Menurut Tofan, semua yang dicapai berkat doa orang tua, terlebih ibu. ”Kita ini nggak ada apa-apanya tanpa orang tua. Kalau saya pulang ke rumah di Pasuruan walaupun sudah besar, jam 1, jam 2 malam, ibu lagi salat, pasti yang didoakan nomor 1 itu anaknya, bukan dirinya. Tirakat orang tua itu untuk anaknya, kebaikan,” ucapnya.
Dukungan berikutnya, ungkap Tofan, dari istri. ”Yang kedua tentu dari istri. Untuk keberkahan kita dalam bekerja itu ya memang semua karena doa dari istri, biar barokah,” tukas Suami Rufi Yenuarti ini.
Merasa capaiannya melebihi harapan, Tofan mengatakan, ”Sekarang tinggal mendidik anak-anak agar menjadi anak yang baik, solih-solihah.” Ayah Arzaki Muhammad dan Rafeyfa Asyila ini menekankan penerapan nilai agama dan akhlak dalam mendidik anak.
”Kalau kita prinsip-prinsipnya sudah benar, insyaallah sukses. Saya tidak pernah mengharapkan sesuatu yang sifatnya duniawi. Yang penting anak-anak bisa memiliki sikap yang baik, sopan santun, dan tahu hakikat hidup ini apa,” tutupnya.
Windi Listianingsih