Minggu, 4 September 2022

Menggeber Produksi dengan Pendekatan Baru

Menggeber Produksi dengan Pendekatan Baru

Foto: Windi Listianingsih
Hasanuddin Atjo, inovasi meningkatkan produksi dan daya saing

Untuk meningkatkan produksi udang yang lebih berdayasaing di tingkat global dibutuhkan paradigma baru agar budidaya lebih baik.
 
Industri udang semakin kompetitif dan perubahan sering terjadi begitu cepat. Hasanuddin Atjo, praktisi perudangan nasional menuturkan, agar petambak udang bisa tetap eksis dalam persaingan pasar, maka semua dituntut harus adaptif, up to date, dan inovatif. Menurutnya, bisnis udang akan tetap menarik dan industri terdisrupsi dengan hadirnya teknologi.
 
Dalam budidaya udang, Indonesia kini tertinggal dari Ekuador, India, dan Vietnam. Menyoal produksi, Ekuador sudah menyentuh sekitar 1,1 jutaton pada 2021, India 0,8 juta ton, Vietnam 0,6 juta ton, kemudian Indonesia 0,5 juta ton. Padahal, garis pantai Indonesia hampir 100ribu km, jauh lebih panjang ketimbang negara-negara kompetitor. Bahkan di Ekuador hanya 2.237 km.
 
“Yang jadi pertanyaan besar, mengapa negara dengan garis pantai terpendek mampu menjadi produsen udang terbesar dunia. Inovasi menjadi salah satu kunci utama kesuksesan dan keberlanjutan. Suka tidak suka, dalam budidaya udang itu innovation or die,” seru Ketua SCI Sulawesi ini dalam Munas SCI di Surabaya, Selasa (23/8).
 
 
Poin Penunjang Performa Udang
 
Atjo merangkum, terdapat empat poin yang bisa dioptimalkan untuk menunjang performa udang nasional. Yakni, perbaikan genetik; inovasi dalambudidaya; integrasi antara konstruksi dan lingkungan; serta integrasi digitalisasi dan mekanisasi.
 
Sebagai perbaikan genetik, Atjo menggarisbawahi, terdapat dua pilar penopang atau infrastruktur dasar terkait produksi indukan vaname. Pertama, nucleus breeding center (NBC), yaitu tempat perekayasaan genetik untuk menghasilkan parent stock nenek moyang induk-induk udang yang sesuai kebutuhan secara spesifik.
 
“Untuk mengembangkan NBC memang membutuhkan waktu yang panjang. Indonesia punya broodstock center KKP Karangasem di Bali, ada juga Global Gen di Lombok, tapi memang belum setara NBC dunia yang lain,” bahasnya.
 
Kedua, breeding multiplication center(BMC) sebagai tempat perbanyakan calon induk udang hasil rekayasa di NBC. BMC bisa dibangun di lain negara,berbeda benua sekalipun,termasuk di Indonesia dengan prinsip kerjasama.
 
Agar industri udang berdaya saing, urutan tahap integrasi vertikal yang mesti dibangun adalah NBC, BMC, Hatchery, Nursery, dan budidaya di tambak (shrimp pond). “Kalau kita fokus benih di hatchery harus tahu induknya dari mana. Line-nya (galur) apa harus jelas. Mungkin ke depannya hatchery harus terbuka dari BMC manaagar pembeli nanti bisa tahu line yang lebih cocok untuk tambaknya sesuai lingkungan,” harap Atjo.
 
Hatcherydi Indonesia secara umum mengimpor calon induk dari BMC di Hawaii, Florida, dan Ekuador. NBC kelas dunia di antaranya, Kona Bay, SlS, Syaqua, Benchmark, Molokal, Sea Product Development, Geniaqua, American Penaeid, dan Oceanic Institute Hawaii.
 
 
Perbaikan Genetik
 
Keberhasilan Ekuador menjadi produsen udang nomor satu dunia tak lepas dari kepemilikan infrastruktur NBC dan BMC. Penemu inovasi tambak supra intensif ini meyakini, dengan adanya perbaikan genetik waktu budidaya akan semakin pendek. Ia mengambil contoh ayam pedaging dan ayam petelur, dengan adanya perbaikan genetik, umurpanen lebih pendek, bisa diproduksi secara massal dan harga lebih bersaing.
 
Genetik udang yang berbeda pasti menunjukkan kinerja berbeda di tiap lingkungan. Sebagai gambaran, ia mengkaji budidaya udang dengan genetik Kona Indonesia, Kona Hawaii, dan API Florida untuk perbandingan kinerja budidaya di Sulawesi Selatan periode April-Juli 2022.
 
Dengan tebaran 1 juta per 4 m2, yang tertinggi produksinya adalah API Florida. Namun itu kalah dalam pertumbuhan bobot harian (ADG) tapi menang di angka survival rate (SR). Dari data ini, Atjo menyimpulkan, terdapat genetik yang daya tahannya cukup tinggi tetapi lemah di pertumbuhan.
 
Berdasarkan penelitiannya, ia memberi gambaran perlakuan apa yang perlu dilakukanpada genetik tertentu agar pertumbuhan semakin baik. Sebab, selain genetik, program pemberian pakan juga sangat berpengaruh dan berbeda antara genetik satu dan lainnya.
 
Untuk merealisasikan target pemerintah produksi udang 2 juta ton pada 2024dibutuhkan induk udang dalam jumlah besar dengan variasi genetik yang luas. Atjo berhitung, sekurangnya dibutuhkan induk udang sebanyak 5juta-6 juta ekor. Dengan asumsi 50-60 unit BMC dan tiap unit memproduksi induk 100ribu pasang per tahun.
 
 
Konstruksi, Mekanisasi, dan Digitalisasi
 
Hal lainnya yang menunjang produksi, menurut lulusan budidaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University adalah pembuatan bangunan atau konstruksi di atas, bukan lagi ke bawah atau menggali. “Saya kira ini ideal bangun ke atas. Kalau menggali,bagaimana kita membuat IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)?” tanyanya.
 
Anjuran membuat IPAL di satu sisi menjadi momok lantaran banyak tambak yang existing berupa galian atau bangunan di bawah. Karena itu, pemain baru sangat disarankan membangun ke atas agar memudahkan dalam mendesain IPAL ideal.
 
“Kalau bangun ke atas gampang sekali mengatur lingkungannya. Ada kebocoran di tambak terlihat dan mudah diperbaiki. Di Nusa Dua sudah ada yang dibangun dengan ketinggian 3 m. Disarankan konstruksi dari concrete atau panel,” bahasnya.
 
Peningkatan lingkungan secara internal bisa dengan sistem budidaya two step, yaitu nursery dan grow out. Kemudian dilengkapishrimp toiletsebagai manajemen sisa pakan dan kotoran. Probiotik dan enzim perlu diberikan disamping pengaturan feeding program termasuk di dalamnya memanfaatkan automatic feeder.
 
Adanya tambahan integrasi mekanisasi dan digitalisasi akan lebih memudahkan budidaya. Menurut Atjo, saat ini sudah banyak aplikasi teknologi tersedia di dalam negeri. Dari situ, informasi penggunaan pakan, laju pertumbuhan, dan prediksi biomassa bisa terukur.
 
Dalam kesempatan ini, Atjo turut memperkenalkan RAS (Recirculating Aquaculture System) Atjo Technology. Ia berharap, model ini meringankan beban kerja. Air di kolam budidaya 95-99% dapat digunakan kembali setelah melalui resirkulasi.
 
Resirkulasi meliputi proses sedimentasi dan penyaringan yang bertujuan untuk mengontrol akumulasi suspensi solid. Air dibersihkan melalui serangkaian mekanisme fisik dan kimiasehingga pergantian air sangat kecil.
 
 
 
 
 
Try Surya Anditya

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain