Jumat, 24 Desember 2021

Merekam Gairah Bisnis Benih

Merekam Gairah Bisnis Benih

Foto: DOK. AGRINA
Hanya kecambah terbaik yang dijual ke konsumen

Harga sawit yang sangat baik sepanjang tahun ini memantik penanaman baru. Pebisnis benih pun tersenyum lebar.

 

Kinerja bisnis benih sangat dipengaruhi harga minyak sawit mentah (crude palm oil -CPO). Ketika terjadi harga rendah pada 2019, distribusi benih pun rendah. Sebaliknya, tahun ini harga CPO stabil tinggi, penjualan benih pun laris manis. Mau tahu buktinya?

 

 

Naik 20,6%

“Tahun 2019 angka distribusi terendah,hanya 56 jutaan kecambah. Tahun ini estimasi saya naik 50% menjadi 86 juta kecambah,” prediksi Dwi Asmono, Ketua Forum Komunikasi Produsen Benih Kelapa Sawit Indonesia (FKPBSI) sewaktu diwawancara AGRINA, 14 Maret 2021. Harga CPO di KPBN pada 2009 memang rendah sekali, sempat menyentuh titik nadir sebesar US$483/ton. Lalu kuartal terakhir harga membaik sampai US$651 terkerek isu biodiesel di dalam negeri.

 

Ternyata prediksi Dwi tahun ini meleset jauh, tetapi menuju ke angka yang lebih baik. “Per November 2021 angkanya sudah 96 juta kecambah. Sampai akhir Desember, ya tambah 10% jadi 105 jutaan kecambah karena Desember permintaan banyak,” ulas Direktur PT Sampoerna Agro Tbk. tersebut di kantornya (9/12). Kalau mengacu data FKPBSI, jumlah benih beredar sepanjang 2020 yang sebesar 87 juta kecambah, berarti tahun ini ada kenaikan 20,6%.

 

Peningkatan permintaan jelas terasa di Sampoerna Agro melalui anak usahanya, PT Binasawit Mentari (BSM), yang saat ini memiliki kapasitas produksi 20 juta benih per tahun. “Ada peningkatan di atas 55% dari tahun lalu dan dilihat dari picture kita, justru petani kecil yang menyerap sampai 50% di semua provinsi. Karena itu, kita sedang speed up (mempercepat) menuju maksimum kapasitas proses. Kapasitas akan terus ditingkatkan hingga 25 juta benih per tahun melihat minat dan permintaan pasar yang terus meningkat,” ungkap doktor pemuliaan dan genetika alumnus Iowa State University, Amrik, tersebut.

 

Pada 2021, BSM mencatatkan lompatan signifikan yang membanggakan. “Pengembangan inovasi yang kita lakukan memberikan kontribusi terhadap positioning BSM sebagai nomor dua nasional dalam market share benih sawit nasional dari sebelumnya nomor lima pada 2019,” buka Dwi.

 

Dia menambahkan, komposisi pemenuhan kebutuhan benih untuk internal perusahaan hanya sekitar 7% dari total produksi benih. Yang 93% lainnya terserap pasar eksternal, termasuk di dalamnya petani dan penangkar yang ikut program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Komposisi terbesar dari distribusi benih Sampoerna Agro adalah pasar petani kecil.

 

Bertambahnya order benih sawit juga terasa ke level penangkar. Rusbandi, Sekjen Perkumpulan Penangkar Benih Tanaman Perkebunan Indonesia mengilas balik, “Pada 2010-2016 saya menguasai pemenuhan bibit perusahaan di Bengkulu, 200 ribu – 300 ribu bibit per tahun. Periode 2018-2019 tinggal 50 ribu – 100 ribu. Awal 2019 bibit saya sampai hampir kedaluarsa. Akhirnya saya kirim ke Banten umur 23 bulan. Kalau lagi ramai seperti sekarang ini, umur 10 bulan sudah habis diambil.”

 

Untuk 2021, sampai 12 Desember lalu, pewaralaba benih Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan tersebut sudah melepas 720 ribu bibit. Varietasnya DxP Simalungun dan DxP PPKS 540. “Ini berarti naik hampir empat kali lipat dibandingkan 2020 yang berjalan normal 200 ribu bibit,” jabarnya dengan nada riang.

 

Di sisi lain, alumnus Faperta Universitas Brawijaya Malang itu harus sabar antre dalam  membeli kecambah di PPKS. Saking ramainya peminat, 3-4 bulan kecambah belum sampai di tangan. Bahkan, dia bayar di depan untuk pembibitan Januari-Februari mendatang. Mantan pegawai Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Bengkulu ini berencana menangkar dengan kapasitas penuh, 800 ribu bibit pada 2022.

 

Sejak 2007, Rusbandi dan mitranya, Yahyo, menggarap pasar bebas. Dan mulai 2020, pihaknya melayani kebutuhan PSR di Bengkulu. Komposisi pembeli bibitnya sepanjang 2021 berimbang antara pasar bebas dan petani penerima PSR. Sebagian dari mereka adalah petani yang berganti komoditas dari karet ke sawit.

 

Soal harga, dia menjual Rp40 ribu/batang. Namun dengan kenaikan harga kecambah dari Rp7.500 ke Rp8.000 dan biaya saprodi tahun ini yang sangat membengkak, dia mengusulkan kenaikan harga menjadi Rp43 ribu-Rp45 ribu/batang.

 

 

Naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 330 terbit Desember 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain