Foto: DOK. HUMAS HORTIKULTURA
Kampung hortikulura untuk meningkatkan kesejahteraan petani di wilayahnya
Dalam pengembangan kampung hortikultura dan penumbuhan UMKM hortikulra, Direktorat Jenderal Hortikultura manfaatkan digitalisasi.
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura selalu berupaya memenuhi kebutuhan komoditas hortikultura dan keuntungan petani di dalam negeri. Salah satu cara yang ditempuh yakni pembangunan sebanyak 1.479 Kampung Hortikultura selama 2021.
Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyantomenuturkan, dalam pembentukan kampung hortikultura, Pemerintah juga akan memberikan satu paket bantuanlengkap seperti benih, saprodi, pengendali OPT, hingga sarana dan prasarana pascapanen dan pengolahan.
“Off taker juga dilibatkan sebagai jejaring pemasaran penguatan kelembagaan. Sehingga, kesejahteraan petani di kampung atau desa meningkat,” bahasnya.
Kampung Hortikultura terdiri dari 36 kampung pisang, 127 kampung kelengkeng, 211 kampung bawnag merah, 75 kampung bawang putih, 65 kampung mangga, 173 kampung alpukat, 255 kampung aneka cabai, 20 kampung kentang, 31 kampung manggis, 49 kampung jeruk, 31 kampung sayuran daun, 4 kampung bawang bombai, 13 kampung buah lain, 219 kampung durian, 17 kampung florikulura, dan 53 kampung tanaman obat.
Selain itu, Ditjen Hortikultura Kementan juga menargetkan terciptanya 220 UMKM Hortikultura yang terdiri dari 50 UMKM cabai, 50 UMKM bawang, 60 UMKM sayuran atau tanaman obat, dan 60 UMKM buah-buahan.
Peningkatan daya saing hortikultura, jelas Prihasto, ditempuh melalui peningkatan produksi, produktivitas, akses pasar, logistik sistem pertanian modern yang ramah lingkungan, serta mendorong peningkatan nilai tambah produk. Hal tersebu, imbuh Prihasto, sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Hal ini didasari lima cara bertindak. Yakni peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, pengembangan pertanian modern, hingga gerakan tiga kali ekspor,” rincinya.
Begitu juga dengan keberadaan kawasan korporasi. Tujuannya untuk pemenuhan kebutuhan produk segar da olahan dalam negeri, kemudian penignkatan ekspor produk hortikultura, pengembangan agrowisata dan agroeduwisata, serta pengembangan UMKM hortikultura.
Digitalisasi Hortikultura
Sekretaris Ditjen Hortikultura, Retno Sri Hartati Mulyandari menambahkan, pengembangan Kampung Hortikulturaterdiri dari kampung buah, sayuran, tanaman obat, dan florikultura.Satu kampung hortikultura berukuran lahan 10 ha untuk tanaman buah dan sayur, sementara tanaman buah seluas 5 ha.
“Luasan lahan 5-10 ha akumulasi dari parsial lahan yang berdekatan dan terhubung dalam satu wilayah desa. Ini kami kemas sedemikian rupa bagaimana Kampung Hortikultura tidak hanya one village one product, tapi one village one variety. Dari sini sebetulnya sudah terjadi digilitasi dalam one village one variety ada registrasi kampung hortikiltura,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kampung hortikulturaberwujud satu kampung dengan semangat untuk meningkatkan ekonomi. “Dari sini sudah dimulai digitalisasi karena ada registrasi kmpung hortikultura dan ada 1000 kampung lebih sudah teregistrasi,” jelas dia.
Digitalisasi hortikultura dilakukan melalui pengembangan Sistem Informasi (SI) Early Warning System (EWS) komoditas strategis, registrasi kampung hortikultura, perbenihan horti, gerdal horti, digitalisasi standar mutu, dan satu data hortikultura. Untuk pemasaran, tersedia lokapasar hortitraderoom.com dan pasar tani
Menurutnya, program digitalisasi sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk hortikultura. Tujuan program digitalisasi pada pembangunan hortikultura adalah guna mentransformasi sub sektor hortikultura yang saat ini masih tradisional menjadi lebih modern. Hal ini juga mendidik petani menjadi pengusaha agribisnis handal.
Early Warning System(EWS)
Kelangkaan dan kelebihan produksi menjadi salah satu persoalan klasik di sektor pertanian, salah satunya termasuk komoditas hortikultura.Untuk itu, Early Warning System (EWS) dirancang menjadi sebuah sistem ‘alarm’ untuk menjaga stabilitas dan pasokan komoditas hortikultura di masyarakat.
Retno menjelaskan, EWS diharapkan menjadi guidance bagi para pemangku kepentingan, untuk memantau ketersediaan komoditas di pasaran.Melalui EWS, nantinya kelangkaan atau kelebihan produksi, hingga persoalan gejolak harga dapat diminimalkan.
Sebab, tim EWS di tingkat pusat akan berkoordinasi dengan daerah mengkaji secara komprehensif, kebutuhan suatu daerah selama 4-5 bulan ke depan.Baik itu berupa jumlah kebutuhan produksinya, luas lahan tanamnya, hingga kebutuhan bibit maupun lainnya. Artinya, dengan EWS, daerah tahu prediksi kebutuhan masyarakatnya, terutama soal jumlah supply and demand.
“Jika produksi lebih besar dari kebutuhan kita dorong untuk penyimpanan, tunda jual, atau pengelolaan pascapanen. Sementara saat produksi kurang dari kebutuhan, EWS digunakan untuk mendorong penanaman atau memantau daerah mana saja yang surplus,” rincinya.
Selain EWS, Ditjen Hortikultura Kementan juga menyiapkan sistem penyediaan data statistik (Sipedas) hortikultura. Portal ini sebagai penyedia data statistik hortikulura. Berupa sayuran, buah, tanaman obat, dan florikulutra. Untuk pengumpulan data, dilakukan oleh Mantri Tani dan dientri melalui SIMSPH online BPS RI. Ia memastikan, “Data diperbaharui (update) dikirm BPS ke Kementerian Pertanian setiap tanggal 10,15,25 setiap bulannya”.***
Humas Ditjen Hortikultura