Foto: Dok. Humas Ditjenbun
Kopi menjadi gaya hidup masyarakat dunia
Tujuan korporasi petani membentuk dan mengembangkan entitas bisnis sebagai perusahaan milik petani, modernisasi manajemen usaha pertanian, dan perubahan model usaha petani.
Di tengah kondisi pandemi Covid-19, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) mencatatkan kontribusi besar dalam upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pertanian Januari-November 2020 sebesar Rp399,5 triliun atau naik 12,63% dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Dari nilai ekspor itu kontribusi perkebunan mencapai 90,9% atau Rp363,2 triliun. Ekspor komoditas perkebunan yang melonjak pada Januari-November tahun lalu disumbang oleh komoditas perkebunan, yaitu kelapa sawit, karet, kakao,dan kopi.
Keberhasilan tersebut tak lepas dari program yang diusung Ditjen Perkebunan yang tertuang dalam Super Prioritas Perkebunan. Salah satu programnya adalah Korporasi Perkebunan, yakni korporasiperkebunan dalam upaya meningkatkan nilai tambah dan daya saing pengembangan kawasan perkebunan berbasis korporasi petaniatau perkebunan.
Korporasi Petani
Menurut Antarjo Dikin, Sekretaris Ditjen Perkebunan,kopitelah menjadi bagian gaya hidup di berbagai belahan dunia. Saat berkunjung ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu,dia mendapati orang Amerika kini menggemari minum kopi mengganti kebiasaan sebelumnya meminumminuman beralkohol.
Antarjo menegaskan,potensi pasar kopi dunia terbuka dengan adanya minat orang minum kopi yang semakin meningkat. “Namun, petani kopi memerlukan informasi tentang peningkatan produksi maupun peluang pasar. Sehingga,diperlukan kerja sama terkait informasi yang dibutuhkan petani kopi di Tanah Air, “ tegasnya.
Karena itu, sinkronisasi program dan sinergitas antarpemangku kepentingan bidang perkebunan lintas kabupaten/kota, provinsi dan pusat, akan menghasilkan keterpaduan perencanaan, penyusunan,dan pelaksanaan pembangunan perkebunan rakyat yang proporsional. Hal itu akan terwujud jika dilakukan dengan kerja sama dan dukungan semua kalangan, terutama partisipasi masyarakat pekebun dan pemerintah serta dukungan para pelaku usaha.
Antarjo menjelaskan, membangun korporasi adalah mengubah pola pikir petanidengan menjadikan petani sebagai pengusaha dan pebisnis. Karena itu,organisasi petani tak sekadar membentuk kelompok tani atau gabungan kelompok tani tetapi menjadi korporasi. “Tujuan korporasi petani adalah membentuk dan mengembangkan entitas bisnis petani sebagai perusahaan milik petani, modernisasi manajemen usaha pertanian, dan perubahan model usaha petani. Dalam korporasi itu, petani penentu arah dan tujuan perusahaan,” katanya.
Korporasi menjadikan petani lebih berpikir bisnis dalam usahanya, meningkatkan kapasitas produksi, mendorong ekspor kopi, serta meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu contoh korporasi perkebunan yaitu berada di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di daerah tersebut pengembangan korporasi petani kopi juga dalam rangka mendukung konservasi lahan di wilayah Daerah Aliran Sungai Citarum.
Pengembangan korporasi petani memanfaatkan inovasi teknologi yang dipadukan manajemen kreatif dan modern pada luasan sekitar 11.029,55 ha. Kawasan kopi itu secara bertahap dan selektif diperluas dengan memanfaatkan lahan kritis di luar kawasan hutan yang mencapai 50ribu ha.
Pada 2020 Kementan telah mempersiapkan fasilitasi bantuan benih kopi siap tanam untuk dibagikan ke petaniatau kelompok tani sebanyak 400ribu batang atau seluas 400 ha. Bantuan lainnyaberupa pupuk organik 80 ton, 200 ekor kambing, pembangunan nursery semimodern, alat pengolahan kopi, demplot Teknik budidaya yang baik (Good Agriculture Practice, GAP) kopi, serta pengawalan dan pendampingan petani.
Digitalisasi Perkebunan
Sementara itu seiring perkembangan zaman, digitalisasi perkebunan menjadi kunci kecepatan dan ketepatan dalam akselerasi pembangunan perkebunan. Digitalisasi yang dilakukan meliputi pelayanan perizinan, peningkatan akurasi data, marketplace, dan ekspor perkebunan. Dengan digitalisasi, DitjenPerkebunan terus berupaya meningkatkan produktivitas, produksi, nilai tambah,dan ekspor sehingga pada akhirnya turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Antarjo menjelaskan, Ditjen Perkebunan harus dapat menyajikan berbagai informasi perkebunan, seperti cara berkebun yang baik atau komoditas unggulan ekspor perkebunan. Ia berharap, penyajian informasi yang menarik bisa mengundang munculnya calon eksportir baru dan semakin terbukanya pasar baru bagi komoditas perkebunan.Sebenarnya, informasi tentang komoditas perkebunan tersedia cukup banyak.Namun,informasi ini belum dikemas secara apik sehingga menjadi menarik dan bermanfaat untuk publik.
Dengan keterbukaan informasi diharapkan akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Keterbukaan akses informasi pada badan publikmembuat arus informasi terbuka lebar bagi masyarakat sehingga dapat membuka peluang baru yang dapat dimanfaatkan."Sudah masanya petani gunakan informasi teknologi," jelas Antarjo.
Memanfaatkan informasi teknologi,Antarjo berharap,petani bisa melakukan promosi hasil perkebunannya melalui daring. Jangkauan pasar akan semakin meluas dengan memanfaatkan informasi teknologi. Promosi secara daring juga bisa mengurangi problem penyuluhan yang semakin hari jumlahnya semakin menurun. Teknologi informasi diharapkan bisa memberikan kebutuhan informasi yang dibutuhkan petani di manapun berada.
Literasi Digital
Di samping itu,literasi digital bagi para petani pekebun masih rendahsehingga membutuhkan kolaborasi dengan pemerintah. Antarjo mengungkap, strategi digitalisasi perkebunan yang dilakukan Ditjen Perkebunan di antaranya menentukan produk-produk unggulan yang bernilai tinggi untuk dikembangkan lebih lanjut. “Juga diperlukan dalam melakukan ekspansi pasar, meningkatkan daya saing komoditas perkebunan, mengikuti preferensi pasar secara cepat, serta membuat ekosistem digital dari hulu hingga ke hilir,” urainya.
Peran digitalisasi membuat pasar perkebunan terbuka luas melalui platform e-commerce (perdagangan digital) yang diikuti metode pembayaran secara cashless (tanpa uang tunai). Digitalisasi perkebunan juga memungkinkan dengan mudah memantau jumlah stok produk serta menjadikan transaksi lebih transparan sehingga petani dapat melakukan efesiensi.
Hingga tahun 2020, pengguna aktif internet di Indonesia terus meningkat jumlahnya dan menunjukkan pangsa pasar yang besar bagi e-commerce. Transaksi e-commerce juga semakin meningkat,sebanyak Rp1.850 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Frekuensi transaksi bank pun mengalami peningkatan yang sangat cepat,yaitu 67% dari tahun sebelumnya. Semakin meningkatnya transaksi daring menunjukkan pesatnya peningkatan penggunaan digital di Indonesia.
Humas Ditjen Perkebunan