Jumat, 2 April 2021

Sawit Masih Akan Melejit

Sawit Masih Akan Melejit

Foto: GAPKI, APROBI, GIMNI, APOLIN, BPS, Kemenko Perkonomian, BPDPKS
Tabel Palmoil Outlook 2021

Kinclongnya bisnis minyak nabati paling top ini diperkirakan akan bertahan paling tidak hingga kuartal dua 2021.
 
Keandalan kelapa sawit dalam menopang perekonomian Indonesia kembali tertoreh dengan tinta emas pada tahun pandemi 2020.
 
Tahun lalu itu neraca perdagangan kita mengalami surplus sebesar US$21,72 miliar. Ini angka tertinggi sejak 2011. Hebatnya, ekspor produk sawit menyumbang US$22,972 miliar. Jadi, bisa dikatakan tanpa devisa sawit, neraca perdagangan kita akan minus alias defisit.
 
 
Ekspor Turun tapi Harga Meloncat
 
Mengevaluasi kinerja bisnis sawit sepanjang 2020, Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menuturkan, sebenarnya ekspor produk sawit menurun secara signifikan.
 
“Kalau kita lihat,time of returning demand(kembalinya permintaan) terjadi di kuartal empat 2020. Ekspor kita lebih karena kontribusi China dan India. Dua negara besar tujuan ekspor sawit kita ini melonjak impornya pada akhir tahun,” ungkap Togar dalam “AGRINA Agribusiness Outlook 2021” yang berlangsung secara daring (10/3).
 
Total volume ekspor produk sawit 2020, lanjut dia, sebanyak 28,32 juta ton. Ini lebih rendah ketimbang realisasi ekspor 2019 yang sebanyak 32,25 juta ton.
 
“Namun,devisanya lebih besar karena harga meningkat secara tajam pada awal semester pertama 2020lalu turun karena Covid-19.Kemudian,akhir kuartal empat kembali meningkat secara tajam sehingga devisa yang kita hasilkan itu hampir US$23 miliar,” papar Togar yang juga aktif di kepengurusan organisasi pebisnis sawit lain seperti APOLIN, Aprobi, dan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) itu.
 
Di antara kelompok produk sawit ekspor, yang menunjukkan penguatan hanya produk oleokimia. Hal ini lantaran meningkatnya kebutuhan masyarakat dunia akan produk-produk “bebersih”diri dan lingkunganselama pandemi virus Corona, seperti disinfektan, hand sanitizer(pembersih tangan), dan berbagai sabun.
 
Rapolo Hutabarat, Ketua Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), dalam kesempatan lain mengonfirmasi adanya kenaikan ekspor produk oleokimia. Ekspor produk tersebut naik 20,29% dari 3,22juta ton pada 2019 menjadi 3,87 juta ton pada 2020.
 
Sementara,konsumsi produk sawit di dalam negeri untuk pangan menurun pada 2020 dari 9,86 juta ton menjadi 8,43juta ton atau berkurang 14,53%. Alasannya,pembatasan aktivitas manusia dan bisnis pada masa pandemiuntuk menekan penyebaran penyakit Covid-19,menyebabkan serapan produk pangan dari sawit di hotel, restoran, dan katering jauh berkurang.
 
Implementasi program biodiesel yang menjadi andalan pemerintah untuk menciptakan pasar di dalam negeri, lanjut Togar, mampu menaikkan serapan minyak sawit dari 5,83 juta ton menjadi 7,23juta ton atau naik 23,93%.
 
Hal ini tak lain karena pemerintah konsisten melaksanakan program mandatori biodiesel B30 (mencampur minyak sawit ke dalam solar fosil dengan kadar 30%) yang dimulai sejak 23 Desember 2019.
 
Kelancaran pelaksanaan program biodiesel dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. General Manager PT Musim Mas tersebut menjelaskan, pada Juni - Agustus 2020 harga minyak mentah Brent meningkat dari US$20- US$60/barel.
 
“Kalau kita melihat biodiesel program, ini adalah good news (kabar bagus) karena terjadi penurunan selisih harga antara biodiesel dan solar. Selisih harga yang dibayarkan oleh BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) semakin turun.
 
Maret 2021 ini selisihnya Rp3.900 dari Rp4.400 pada Februari per liter. Jadi, belanja BPDP untuk biodiesel jadi semakin sedikit,” ulasnya. BPDPKS memperoleh dana untuk membayar selisih harga itu dari pungutan ekspor sawit.
 
Seperti di pasar mancanegara, penyerapan produk oleokimia di dalam negeri tahun lalu juga membengkak secara nyata semasa mengamuknyavirus SARS-Cov2. Jumlahnya dari 1,06 juta ton menjadi 1,70juta ton atau naik 60,53%.
 
 
Pengaruh Kedelai
 
Selain minyak fosil mentah, pasaran produk minyak sawit di dunia sangat dipengaruhi suplai minyak nabati pesaingnya, seperti minyak kedelai, bunga matahari, dan kanola. Togar lantas mengulas suplai kedelai. China membutuhkan kedelai impor dan menggilingnya untuk memperoleh bungkil (soybean meal) dan minyak kedelai (soy oil).
 
Bungkil kedelai untuk pakan ternak, terutama babi, sumber daging utama. Pada 2018 peternakan babi di negara Xi Jinping itu dilanda wabah penyakit virus African Swine Fever (ASF) yang sangat mematikan.
 
Wabah ini dikabarkan menghabiskan sepertiga populasi babi di China yang akhir 2017 mencapai 400 jutaan ekor. Populasi babi di sana mencakup setengah populasi global.
 
Kementerian Pertanian dan Pedesaan China, menurut The Pigsite, memperkirakan peternakan babi di negaranya akan pulih akhir 2020 tetapi ternyata masih terjadi kasus sehingga pemulihan total mungkin tertunda.
 
Artinya, suplai minyak nabati yang bersumber pengolahan kedelai di dalam negerinya belum akan membanjir. Di sinilah peluang masuknya minyak sawit Indonesia dan Malaysia untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati.
 
Di samping itu, ketidakpastian produksi di negara-negara eksportir kedelai utama,seperti Brasil dan Argentina masih cukup tinggi.
 
“Perekonomian China sudah naik tapi stok dan kemungkinan panen kedelai yang berkurang di Brasil dan Argentina memunculkan kekhawatiran demand (permintaan) tinggi tapi suplai rendah sehingga harga melonjak sedemikian tinggi. Dan,kita produsen CPO (minyak sawit mentah/crude palm oil) menikmati juga harga di atas US$1.000/ton atau sekitar US$1.100 sekarang,” ulas Togar.
 
 
Prospek Bagus
 
Melihat beberapa indikator, alumnus S1 Ilmu Komputer University of Southern California, Amerikadan Master Universitas Sumatera Utara tersebut cukup optimistis bisnis sawit masih akan bagus.
 
Harga minyak mentah Brent mendekati US$70/barel sementara harga CPO berkisar US$1.000-US$1.100/ton. Maka,beban BPDPKS membayar subsidi biodiesel lebih ringan.
 
Januari 2021 BPDPKS mengantongi dana Rp6 triliun, Februari bertambah menjadi Rp10 triliun. Dana tersebut menjadi tabungan bagi BPDPKS bila terjadi harga merosot sawit kembali.
 
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi perekonomian semua negara pasar sawit kita tumbuh positif, seperti China dari 2,3% ke 8,1%, India -8,0% ke 11,5%, dan Pakistan -0,4% ke 1,5%.
 
“Yang paling menarik menurut saya adalah India. India yang pada 2020 terkontraksi sampai -8% tapi diproyesikan 11,5% pada 2021. Progres ini bisa dilihat dari kenaikan ekspor kita. Apa yang akan terjadi kalau itu betul-betul tercapai?” cetus mantan Sekjen GAPKI itu.
 
Memang, pada 2021 di seluruh dunia diharapkan akan terjadi perbaikan ekonomi yang signifikan. Betapapun begitu, “Saya punya angka sangat konservatif, kita harus sangat hati-hati. Angka ekspor Januari dan Februari mulai menanjak pelan-pelan karena China dan India sudah menjadi lebih sehat.
 
Tapi kalau India memang betul dari -8% menjadi 11,5% akan sangat mempengaruhi ekspor kita 2021. Terutama yang CPO karena mereka prefer (memilih) minyak mentahnya daripada refined-nya. Kenaikan (CPO) yang saya perkirakan 1,57% akan bisa menjadi 5%. Refined (olahan) 15% bisa menjadi 20%,” prediksi Togar yang sudah berkecimpung 20 tahun lebih di bisnis sawit (lihat: Tabel Outlook 2021).
 
Dengan angka-angka itu, stok akhir Indonesia akan menipis ketimbang tahun lalu yang 4,867 juta ton tinggal 1,874 juta ton. Alasannya, produksi kita tidak akan jauh-jauh dari angka 48 juta - 49 juta ton untuk CPO. Ditambah minyak inti sawit (palm kernel oil, PKO), total produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai 53 juta ton pada 2021.
 
Bapak kelahiran Sumatera Utara 1966 tersebut memprediksi,pada tahun kerbau logam ini ekspor kita akan 10,5%, konsumsi domestik bertambah 4% (pangan), oleokimia (9%), biodiesel (9,5%).
 
“Harga Q1 (kuartal satu) US$1.000-US$1.100/ton sampai Maret ini. Harga Q2 tergantung situasi soybean di Amerika Serikat dan situasi crude oil, kisarannya US$900-US$1.000/ton,” pungkasnya dengan angka yang sangat konservatif.
 
 
 
Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain