Kamis, 1 April 2021

Industri Sawit Sukses Mengatasi Kemiskinan

Industri Sawit Sukses Mengatasi Kemiskinan

Foto: DOK. ISTIMEWA
Perkebunan kepala sawit berhasil mengurangi kemiskinan di Indonesia

JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM). Industri kelapa sawit terbukti sukses mengatasi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Mengacu riset Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), perkebunan sawit mampu membangun daerah miskin dan terbelakang untuk menjadi sentra perekonomian baru.

 

Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI menjelaskan, sentra ekonomi baru ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, sampai Papua dan Papua Barat. Hal ini terungkap dalam Webinar Forum Wartawan Pertanian (FORWATAN) "Peranan Kelapa Sawit Dalam Pengentasan Kemiskinan dan Mewujudkan Gratieks”.

 

Pertumbuhan ekonomi di kabupaten berbasis sawit lebih cepat daripada nonsawit. Di Sumatera Utara misalnya, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kabupaten berbasis sawit nyaris mencapai Rp80 triliun pada 2013 sedangkan kabupaten nonsawit hanya Rp30 triliun.

 

Pun di Sumatera Selatan, PDB kabupaten berbasis sawit di atas Rp15 triliun sementara kabupaten nonsawit di bawah Rp3 triliun. Secara nasional, ungkap Tungkot, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten sentra sawit di tahun 2013 mencapai Rp250 triliun sedangkan PDRB nonsentra sawit Rp100 triliun.

 

“Kelapa sawit membantu dunia dalam Sustainable Development Goals (SDG) di bidang mengatasi persoalan kemiskinan,” ujar Tungkot, Rabu (31/3). Ia menyebut tiga jalur industri minyak sawit menolong kemiskinan dunia. Yaitu, jalur produksi melalui sentra perkebunan sawit, jalur hilirisasi di negara importir minyak sawit, dan jalur konsumsi minyak sawit.  

 

Selepas era Hak Pengusahaan Hutan (HPH) berakhir, muncul kota mati akibat ekonomi terhenti. Tak pelak, masyarakat setempat pun menjadi miskin. “Di sinilah peranan kebun sawit rakyat yang merestorasi lahan eks-HPH menjadi daerah produktif dan lestari secara lingkungan. Selain itu, perekonomian mulai bergerak dengan hadirnya perkebunan sawit,” tandas Tungkot.

 

Kondisi penurunan kemiskinan juga terjadi di negara produsen sawit lainnya, seperti Malaysia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, di negara konsumen sawit pun tercipta lapangan kerja dengan hilirisasi sawit. Penciptaan lapangan kerja mencapai 2,73 juta orang di negara tujuan sawit.

 

“Kita (Indonesia) negara eksportir mampu meningkatkan kinerja sawit. Begitu pula di negara importir kesempatan kerja meningkat. Itu terjadi di India meningkat, China dan Uni Eropa,” ulasnya.

 

Bedjo Santoso, Pengamat Kehutanan menjelaskan, industri sawit mampu menyerap 16,2 juta tenaga kerja. Rinciannya, 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Devisa kelapa sawit pada 2018 sebesar Rp240 trilliun.

 

“Saya tidak sepakat dengan kebijakan moratorium sawit (Inpres No. 8 Tahun 2018). Aturan ini tidak jelas arahnya dan menggerogoti sawit sebagai tulang punggung ekonomi nasional,” kritik Bedjo.

 

Ia mengatakan pengembangan kelapa sawit, terutama sawit rakyat dapat ditempuh melalui ekosistem hutan tanaman sawit yang ramah lingkungan berbasis kearifan lokal. “Usaha tani berbasis lahan terutama kelapa sawit baik di dalam hutan maupun nonhutan masih terbuka untuk dikembangan dalam rangka mengatasi kemiskinan,” katanya.

 

Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian menyebut, luas lahan sawit mencapai 16,38 juta ha dengan luas perkebunan sawit rakyat 6,72 juta ha. Potensi peremajaan sawit rakyat 2,78 juta hektar dengan sebaran terbanyak di Sumatera dan Kalimantan.

 

“Target PSR periode 2020-2022 tumbuh 180 ribu ha setiap tahunnya. Targetnya di 21 provinsi dan 108 kabupaten/kota,” ucap Heru.

 

Ditjen Perkebunan menargetkan nilai ekspor komoditas utama, andalan, dan pengembangan perkebunan periode 2020-2024 sebesar US$74,31 milliar atau setara Rp1.040,33 trilliun. Mengejar target itu, pihaknya mendorong pengembangan logistik benih, meningkatkan produksi dan produkivitas, serta meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor.

 

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain