Rabu, 2 Desember 2020

Melihat dari Dekat Percontohan Food Estate

Melihat dari Dekat Percontohan Food Estate

Foto: Peni Sari Palupi
Pertanaman padi di lokasi percontohan Desa Belanti Siam, Kec. Pandih Batu, Pulang Pisau

Keberhasilan percontohan food estate dapat menginspirasi petani menerapkan teknologi paling pas untuk lahan rawa.
 
Program food estate (lumbung pangan) berbasis padi era Presiden Jokowi di Kalteng berkonsentrasi di dua kabupaten,Pulang Pisau dan Kapuas.
 
Tanam perdana padi dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama dinas terkait dan petani di Desa Tahai Baru, Kec. Maliku, Pulang Pisau, 31 Agustus 2020.
 
Bersamaan dengan itu, Kementan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) membuat pusat keunggulan atau percontohan (Center of Excellence – CoE) di dua daerah tersebut masing-masing 1.000 ha.
 
Lokasinya di Belanti Siam, Kec. Pandih Batu, Pulang PisausertaTerusan Mulya danTerusan Karya, Kec. Bataguh, Kapuas.
 
Memanfaatkan lahan milik petani, Balitbangtan mengaplikasikan teknologi Rawa Intensif Super Aktual (RAISA) buat optimalisasi lahan rawa.
 
Balitbangtan menerjunkan peneliti, perekayasa, juga penyuluhnya secara bergiliran untuk mendampingi penerapan teknologi. Pada 18-20 November, AGRINA berkesempatan mengunjungi CoE.
 
 
Lahan Milik Petani
 
Untuk mencapai Desa Belanti Siam, AGRINA menempuh perjalanan darat sekitar 155 km dari Palangkaraya, Ibu Kota Kalteng. Kendati jalan raya cukup lebar, di sana-sini masih banyak yang berlubang atau melesak. Karena itu, supir harus memilih jalan dan mengurangi laju kendaraan agar penumpang tak terlalu terguncang-guncang.
 
Sementara, perjalanan dari Palangkaraya menuju Desa Terusan Mulyadan Terusan Karya, Kec. Bataguh, Kapuas lebih dekat dan relatif lebih lancar. Hanya saja untuk sampai ke lokasi, dari Kuala Kapuas, ibu kota kabupaten via transportasi darat, harus disambung dengan speed boat menyusuri Sungai Kapuas selama sekitar satu jam. Kecamatan ini memang terhampar di pulau yang hanya bisa dijangkau dengan transportasi sungai.
 
Jangan bayangkan desa itu masih berhutan atau rawa perawan yang dibuka alat-alat berat milik pasukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk dijadikan lokasi food estate. Belanti Siam, Terusan Mulya, juga Terusan Karya adalah wilayah tujuan transmigrasi pada zaman Orba yang sudah ditempati warga sejak awal 1980-an.
 
Di Belanti Siam, sejauh mata memandang terlihathamparan padi yang masih muda, umur satu bulanan. Persawahan seluas 1.024,5 ha itu milik 12 kelompok tani yang beranggotakan 538 orang. Rata-rata kepemilikannya hampir 2 ha/petani.
 
Melihat dari saung tempat Presiden Jokowi berbincang saat peresmian 8 Oktober silam, hamparan sawah tampak terbelah dua oleh saluran irigasi sekunder yang disebut rei. Siang itu tak banyak petani berkegiatan. Karena, menurut Dr. Agus W. Anggara, M.Si., Kabid Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian (KSPHP) Pustlitbang Tanaman Pangan, penanaman di lokasi itu hampir selesai.
 
Di pinggiran saluran irigasi tampak tanaman bebungaan (refugia) sebagai tempat hidup musuh alami hama. Berdekatan dengan demfarm itik, terpasang lampu perangkap hama (light trap). Semua ini guna mendukung pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) secara terpadu dan ramah lingkungan.
 
Di dekat barisan refugia ada komoditas hortikultura, seperti daun bawang dan cabai. Di tepi petakan sawah telah tertanam bibit jeruk siam pontianak dan kelapa genjah kuning niasyang kelak dapat menambah pendapatan petani.
 
Sementara itu, di Desa Terusan, AGRINA menyaksikan kegiatan petani sejak olah lahan, pembibitan, hingga penanaman. Andriansyah, penyuluh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalteng menjelaskan, CoE Terusan yang luasnya 1.001,5 ha melibatkan 16 kelompok tani dengan 842 anggota. Sampai 5 Desember 2020, mengutip data di Posko, lahan yang tertanam baru 279 ha karena kawasan ini panen belakangan.
 
Di petak milik Suwardi, petani asal Banyumas, Jatengyang bertransmigrasi sejak 1981, pekerja tengah mengolah sawah dengan traktor roda dua. Sementara di petak milik Tukiran, transmigran dari Banyuwangi, Jatim, berlangsung kegiatan pencabutan bibit.
 
Sebagian pekerja pria tampak terendam hingga sepinggang. Di petak yang berdekatan, serombongan ibu-ibu memindahtanamkan bibit secara manual. Rice transplanter tidak bisa digunakan lantaran air lebih dalam ketimbang di Belanti Siam.
 
Menurut Agus, “Percontohan di sini menerapkan teknologi RAISA. Harapannya, yang utama dengan percontohan food estate ini, tingkat kesejahteraan petani meningkat. Kedua, lahan rawa bisa lebih optimum untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia dengan saling bekerja sama, bersinergi di lapangan baik on farm maupun off farm.”
     
 
Kunci Pengelolaan Air
 
Budidaya padi di lahan rawa perlu pengetahuan pengelolaanpasokan air secara tepat. Menurut Prof. (Riset) Muhammad Noor, MS, lahan rawa kawasan food estate sangat dipengaruhi pasang-surut. Setiap dua minggu sekali akan mengalami pasang besar dan setiap hari terjadi pasang kecil sehingga sawah rawa bisa tergenang juga kering.
 
“Karena itu, pengelolaan air sangat penting agar sawah tidak kekeringan saat kegiatan bercocok tanam menuntut untuk tergenang, misalnya tanaman pada masa pertumbuhan vegetatif. Dan sebaliknya, diperlukan kering saat tanam dan/atau menjelang gabah masak susu.
 
Pengaturan air juga penting dalam upaya mempertahankan ketersediaan air pada musim kemarau di mana padi membutuhkan air, dan memerlukan pembuangan air pada musim hujan,  saat air berlebih sementara tanaman masih kecil,” ungkap Noor, Peneliti Ahli Utama di Balai Penelitian Lahan Rawa (Balittra).
 
Di kesempatan lain, Prof. Azwar Ma’as, M.Sc., Guru Besar Faperta UGM mengatakan, pengelolaan keluar-masuk air ke petak sawah juga berfungsi membilas kandungan racun yang ada di lahan rawa, yaitu pirit yang teroksidasi dan alumunium sulfat. Dua unsur ini beracun bikin tanaman tidak tumbuh dengan baik.
 
“Ketika air pasang masuk, itu namanya pengenceran. Pengenceran dilakukan sampai air tidak lagi mengandung potensi racun. Namun, itu tidak membuat tanahnya otomatis baik. Itu sebabnya perbaikan tanah penting. Biasanya diberi kaptan/dolomit 1-2 ton/ha untuk meningkatkan pH. Yang penting, pH minimal menjadi 4,7 atau lebih baik di atas 5,” ujar Azwar.
 
Balittra mengintroduksi 4 inovasi pengelolaan air sejak 1990-an. Yang direkomendasikanSistem Tata Air dan Tabat Konservasi (SISTAK). STASA yaitu air pasang masuk ke saluran sekunder/tersier irigasi (inlet) dan keluar ke saluran sekunder/tersier drainase (outlet).
 
Pada tiap-tiap inlet dipasang pintu air flap gate (pintu ayun) yang membuka ke dalam sehingga saat pasang, terbuka secara otomatis. Sebaliknya, dipasang pintu air flap gate pada outlet yang membuka keluar sehingga terbuka saat pasang lalu terjadi aliran satu arah. 
 
SISTAK adalah STASA dengan modifikasi pintu air yang dilengkapi tabat (sekat) untuk konservasi air. Air yang masuk saat pasang, tidak balik lagi keluar dengan dipasangnya sekat pada inlet. Demikian juga setelah surut,air tidak sepenuhnya habis keluar dengan dipasangnya sekat pada outlet. 
 
Lebih jauh, Noor menyarankan, “Pada tahap penyiapan lahan, air diatur setinggi 5-10 cm agar memudahkan pengolahan tanah. Saat aplikasi dolomit dan pupuk, kondisi air atau tanah diatur dalam kondisi macak-macak.
 
Aplikasi dolomit sebaiknya 1-2 minggu sebelum tanam. Pada saat tanam, air juga dipertahankan setinggi 5-10 cm atau kondisi macak-macak. Selain mengendalikan hama orong-orong, juga mencegah meningkatnya kemasaman tanah.”
 
 
Perbaikan Tanah
 
Komponen RAISA yang lain adalah pembenahan tanah menggunakan pupuk hayati.Dr. Mukhlis, MS, dari Balittra,sejak 2010 mengisolasi tiga jenis mikroba, yaitu bakteri penambat nitrogen (Azospirillum sp.), bakteri pelarut fosfat (Bacillus sp.), dan perombak bahan organik (cendawan Trichoderma, sp.).
 
Alumnus Universiti Putra Malaysia ini memformulasi mikroba tersebut menjadi pupuk hayati pada 2011, tapi baru bisa dikomersialkan PT Pupuk Kaltim pada 2017 dengan nama Biotara.
 
“Penggunaan Biotara meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen dan fosfatsampai 30%. Karena itu, dosis pupuk anorganik bisa dikurangi sampai 30%. Di samping itu, produktivitas padi juga meningkat bervariasi 0,25-1 ton atau rata-rata naik 0,64 ton/ha gabah kering panen,” ungkap Mukhlis.Aplikasinyasekali di waktu olah lahan pertamadengan dosis 25 kg/ha.
 
Bicara olah lahan, petani di lokasi CoE sudah akrab dengan mekanisasi. Hal ini tercermin dari data kepemilikan traktor yang dihimpun Kementan.
 
Di Belanti Siam ada 84 traktor roda dua dan 30 roda empat sedangkan di Terusan ada 530 roda dua dan 14 roda empat. Kementan bakal menambah lagi alsintan termasuk transplanter(alat tanam) khusus rawa dan combine harvester(alat panen).
 
Untuk olah lahan rawa, khususnya dengan traktor roda empat, ungkap Z. Rendra Nasution, Sales Division Head PT Satrindo Mitra Utama, butuh traktor yang tidak berat.
 
“Sebaiknya yang bobotnya di bawah 2 ton. Jika kedalaman lumpur di atas 30 cm, traktor bisa ditambah roda sangkar untuk mengapung. Bila tanah cukup keras, dibalik dulu dengan disk plough, beri jeda 2-3 hari baru di-rotary. Tapi kalau sudah lunak ketika air masuk, tanah cukup dihancurkan dengan rotary saja,” saran pemasok traktor dan combine harvester ini.
 
 
 
Peni Sari Palupi, Sabrina Yuniawati

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain