Rabu, 26 Agustus 2020

KLHK: Tren Karhutla Turun 52,41%

KLHK: Tren Karhutla Turun 52,41%

Foto: Istimewa
tahun lalu karhutla sebesar 135.747 ha

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM).  Merunut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tren kebakaran lahan dan hutan mengalami penurunan pada 2020. Data KLHK menunjukkan, luas kebakaran lahan dan hutan dari 1 Januari – 31 Juli 2020 secara keseluruhan mengalami penurunan 52,41% menjadi 71.145 ha.
 
Angka tersebut lebih rendah ketimbang periode yang sama di tahun lalu atau 135.747 ha. Hal ini dibuka di sela-sela diskusi secara daring yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) dengan tema "Persiapan Industri Sawit Hadapi Karhutla di Tengah Pandemi COVID-19", Selasa (25/8/2020). 
 
Dalam diskusi, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Ardi Praptono menuturkan, semua pihak berkolaborasi dan bekerjasama dalam upaya pencegahan karhutla di tahun ini. Kementerian Pertanian secara aktif melakukan sosialisasi regulasi dan penerapan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) di enam provinsi rawan karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. 
 
Langkah lainnya, membentuk Brigade Karlabun dan Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) sebanyak 3.181 orang. Hingga tahun 2019, telah terbentuk 17 Brigade Kartabun dengan total jumlah personel 1.051 orang. Selain itu, juga telah terbentuk 142 KTPA dengan total anggota petani sebanyak 2.130 orang.
 
Pemerintah Siapkan Rp4,55 Miliar 
Dalam pencegahan karhutla tahun ini, Kementan menyiapkan dana sebesar Rp 4,55 miliar, dari sebelumnya dianggarkan mencapai Rp12,1 miliar. “Akibat adanya pandemi Covid-19, anggaran tersebut diefisienkan. Dari anggaran tersebut sudah dibuat demplot pembukaa lahan perkebunan tanpa membakar di Kalimantan Tengah. Fokus lain penggunaan dana ini yaitu operasional brigade karlabun dan pengawalan penanganan kebakaran lahan serta perkebunan,” tukas Ardi.
 
Ardi menambahkan, Kementan punya sanksi tegas yang tertuang dalam Undang-Undang Perkebunan No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
"Pada Pasal 108 dijelaskan, setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar," katanya.
 
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Anis Susanti Aliati mengatakan upaya pencegahan karhutla akan lebih baik dibandingkan terjadi kebakaran lalu baru dipadamkan.
“Berdasarkan prediksi BMKG tahun ini terjadi kemarau basah mendukung pengurangan areal karhutla. Selain nitu, teknologi modifikasi cuaca (TMC) kita lakukan lebih awal pada akhir musim hujan yakni mulau bulan Maret 2020,” ungkap dia.
 
Kendati demikian, TMC bukan satu-stunya cara pengendalian karhutla. Menurutnya, ada solusi lain yakni optimalisasi pemanfaatan data iklim dan monitoring cuaca. Selain itu, pengelolaan dari para pemegang konsensi lahan agar melakukan kegiatan pembukaan lahan tanpa bakar. “Misalnya imbah hasil pembukaan bisa dimanfaatkan untuk membuat cuka kayu atau disinfektan,” ujar dia.
 
Anis mengatakan, BMKG memprediksi puncak musim kemarau tahun ini terjadi pada bulan Juli-September. “Sebaiknya, kita semua lebih waspada terutama Agustus ini dan berharap karhutla tahun ini tidak meningkat,” kata dia.
 
Ketua Bidang Sustainibility Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bambang Dwi Laksono mengatakan terdapat tantangan untuk penanganan karhutla termasuk di area perkebunan yang masih dihadapi saat ini. Pertama, lahan perkebunan pada umumnya berada di remote area dengan sistem komunikasi dan transportasi yang terbatas. “Hal itu menyebabkan deteksi kejadian dan penanganannya kerap kali mengalami keterlambatan,” ujar dia.
 
Kedua, masih ada peraturan perundangan yang membolehkan pembakaran lahan untuk membuka lahan baru dengan alasan kearifan lokal. Menurut dia, jika pembakaran lahan oleh masyarakat masih ditolerir maka berpotensi memicu kebakaran dalam skala besar apabila tidak disertai monitoring yang efektif. 
 
Ketiga, dalam penanggulangan kebakaran terutama program edukasi bagi komunitas setempat. “Ini harus disikapi dengan program edukasi dan komunikasi yang tepat sesuai kultur masyarakat yang menjadi objek pencegahan,” tambah Bambang.
 
Keempat, Pandemi membuat adanya keterbatasan interaksi. Sehingga berpotensi menyebabkan rendahnya pelaksanaan program kerjasama dengan masyarakat lokal dalam penanganan karhutla.
 
Try Surya A
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain