Foto: Dok. Balitbang Pertanian
Pengelolaan sawah di lahan rawa yang sudah berinovasi
Mengantisipasi kekurangan pangan akibat kekeringan dan pandemi Covid-19 tahun ini, Presiden minta tambahan produksi 1,5 juta ton beras.
Untuk mengejar target tambahan tersebut, Presiden Jokowi menugaskan badan usaha milik negara (BUMN) dan Kementerian Pertanian (Kementan) mencetak sawah baru di lahan rawa termasuk gambut. Ide mencetak sawah di lahan gambut menuai kontroversi antara lain karena dianggap merusak lingkungan.
Sudah Dipetakan
Pemanfaatan lahan rawa termasuk gambut memang tidak boleh sembarangan. Karena itu, Kementan melakukan pemetaan di mana saja yang potensial. Husnain, MP, M.Sc, Ph.D., Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) dalam webinar 28 Mei 2020 menyatakan, pihaknya merilis peta lahan gambut terbaru berskala 1 : 50.000 pada 5 Desember 2019.
Berdasarkan peta paling mutakhir itu, menurut Ir. Sofyan Ritung, M.Sc., peneliti senior di BBSDLP, total lahan rawa di Indonesia seluas 32,6 juta ha, terdiri dari rawa pasang surut 11,7 juta ha dan rawa lebak 20,9 juta ha. Dilihat dari jenis tanahnya dibagi dua, yakni 13,4 juta ha merupakan tanah gambut dan 19,2 juta ha tanah mineral.
“Potensi lahan rawa mineral dan gambut untuk ekstensifikasi berada di APL (Area Penggunaan Lain), HPK (Hutan Produksi yang bisa dikonversi), HP (Hutan Produksi) ada 3,6 juta ha yang berupa semak belukar. Sedangkan lahan rawa yang sudah digunakan untuk pertanian 7,6 juta ha,” paparnya dalam webinar “Pemanfaatan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan” (28/5).
Sementara itu, Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementan, Dr. Fadjry Djufry mengungkapkan, untuk menyiapkan tambahan produksi beras 1,5 juta ton akan dilakukan pemanfaatan lahan rawa di Kalimantan Tengah (Kalteng). Strategi pemanfaatannya melalui ekstensifikasi (pencetakan sawah baru) dan intensifikasi.
“Target ekstensifikasi seluas 79.142 ha. Sebanyak 38.755 ha berada di eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Sementara target intensifikasi seluas 85.456 ha, yang 69.427 ha juga di eks PLG,” ujarnya dalam bincang-bincang daring “Ngobrol Asyik Pertanian Rawa Kita” (10/6).
Untuk mengejar target tambahan tersebut, Presiden Jokowi menugaskan badan usaha milik negara (BUMN) dan Kementerian Pertanian (Kementan) mencetak sawah baru di lahan rawa termasuk gambut. Ide mencetak sawah di lahan gambut menuai kontroversi antara lain karena dianggap merusak lingkungan.
Sudah Dipetakan
Pemanfaatan lahan rawa termasuk gambut memang tidak boleh sembarangan. Karena itu, Kementan melakukan pemetaan di mana saja yang potensial. Husnain, MP, M.Sc, Ph.D., Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) dalam webinar 28 Mei 2020 menyatakan, pihaknya merilis peta lahan gambut terbaru berskala 1 : 50.000 pada 5 Desember 2019.
Berdasarkan peta paling mutakhir itu, menurut Ir. Sofyan Ritung, M.Sc., peneliti senior di BBSDLP, total lahan rawa di Indonesia seluas 32,6 juta ha, terdiri dari rawa pasang surut 11,7 juta ha dan rawa lebak 20,9 juta ha. Dilihat dari jenis tanahnya dibagi dua, yakni 13,4 juta ha merupakan tanah gambut dan 19,2 juta ha tanah mineral.
“Potensi lahan rawa mineral dan gambut untuk ekstensifikasi berada di APL (Area Penggunaan Lain), HPK (Hutan Produksi yang bisa dikonversi), HP (Hutan Produksi) ada 3,6 juta ha yang berupa semak belukar. Sedangkan lahan rawa yang sudah digunakan untuk pertanian 7,6 juta ha,” paparnya dalam webinar “Pemanfaatan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan” (28/5).
Sementara itu, Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementan, Dr. Fadjry Djufry mengungkapkan, untuk menyiapkan tambahan produksi beras 1,5 juta ton akan dilakukan pemanfaatan lahan rawa di Kalimantan Tengah (Kalteng). Strategi pemanfaatannya melalui ekstensifikasi (pencetakan sawah baru) dan intensifikasi.
“Target ekstensifikasi seluas 79.142 ha. Sebanyak 38.755 ha berada di eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Sementara target intensifikasi seluas 85.456 ha, yang 69.427 ha juga di eks PLG,” ujarnya dalam bincang-bincang daring “Ngobrol Asyik Pertanian Rawa Kita” (10/6).
Ia juga menekankan, pengembangan lahan rawa tersebut akan fokus pada lahan mineral, yaitu rawa lebak atau rawa pasang surut, sedangkan lahan gambut menjadi pilihan terakhir.
Butuh Sinergi dan Inovasi
Banyak pihak tak ingin program pencetakan sawah baru itu gagal total seperti Proyek PLG di Kalteng. Proyek ambisius zaman Orde Baru 1995 tersebut juga bertujuan menyediakan lahan pertanian baru untuk padi dengan mengubah satu juta hektar lahan gambut dan rawa.
Fadjry mengatakan, pihaknya sudah mengindentifikasi beberapa aspek teknis dan nonteknis serta aspek sosial yang menjadi perhatian dalam pembukaan lahan rawa di Kalteng termasuk dukungan inovasi. Inovasi pengembangan rawa juga perlu didukung sistem manajemen korporasi agar lebih menguntungkan petani.
Butuh Sinergi dan Inovasi
Banyak pihak tak ingin program pencetakan sawah baru itu gagal total seperti Proyek PLG di Kalteng. Proyek ambisius zaman Orde Baru 1995 tersebut juga bertujuan menyediakan lahan pertanian baru untuk padi dengan mengubah satu juta hektar lahan gambut dan rawa.
Fadjry mengatakan, pihaknya sudah mengindentifikasi beberapa aspek teknis dan nonteknis serta aspek sosial yang menjadi perhatian dalam pembukaan lahan rawa di Kalteng termasuk dukungan inovasi. Inovasi pengembangan rawa juga perlu didukung sistem manajemen korporasi agar lebih menguntungkan petani.
Karena itu perlu persiapan, sinkronisasi, dan koordinasi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah. “Pembukaan lahan rawa yang akan kita lakukan tahun ini membutuhkan sinergi antara kementerian dan lembaga, pemerintah daerah dan para pakar di bidang rawa,” tuturnya.
Sementara itu, Awang Djohan Bachtiar, VP Humas PT Petrokimia Gresik sebagai salah satu BUMN terkait berpendapat, “Keberhasilan budidaya rawa dihadapkan pada tantangan multisektor, mulai dari keadaan lingkungan budidaya yang kurang sesuai, teknis pengelolaan lahan yang tidak tepat, sosial budaya masyarakat yang beragam, kebijakan yang sulit diterapkan, hingga kurangnya sinkronisasi kemitraan dalam mendukung rantai nilai pertanian di lahan rawa yang berkelanjutan.”
Awang mencontohkan, manajemen air menjadi salah satu kunci keberhasilan. Manajemen air ini berfungsi menjaga ketersediaan air saat musim kemarau atau ketika air sungai surut dan menghindari genangan sewaktu musim hujan atau saat air sungai pasang, serta sekaligus untuk mencuci “racun” (kelebihan unsur besi/Fe) dari tanah masam.
Sementara itu, Awang Djohan Bachtiar, VP Humas PT Petrokimia Gresik sebagai salah satu BUMN terkait berpendapat, “Keberhasilan budidaya rawa dihadapkan pada tantangan multisektor, mulai dari keadaan lingkungan budidaya yang kurang sesuai, teknis pengelolaan lahan yang tidak tepat, sosial budaya masyarakat yang beragam, kebijakan yang sulit diterapkan, hingga kurangnya sinkronisasi kemitraan dalam mendukung rantai nilai pertanian di lahan rawa yang berkelanjutan.”
Awang mencontohkan, manajemen air menjadi salah satu kunci keberhasilan. Manajemen air ini berfungsi menjaga ketersediaan air saat musim kemarau atau ketika air sungai surut dan menghindari genangan sewaktu musim hujan atau saat air sungai pasang, serta sekaligus untuk mencuci “racun” (kelebihan unsur besi/Fe) dari tanah masam.
“Pada saat pengolahan lahan dengan alat berat oleh kontraktor sipil, yang terjadi malah terbukanya lapisan pirit (FeS) yang mengakibatkan peningkatan kemasaman tanah,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, prinsip agribisnis belum diterapkan secara mapan sehingga usaha pemanfaatan lahan rawa saat ini tidak berkelanjutan.
Selain itu, lanjut dia, prinsip agribisnis belum diterapkan secara mapan sehingga usaha pemanfaatan lahan rawa saat ini tidak berkelanjutan.
Program baru sebatas “mengajari” petani lokal tentang teknis budidaya pertanian di lahan rawa tanpa ikut memberdayakan mereka dalam mendapatkan akses teknologi yang terjangkau dan akses pasar bagi hasil pertaniannya dengan harga dan permintaan yang stabil.
Program-program yang sudah ada lebih banyak terfokus pada satu fase pengelolaan saja dan belum mampu memastikan keberlanjutan fase berikutnya saat dilakukan petani secara mandiri pada masa mendatang.
“Belajar dari pengalaman ini, pendekatan multisektor yang bersinergi dan tersinkronisasi serta membangun rantai nilai pertanian yang berkelanjutan bervisi agribisnis perlu dipersiapkan pemerintah. Keterlibatan mitra pelaku usaha dari hulu hingga hilir dapat dimanfaatkan untuk mencapai rencana ini. Petrokimia Gresik misalnya, sebagai motor di hulu dalam menyediakan solusi agroindustri yang baik dan penerapan teknologi pertanian yang tepat. Jasindo dalam penyediaan asuransi pertanian, dan Bulog menjadi motor di hilir dengan penyediaan pasar,” ulas Awang.
Perlu Pengapuran
Menurut Ir. Hendri Sosiawan, CESA, peneliti hidrologi di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Kementan, di Bogor, banyak tantangan dalam budidaya di lahan rawa. Namun, kuncinya hanya satu, jaringan tata air.
“Belajar dari pengalaman ini, pendekatan multisektor yang bersinergi dan tersinkronisasi serta membangun rantai nilai pertanian yang berkelanjutan bervisi agribisnis perlu dipersiapkan pemerintah. Keterlibatan mitra pelaku usaha dari hulu hingga hilir dapat dimanfaatkan untuk mencapai rencana ini. Petrokimia Gresik misalnya, sebagai motor di hulu dalam menyediakan solusi agroindustri yang baik dan penerapan teknologi pertanian yang tepat. Jasindo dalam penyediaan asuransi pertanian, dan Bulog menjadi motor di hilir dengan penyediaan pasar,” ulas Awang.
Perlu Pengapuran
Menurut Ir. Hendri Sosiawan, CESA, peneliti hidrologi di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Kementan, di Bogor, banyak tantangan dalam budidaya di lahan rawa. Namun, kuncinya hanya satu, jaringan tata air.
Jika musim hujan, kelebihan air harus dapat dikelola dan unsur beracun dibuang karena berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Pada musim kemarau, jaringan irigasi dipastikan dapat menyuplai kebutuhan air tanaman.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 312 terbit Juni 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 312 terbit Juni 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.