Minggu, 31 Mei 2020

Harga Gabah kian Merosot, Petani bak “Jatuh Tertimpa Tangga”

Harga Gabah kian Merosot, Petani bak “Jatuh Tertimpa Tangga”

Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Rizki (pakai batik) berfoto bersama petani di Desa Sidodadi

Lampung (AGRINA-ONLINE.COM). Harga gabah di sentra padi di Provinsi Lampung kian merosot seiring masuknya panen puncak padi di daerah ini. Bahkan harga gabah kering panen sudah bertengger di angka Rp3.000/kg, lebih rendah dibandingkan musim panen rendeng tahun lalu yakni Rp3.500/kg. Akibatnya petani padi yang pada musim rendeng ini hasil panennya turun karena terserang hama, ‘bagai jatuh tertimpa tangga’ pula.
 
Priyo Handoko, ketua kelompok tani di Desa Sidodadi, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur mengatakan, dibandingkan pada saat awal musim panen awal bulan Mei lalu harga gabah kering panen terus memburuk. 
 
“Pada saat saya panen sebulan lalu harga gabah masih Rp3.500 hingga Rp4 ribu/kg. Itu pun sudah turun dibandingkan dengan sebelum memasuki musim panen yang masih Rp5 ribu/kg,” ujar Priyo kepada Agrina-online, Minggu (31/5) siang.
 
Bagi petani yang baru panen akhir Mei ini, kondisinya kian parah karena harga jual gabah sudah makin merosot hingga Rp3 ribu/kg. “Kawan-kawan petani yang baru panen belakangan ini sangat terpukul karena harga gabah jauh lebih rendah dibandingkan dengan musim panen puncak rendeng tahun lalu yakni Rp3.500/kg,” lanjutnya.
 
Dijelaskan Priyo, selain rugi akibat harga gabah jatuh, petani padi juga menjerit akibat turunnya produksi. Pada musim tanam rendeng ini, tanaman padi di daerahnya banyak diserang hama sundep atau penggerek batang. Sawah milik Priyo seluas 3.500 meter persegi hanya menghasilkan 3 ton gabah. Padahal pada musim rendeng tahun lalu, hasil sawahnya tersebut hampir 4 ton gabah.
      
Priyo berharap kepada pemerintah untuk membantu petani dengan menugaskan Bulog menampung gabah petani sehingga harga tidak kian anjlok. “Kalau dibiarkan tengkulak bermain tanpa ada Bulog, harga jual gabah bisa-bisa di bawah Rp3 ribu/kg. Apalagi pedagang beralasan, gabah petani basah akibat curah hujan masih tinggi,” tambahnya.
 
Rizky, penyuluh pertanian lapangan (PPL) Kecamatan Pekalongan juga mengakui produksi gabah petani pada musim rendeng ini turun dan harga jual gabah jatuh. Menurut dia, kejatuhan harga gabah juga dipicu oleh banyaknya sentra padi yang memasuki musim panen, seperti di Pringsewu, Tanggamus dan Lampung Tengah.
 
“Memang lagi musim puncak panen sehingga produksi gabah melimpah dan gabah petani masih basah akibat curah hujan masih tinggi,” tutur Rizky.
 
Ia mengimbau petani untuk tidak buru-buru menjual gabah dalam kondisi basah, melainkan dikeringkan terlebih dahulu dan dijual secara bertahap sesuai dengan kebutuhan keuangan keluarga. “Biasanya setelah musim panen yakni lebaran haji ke atas harga gabah mulai naik dan mencapai puncaknya pada akhir tahun. Jadi petani tahan dulu lah gabahnya hingga harga membaik,” ia mengimbau.     
 
Di tempat terpisah Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kusnadi memaparkan, panen padi di Lampung pada Mei-Juni 2020 diperkiraan seluas 163.888 hektar (ha) dengan provitas rata-rata 5,1 ton per ha dan produksi mencapai 837.467 ton GKG. “Hampir 68 persen produksi panen kontribusi Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Tulangbawang, dan Mesuji,” kata Kusnadi kepada pers akhir pekan lalu. 
 
Hingga kini, lanjutnya, distribusi gabah atau beras untuk wilayah Lampung relatif lancar. Namun, distribusi di luar Lampung, khususnya Sumatera dan Jawa sempat terkendala Covid-19. “Tetapi sudah kami atasi dengan melakukan mobilisasi alat mesin panen dan menyosialisasikan Gerakan Petani Mandiri Panen dan Simpan Gabah,” ujar Kusnadi.
 
 
 
Syafnijal Datuk Sinaro/Lampung

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain