Kamis, 21 Mei 2020

Sawit Perlu Strategi, Diplomasi Hukum dan Investasi

Sawit Perlu Strategi, Diplomasi Hukum dan Investasi

Foto: Istimewa
Arif Havas, Indonesia membutuhkan strategi yang jelas untuk melakukan kampanye sawit

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Dengan penggunaan lahan paling rendah, kelapa sawit terbukti memiliki produktivitas yang tinggi. Hal tersebut menjadikan industri yang berkembang di Indonesia dan Malaysia ini sebagai sebuah ancaman bagi industri minyak nabati global. 
 
Sengitnya persaingan dagang, memunculkan berbagai isu mulai dari deforestasi, pengelolaan lahan gambut bahkan Hak Asasi Manusia (HAM). Isu Digulirkan sebagai amunisi untuk menjatuhkan industri kelapa sawit yang dilancarkan di luar negeri maupun bahkan dalam negeri.
 
“Ini adalah long-fight, Indonesia membutuhkan strategi yang jelas untuk melakukan kampanye sawit. Kita tidak bisa hanya bersikap reaktif tapi harus proactif, offensive and smartly aggressive,” ungkap Arif Havas Oegroseno, Duta besar Republik Indonesia untuk Republik Federal Jerman dalam #INAPalmOil Talkshow yang digagas forum komunikasi sawit bertajuk ‘Indonesia Menanggapi Isu Kesehatan Sawit ditengah COVID-19’ secara online, Rabu (20/5).
 
Indonesia, lanjut Havas, membutuhkan strategi berkesinambungan dan terstruktur dalam menghadapi permainan panjang yang terus menekan industri kelapa sawit. Selama ini kampanye yang sudah dilakukan diakuinya belum optimal. Langkah pertama, yakni kampanye sawit di dalam negeri atau domestic front. Dalam hal ini, kolaborasi antara pemerintah dan pengusaha dalam negeri penting untuk mendorong kampanye terstruktur pada level internasional.
 
Strategi kedua, dengan mengoptimalkan foreign front (luar negeri) melalui kampanye investasi dan kampanye legal. Ia mencontohkan, perusahaan-perusahaan Indonesia dan Malaysia yang memiliki investasi di Eropa harus berkolaborasi untuk melakukan diplomasi kepada pemerintah dan masyarakat setempat sebagai langkah kampanye terstruktur.
 
Selanjutnya, kampanye legal atau hukum juga menjadi langkah strategis yang bisa disasarkan langsung kepada pihak-pihak anti-sawit. Menurutnya, Indonesia harus lebih tegas dalam mengajukan gugatan hukum kepada perusahaan, tempat makan maupun supermarket yang memberikan label “No Palm Oil”. Langkah hukum ini menunjukkan ketegasan Indonesia sebagai produsen minyak sawit dalam melindungi komoditas strategisnya.
 
“Dalam melakukan kampanye luar negeri, Indonesia dan Malaysia sebagai produsen sawit harus mengesampingkan persaingan internal dan memperjuangkan kelapa sawit secara bersama,” ungkap Havas.
 
Sementara itu, Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada kesempatan yang sama meyatakan tekanan dari luar negeri terus bertambah dengan berbagai isu baru yang diciptakan untuk mendiskreditkan industri sawit. Bahkan, kampanye negatif sawit dan tekanan NGO membuat bank-bank di Eropa dan Amerika tidak mau memberikan kredit kepada pengusaha sawit. Hal ini tentu saja sangat merugikan Industri sawit Indonesia.
 
Try Surya A
Editor: Peni SP
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain