Foto: Istimewa
Mukti Sardjono, nilai ekspor sawit naik 0,6% menjadi USD 1,82 miliar
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengutarakan, produksi minyak sawit pada Maret 2020 lebih rendah 0,9% dari produksi Februari 2020. Sedangkan konsumsi dalam negeri turun 3,2% di saat ekspor naik 3,3%. Di sisi lain, harga CPO turun dari rata-rata USD 722 per ton pada Februari menjadi USD 636 per ton-Cif Rotterdam pada Maret. Namun demikian, nilai ekspornya naik 0,6% menjadi USD 1,82 miliar.
Dibandingkan tahun lalu pada periode Januari-Maret, produksi pada periode yang sama di 2020 lebih rendah 14%. Konsumsi dalam negeri lebih tinggi 7,2% dan ekspor lebih rendah 16,5%. Akan tetapi nilai ekspor 9,45% lebih tinggi, yakni USD 5,32 miliar.
Produksi Oleokimia Naik
Dari sisi konsumsi, minyak untuk pangan dalam negeri turun sekitar 8,3%. Sebaliknya, konsumsi untuk produk oleokimia naik sebesar 14,5% dan konsumsi biodiesel relatif tetap. Ketidakpastian waktu terkait pandemi covid-19 menjelang puasa, menyebabkan konsumsi minyak sawit untuk produk pangan menurun.
Namun, terang Mukti, produk oleokimia menjadi naik lantaran kebutuhan bahan pembersih (sanitizer) meningkat. Dari 68 ribu ton kenaikan konsumsi oleokimia, 55% terjadi pada gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand sanitizer.
“Konsumsi minyak sawit untuk biodiesel relatif tetap, padahal harga minyak bumi rendah dan konsumsi solar turun sekitar 18%,” ulasnya.
Sementara itu, penjualan untuk ekspor minyak sawit mengalami kenaikan sebesar 83 ribu ton, dengan kontribusi utama dari CPO sebanyak 113 ribu ton dan oleokimia sebesar 63 ribu ton. Kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan Bangladesh, Afrika dan China. Sedangkan Ekspor ke European Union (EU), India dan Timur Tengah kenaikannya sedikit. Sebaliknya, ekspor ke Pakistan dan USA malah turun.
Mukti menyebut, penyebab kenaikan ekspor ke China karena diiformasikan China telah mulai pulih dari pandemi Covid-19. Covid-19 telah mengganggu perekonomian dunia, tetapi semua negara tidak akan sanggup berlama-lama dalam situasi seperti saat ini dan harus segera bangkit. “Oleh sebab itu, peningkatan produktivtas dan efisiensi harus menjadi prioritas untuk menjaga viabilitas dari industri,” tandas Mukti.
Terkait peraturan jaga jarak (physical distancing), secara alami pelaksanaan pekerjaan operasional di perkebunan dan pabrik kelapa sawit (PKS) memang terbiasa berjauhan. Untuk itu, simpul Mukti, kegiatan operasional masih berjalan secara normal.
Selain itu, GAPKI memprediksi, sebagian besar Indonesia memasuki musim kemarau pada Mei dan akan mengalami puncak kemarau pada Agustus. Kendati kemarau pada 2020 diperkirakan tidak akan separah kemarau tahun sebelumnya, persiapan menghadapi kemarau untuk mencegah KARHUTLA harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.”
“GAPKI telah membuat dan mendistribusikan protokol pencegahan KARHUTLA. Diharapkan dengan kewaspadaan dan kerjasama semua pihak, Karhutla 2020 dapat dicegah dan diminimalkan,” pungkasnya.
Try Surya Anditya
Editor: Windi L