Foto: Windi Listianingsih
Petani bisa mempelajari sistem irigasi tetes pada acara Gelar Teknologi di SMKN 2 Subang
Revitalisasi SMK Pertanian menarik minat generasi milenial.
Generasi muda memegang peran vital dalam keberlanjutan usaha tani. Pemerintah melakukan revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
SMK Negeri 2 Subang, Jawa Barat, pilot project revitalisasi SMK kerja sama Indonesia–Belanda mengadakan ekspo Gelar Teknologi Hortikultura dan Transfer Pengetahuan sebagai upaya berbagi pengetahuan pada petani dan menarik minat generasi milenial untuk terjun ke dunia pertanian.
Ekspo diselenggarakan SMKN 2 Subang dan vegIMPACT NL bekerja sama dengan Yayasan Bina Tani Sejahtera, Sipindo Powerd by SMARTseeds, IPB, dan didukung oleh PT East West Seed Indonesia (EWSI).
Acara yang digelar 26-28 November itu berisi gelar teknologi hortikultura untuk petani sekitar Subang, Lomba Cinta Pertanian untuk siswa SMP se-Kabupaten Subang, dan Open Expo dan Panen Raya untuk masyarakat.
Di lahan percontohan (demplot) SMK, petani belajar lima tema praktik pertanian yang baik, yaitu pemilihan benih; persemaian; dan pembibitan, pemupukan, pengendalian hama terpadu, teknik penyemprotan dan keselamatan kerja, dan irigasi tetes.
Demplot ditanami 36 jenis sayuran dan buah, seperti bawang merah, jagung, kangkung, kubis, labu, tomat, melon, dan semangka.
Revitalisasi SMK
Menurut Sariyadi, Kasubdit Penyelarasan Jurusan dan Kerja Sama Industri, Direktorat Pembinaan SMK Kemendikbud, ekspo ini bentuk kolaborasi pemerintah pusat, pemda, dunia usaha, dan institusi pendidikan.
“Ini salah satu ikhtiar memajukan pendidikan, khususnya SMK melalui kegiatan ekspo Good Agriculture Practices sebagai upaya penguatan program link and match antara SMK bidang pertanian dengan dunia usaha,” ujarnya.
Revitalisasi SMKN 2 Subang sesuai Inpres No. 9/2016 tentang Revitalisasi SMK. Target revitalisasi adalah mencapai lulusan yang memenuhi kebutuhan dunia usaha.
“Kerja sama antara Indonesia dan Belanda tujuannya memberikan layanan pendidikan berkualitas guna menghasilkan lulusan kompeten agar bisa bekerja sesuai kompetensi yang dimiliki. Dalam lima tahun ke depan harapannya ada 60 SMK yang akan mengikuti,” lanjutnya.
Agus Maskur, Wakil Bupati Subang mengatakan, program ini mendukung pertanian di Subang.
Terlebih, wilayah yang terkenal dengan produksi padi, nenas, manggis, dan sayuran ini ditunjuk sebagai lumbung pangan nasional.
“Sarana penunjang ini sangat dibutuhkan, termasuk SDM yang siap terjun mengembangkan pertanian di Subang,” katanya.
Pemerintah Belanda, ulas Huib Hengsdijk, Program Manager vegIMPACT NL, sangat mendukung keinginan Indonesia untuk memperbaiki ketahanan pangan dan gizi, di antaranya lewat hortikultura sebagai makanan sehat.
“Program veIMPACT NL memiliki tujuan. Pertama, membuat inovasi-inovasi di bidang hortikultura yang dapat dipraktikkan melalui kerja sama dengan sektor umum. Kedua, menambah pengetahuan praktis para petani dalam memproduksi sayuran. Ketiga, memperbaiki kurikulum dan pendidikan kejuruan pertanian,” paparnya.
Nanya Burki, Head of Development & Partnership Nufic Neso Indonesia mengatakan, sejak 2016 Indonesia dan Belanda menjalin kerja sama peningkatan pendidikan kejuruan.
“Kami percaya, meningkatkan pendidikan kejuruan akan memberikan hasil langsung pada peningkatan kualitas SDM dan kesejahteraan penduduk di kedua negara,” katanya.
Belanda sukses jadi eksportir produk pertanian terbesar kedua dunia karena pendidikan yang baik dan berkelanjutan. “Di Belanda, sekolah pertanian sejak SMK hingga perguruan tinggi bekerja sama intensif dengan industri untuk mendapat manfaat pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin,” ulasnya.
Kesiapan SMK dan Industri
Iim Gunawan, Kepala SMKN 2 Subang menjelaskan, sekolah mendapat bantuan sarana-prasarana untuk menunjang revitalisasi. “Pihak Belanda menangani masalah pelatihan guru, pengembangan kurikulum. Kami mengembangkan pertanian berbasis IT untuk meningkatkan minat anak muda,” katanya.
Selain SMKN 2 Subang, SMKN 5 Jember, Jawa Timur, juga menjadi proyek percontohan revitalisasi SMK kerja sama Indonesia–Belanda. Sariyadi menuturkan, kedua SMK ini dinilai siap menerima program revitalisasi dan ada industri pertanian di sekitarnya. “Artinya, tidak hanya dari sisi kelembagaan SMK-nya juga industrinya, itu menjadi pertimbangan,” tukasnya.
Francisca Fortuna, Deputi Direktur HRD EWSI membenarkan pentingnya dukungan industri dalam revitalisasi SMK. SMKN 2 Subang dekat dengan EWSI, produsen benih hortikultura, sedangkan SMKN 5 Jember dikelilingi beberapa produsen benih buah dan sayuran.
EWSI juga memfasilitasi siswa untuk praktik kerja. Sekitar 20 SMK seluruh Indonesia sudah bekerja magang di perusahaan ini.
“Kami mengangkat transfer pengetahuan. Kami memancing siswa muda untuk memberikan inovasi. Itu yang kadang kita butuhkan sebagai praktisi,” katanya.
Selain magang, siswa SMKN 2 Subang juga mendapat pendampingan budidaya saat praktik bertani di sekolah.
“Proyek kolaborasi ini menjadi tanggung jawab sosial kami untuk membangkitkan minat para anak muda agar tertarik ke bidang pertanian. Ini untuk pertanian Indonesia, kesinambungan usaha tani,” cetusnya yang menyebut EWSI bermitra dengan 17 ribu petani produksi buat melayani 7 juta petani komersial.
Petani produksi menghasilkan benih hortikultura dan petani komersial membuat produk konsumsi. Petani produksi terbanyak mengusahakan kacang panjang, kangkung, timun, cabai, tomat, sedangkan petani komersial terbesar bertanam cabai, tomat, dan timun.
Generasi Muda
Ratna Komala, siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura SMKN 2 Subang mengaku mendapat banyak ilmu dan pengalaman selama belajar di SMK.
Ia bahkan mewakili sekolah mengikuti study visit to the Netherland pada Juni 2019. Selama di Belanda, ia mengunjungi universitas, perusahaan agribisnis, hingga Alsmeer, tempat pelelangan bunga terbesar dunia.
Ia mengunjungi perusahaan budidaya krisan yang menerapkan teknologi hulu-hilir. Mulai budidaya sampai panen menggunakan teknologi canggih. Dalam luasan 10 ha hanya mempekerjakan empat pegawai,” ulasnya.
Sebagai lulusan terbaik SMP, Ratna mengaku ditentang orang tua saat hendak mendaftar SMK. “Saya ingin melanjutkan pendidikan pertanian, memperdalam lagi ke universitas,” ujarnya semringah.
Didik Dimyati menambahkan, belajar di SMK Pertanian semakin menguatkan tekadnya untuk menjadi wirausaha pertanian. “Saya bercita-cita jadi petani hidroponik agar bisa memaksimalkan lahan terbatas dan bercocok tanam skala besar,” kata siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura SMKN 2 Subang itu.
Didik juga sempat praktik di balai pertanian, budidaya secara mandiri bahkan mendapat pendampingan EWSI.
Windi Listianingsih