Foto: Istimewa
Wisata kebun FMC di plot cabai keriting
FMC TeknoFarm Compact digelar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi petani sehingga bisa tumbuh bersama, saling menguntungkan, dan berkelanjutan.
FMC TeknoFarm Compact kali ini dilaksanakan di Kp. Puncak Manis, Desa Sukajaya, Kec. Cugenang, Cianjur, Jawa Barat. Acara ini diikuti sekitar 250 petani sayuran dan padi dari Cianjur, Cipanas, dan Sukabumi.
Acara dikemas secara baik dalam bentuk wisata berkeliling kebun dengan aneka tanaman sehingga diberi tema “Ulin ka Kebon FMC” (Main ke Kebun FMC). Menambah kemeriahan wisata, para peserta dihibur Wayang Golek “Soerawoeng” dengan kisah Medar Lalakon Tatanen Jaman Kiwari (Menampilkan Pertanian Zaman Sekarang).
Selesai berkeliling kebun para petani diarahkan ke empat stan untuk mendapat penjelasan lebih lanjut.
Stan ini digawangi tim FMC, yakni Arifin, Solehuddin, Fahmi, dan Fauzan yang memaparkan tentang manfaat dan teknik aplikasi masing-masing produk FMC.
Selain itu, juga dijelaskan pentingnya pakaian pelindung saat aplikasi pestisida, tatacara perawatan sprayer, dan penanganan pestisida secara aman bagi petani dan lingkungan.
Teknologi FMC
Pagi-pagi sekali petani mulai berdatangan dari berbagai daerah. Tanpa menunggu lama para petani membentuk kelompok-kelompok kecil langsung menyusuri petak demi petak tanaman.
Petani melihat langsung penampilan tanaman sawi putih, cabai keriting, timun, dan padi yang diaplikasi dengan teknologi FMC dibandingkan kebiasaan petani setempat.
Tanaman sawi putih yang diperlakukan dengan teknologi FMC terlihat tumbuh seragam, hijau, dan terhindar dari serangan hama penyakit. Sedangkan yang menerapkan teknologi petani terlihat tumbuh tidak rata, hijau, dan banyak terserang hama penyakit.
“Teknologi FMC yang dimaksud, pada awalnya tanah diberi perlakuan pembenah tanah Micro Ferti Magnet (Magnet FM) untuk menyehatkan tanah, karena prinsipnya jika tanah sakit sangat sulit bagi kita untuk bercocok tanam. Magnet FM diaplikasikan langsung ke tanah dengan dosis 20 l/ha. Hama yang paling mengganggu dalam budidaya sawi putih adalah ulat. FMC memiliki solusi, yaitu insektisida Prevathon dan Ammate,” jelas Syamsuddin, kru FMC di lapangan.
Selanjutnya masuk plot cabai merah keriting yang terdiri dari tiga fase pertumbuhan, yaitu menjelang pembungaan, berbuah, dan tanaman siap panen.
Terlihat pertumbuhan tanaman dengan teknologi FMC lebih seragam, hijau, dan jumlah buahnya lebih banyak. Sebelum tanam, tanah diaplikasi Magnet MF untuk menyehatkan dan menyuburkan tanah.
“Saat di pembibitan diaplikasikan insektisida Verimax untuk mengendalikan kutu kebul yang berperan sebagai vektor virus kuning. Selanjutnya diaplikasi fungisida Octave untuk mengendalikan penyakit pathek alias antraknosa yang menyerang buah cabai sehingga menurunkan hasil panen secara langsung,” tutur Hafis juga kru FMC di lapangan.
Demikian pula timun yang diberi perlakuan teknologi FMC terlihat kekar, hijau, dan seragam pertumbuhannya. Perlakuan juga diawali dengan aplikasi Magnet MF sebelum tanam.
Dilanjutkan dengan aplikasi insektisida Preza dan Ammate untuk mengendalikan pengorok daun dan ulat. Lalu penyakit embun tepung dikendalikan dengan fungisida Octave dan Rovral.
Kemudian petani memasuki plot padi. Salah satu hama yang sangat merugikan adalah penggerek batang. Ulat hama ini menetap di dalam batang padi sehingga sulit dikendalikan.
Namun FMC dapat mengendalikannya dengan insektisida sistemik Fertera bersamaan pemupukan pertama saat padi berumur 14 hari setelah tanam (HST).
Fertera melindungi tanaman dalam waktu cukup lama, 10 – 14 hari. Selanjutnya pada umur 21 dan 28 HST diaplikasi dengan insektisida Prevathon.
Pada umur 45 dan 65 HST, padi disemprot Heksa untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah. Sedangkan pengendalian penyakit blas, baik pada daun maupun malai, bisa menggunakan fungisida Blastgone.
Solusi bagi Petani
“Ikut TeknoFarm ini mendapat informasi tentang produk baru FMC, menambah wawasan, dan dapat berkomunikasi dengan petani dari daerah lain,” ungkap H. Yayan Suryana, petani sekaligus pemilik kios saprotan di Kp. Cibogo, Desa Ciengang, Kec. Gegerbitung, Sukabumi.
Bapak yang sudah bertani lebih dari 30 tahun ini mengaku, saat mendapatkan info produk baru, ia mencobanya sendiri terlebih dahulu, setelah itu baru disebar ke petani lain.
Petani yang biasanya menanam timun, cabai, dan buncis ini juga mengajak beberapa petani. Mereka juga senang mendapat banyak pengetahuan.
Hal tersebut diamini H. Asap Saprudin, petani di Kp. Kadupugur, Desa Unrus Biangun, Kec. Kadudampit, Sukabumi.
“FMC banyak membantu saya untuk meningkatkan hasil pertanian. Sekarang saya sangat suka menggunakan Magnet MF karena sangat bagus untuk memperbaiki kualitas tanah. Sedangkan pestisida digunakan sesuai keperluan, maksudnya tergantung serangan hama penyakit,” jelas H. Asap yang biasa menanam caisim, shampo, brokoli, cabai, terung, tomat, dan kembang kol.
Sementara itu Dudy Kristyanto, Market Development Manager FMC, mengatakan, melalui TeknoFarm Compact pihaknya menyiapkan solusi-solusi yang benar-benar menjadi kebutuhan petani, dan diharapkan petani merasakan hasilnya.
Dengan melihat langsung, petani bisa membedakan sendiri hasil yang biasa dilakukan petani dibandingkan menggunakan teknologi FMC.
“FMC mempunyai portfolio produk perlindungan tanaman cukup lengkap, termasuk bagaimana mengembalikan kesuburan tanah. Di Indonesia kita yang menginisiasi edukasi petani hingga melek teknlogi. Kita membantu petani cara bercocok tanam dengan perlindungan dari hama dan penyakit dan meningkatkan hasil secara maksimal. Saat ini FMC menerapkan teknologi berbasis lingkungan mulai dari perbaikan tanah yang berbasis organik dan pestisida yang berlabel hijau,” imbuh Agus Suryanto, Senior Crop Manager FMC.
Pada kesempatan itu hadir juga Raheel Nasir, APAC Commercial Excellence Manager FMC. “Pada dasarnya pertanian dan petani di Asia Pasifik dan Indonesia kurang lebih sama. Tingkat pendidikan dan pengetahuan petaninya sama dan mereka ingin meningkatkan pengetahuan teknisnya. Tanggung jawab perusahaan seperti FMC adalah mengedukasi para petani agar dapat mencapai potensi hasil tanamannya secara optimal,” ungkap Raheel.
Harapannya, FMC dapat membantu dan mengedukasi setiap petani serta membantu mewujudkan ketahanan pangan sehingga tidak ada lagi yang lapar di muka bumi ini.***