Senin, 8 Juli 2019

PT SSMS Tbk. Bukukan Laba Bersih Rp86,77 Miliar

PT SSMS Tbk. Bukukan Laba Bersih Rp86,77 Miliar

Foto: Istimewa
Kapasitas olah sawit ditingkatkan menjadi 560 ton/jam

Berkat peningkatan produksi CPO sebesar 29,5%, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) mampu mengatasi tantangan yang dihadapi industri sepanjang 2018. SSMS meraih penjualan dan laba bersih masing-masing senilai Rp3,71 triliun dan Rp86,77 miliar.
 
Tahun 2018 menjadi tahun yang sarat tantangan bagi semua pelaku industri kelapa sawit , baik dari segi harga jual produk minyak mentah (crude palm oil-CPO) maupun pasar.
 
Harga mencapai yang terendah dalam 12 tahun terakhir. Sementara tantangan pasar berupa terbitnya kebijakan Uni Eropa yang akan melarang CPO sebagai bahan bakar nabati (biofuel) pada 2030 dengan alasan berisiko tinggi terhadap deforestasi. 
 
Selain itu, ada perang dagang antara China dan Amerika Serikat yang berdampak berlimpahnya pasokan minyak kedelai, pesaing utama minyak sawit di pasar global minyak nabati.
 
Hal ini menyebabkan harga CPO tertekan. Namun, dalam kondisi pasar seperti itu, SSMS masih mampu menghasilkan kinerja yang positif. 
 
 
Bagikan Deviden
 
Dalam paparan publik yang dilaksanakan pada 25 Juni 2019 di Jakarta, SSMS mengumumkan pertumbuhan signifikan produksi tandan buah segar (TBS) dan minyak kelapa sawit (CPO) perusahaan sepanjang 2018.
 
Menurut Chief Financial Officer SSMS Nicholas J. Whittle, "Kami mencatat kenaikan 33,3% produksi TBS dari tahun ke tahun (year on year) dari 1,26 juta ton pada 2017 menjadi 1,62 juta ton pada 2018. Ini diikuti lonjakan produksi CPO sebesar 29,5% dari 343 ribu ton pada 2017 menjadi 444 ribu ton." 
 
Produksi TBS dan CPO tersebut, menurut laporan Dirut SSMS Vallauthan Subraminan, dihasilkan dari kebun perseroan yang per 31 Desember 2018 mencapai luasan tertanam 71.330,33 ha atau meningkat  0,2% dibandingkan luasan 2017, yaitu 71.220 ha. Semuanya terkonsentrasi di Provinsi Kalimantan Tengah. 
 
“Dari areal yang tertanam, sebesar 66.201 ha merupakan tanaman menghasilkan (TM), sedangkan tanaman belum menghasilkan (TBM) 5.129 ha. Masih ada 5.053 ha yang belum ditanami dan 19.387 ha lainnya merupakan lahan untuk fasilitas pendukung dan lahan konservasi,” ungkapnya dalam kesempatan yang sama.
 
Lebih jauh Vallauthan menjabarkan, Perseroan mencatatkan kenaikan penjualan sebesar 15% menjadi Rp3,71 triliun dari Rp3,24 triliun 2017 terutama karena kenaikan jumlah produksi CPO dan minyak inti sawit (palm kernel oil-PKO).
 
Laba komprehensif tahun berjalan 2018, diakuinya, mengalami penurunan sebesar 84% menjadi Rp123,8 miliar 2018, dari Rp791,9 miliar 2017 akibat penurunan harga dan kerugian kurs. 
 
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang dipimpin Komisaris Utama SSMS Bungaran Saragih sebelum paparan publik tersebut, perseroan juga memutuskan untuk membagi deviden tunai sebanyak 30% dari laba bersihnya yang senilai Rp86,77 miliar. 
 
Pembayaran deviden kepada pemegang saham itu dilakukan pada 26 Juli 2019.  RUPST ini juga dihadiri Marzuki Usman (Komisaris Independen), Rimbun Situmorang (Komisaris), dan Ito Warsito (Komisaris) serta Vallauthan Subraminan (Direktur Utama), Nicholas J. Whittle (Direktur Independen), Ramzi Sastra (Direktur), Nazarudin Bin Nasir (Direktur) juga para pemegang saham dan para kuasa pemegang saham. 
 
 
Wujudkan 35 : 25 
 
Tahun ini tantangan bisnis bagi pelaku industri sawit masih cukup tinggi. Namun, “Kami memandang, perseroan dalam jangka panjang masih sangat prospektif ditinjau dari potensi besar produksi kebun. Berdasarkan umur rata-rata tanaman yang masih muda, yang akan menjamin kelangsungan usaha di masa mendatang. Dalam kapasitas selaku direksi, kami juga ingin mengajak seluruh karyawan untuk bersama-sama meraih target produksi TBS, meningkatkan rasio profitabilitas PKS dan meningkatkan profitabilitas keuangan,” ujar Vallauthan di hadapan para pemegang saham dan kuasa pemegang saham.
 
Menurut Whittle, tahun 2019 ini perseroan memasang target produksi CPO yang sedikit konservatif 500 ribu ton/tahun. “Satu strategi operasional kita terkait dengan yield untuk seluruh perkebunan SSMS akhir tahun depan adalah 35 ton TBS/tahun/ha dengan oil extraction rate 25%. Kita sudah punya tingkat produksi di dua-tiga perkebunan 34,6 ton TBS/ha/tahun. Jadi dibandingkan tingkat produksi perusahaan sawit lain itu sangat agresif. Itu tujuan yang kita yakin bisa capai,” tandas pemegang gelar MBA Columbia Business School tersebut.
 
Apalagi, lanjut Whittle, produktivitas CPO pada 2018 sudah mencapai level tertinggi dibandingkan industri yang lain, sebesar 5,9 ton/ha/tahun, meningkat 12% dari 5,4 ton CPO/ha/tahun pada 2017.
 
Untuk mengantisipasi produksi yang semakin banyak, perseroan menaikkan kapasitas olah Pabrik Kelapa Sawit (PKS)-nya dari 500 ton/jam per Mei 2019 menjadi 560 ton/jam pada akhir tahun dengan membangun PKS baru. “Akhir Agustus nanti, kami akan commissioning PKS berkapasitas 60 ton/jam di PT Menteng Kencana Mas, anak perusahaan yang tadinya tidak punya PKS,” imbuhnya.
 
Dengan belanja modal 2019 yang sebesar Rp788 miliar, SSMS memanfaatkannya antara lain untuk membangun PKS baru, menambah satu unit instalasi biogas, yaitu di PKS Sulung yang memproduksi compressed natural gas (CNG), menanam baru 3.000-3.500 ha, dan pengeluaran nonoperasional. 
 
 
Sertifikasi Penuh
 
Terkait pasar Uni Eropa, menurut Whittle, perseroan masih memandang kawasan tersebut sebagai pasar penting bagi masa depan CPO Indonesia. Pasar sawit terbagi dua, yaitu minyak komoditas dan minyak berkelanjutan.
 
Dari total impor CPO Uni Eropa tahun lalu, lanjut dia, 51% minyak komoditas dan 49% minyak berkelanjutan untuk penggunaan tradisional, seperti bahan konsumen, makanan, kosmetik, dan confectionery. Minyak sawit ini diimpor perusahaan-perusahaan besar yang menerapkan sustainable producing policy.
 
Karena itu, sesuai visinya menuju perusahaan perkebunan berkelas dunia, SSMS sangat berkomitmen dengan prinsip berkelanjutan (sustainability). Kebijakan keberlanjutan diluncurkan sejak 2017.
 
Pada 2018, SSMS yang memiliki 7 anak perusahaan ini telah menambah perolehan sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) yaitu PT Kalimantan Sawit Abadi. Tahun ini dua perusahaan lagi akan menjalani audit sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan RSPO, yaitu PT Tanjung Sawit Abadi dan PT Sawit Multi Utama. 
 
“Kami jalankan sertifikasi ISPO dan RSPO secara bersamaan. Kami targetkan sebelum 2020 tersertifikasi 100%,” ujar Whittle.
 
Masih berhubungan dengan target sertifikasi itu juga, perseroan melakukan integrasi vertikal antara SSMS yang bergerak di hulu industri dan Citra Borneo Indah, anak usaha yang fokus di industri hilir dan saat ini belum tersertifikasi.
 
Jika usaha hilir yang juga tersertifikasi ISPO dan RSPO, itu salah satu strategi penting perseroan untuk masa depan dan memaksimalkan peluang dalam pasar CPO yang banyak berubah.***
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain