Foto: Istimewa
Petani diedukasi tentang pentingnya mengembalikan kesuburan tanah
Mengambil tema “Indonesia Menuju Kemandirian Pangan Bersama Petani Jempolan”, FMC TeknoFarm Compact memperkenalkan produk-produk FMC dan membuktikan keunggulannya di lapangan.
Rangkaian kegiatan Teknofarm adalah demo plot secara komprehensif tentang teknologi FMC yang memberi kesempatan petani untuk melihat plot hasil aplikasi produk-produk FMC pada berbagai stadia pertumbuhan tanaman diikuti konsultasi perihal kesuburan tanah, hama dan penyakit tanaman, solusi teknologi FMC, product stewardship serta beberapa kegiatan yang tidak kalah menarik.
“Kita ada dua acara besar, yaitu TeknoFarm Multi Group dan TeknoFarm Compact. TeknoFarm Compact, yaitu kita menyediakan satu jenis tanaman dengan berbagai stadia, sedangkan TeknoFarm Multi Group ada beberapa jenis tanaman,” M. Yasin Farid, Market Development Specialist FMC di Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur, 27 Juni 2019.
Agenda rutin ini termasuk salah satu strategi FMC untuk lebih mendekatkan diri dengan petani yang digelar dua sampai tiga kali di suatu area. Setelah Nganjuk, giliran Probolinggo pada Juli dan Bojonegoro pada September. “Jadi setiap awal musim tanam, misalnya Nganjuk awal tanam bawang merah, ya kita adakan demo bawang merah. Di Bojonegoro awal musim padi nanti kita adakan untuk tanaman padi,” urai Yasin.
Acara yang berlangsung meriah di Wilangan ini dihadiri kurang lebih 400 petani dari Bagor, Sukomoro, Rejoso, dan Wilangan. Semua itu kecamatan di Kabupaten Nganjuk.
Edukasi dan Entertainment
TeknoFarm Compact adalah sarana edukasi dan berbagi informasi kepada petani, baik pengguna produk FMC maupun yang belum menjadi pengguna.
”TeknoFarm Compact kali ini tentang penggunaan pestisida yang baik dan benar. Selain itu kita juga mengedukasi bagaimana mengelola tanah sehingga bisa mendukung pertumbuhan tanaman bawang merah. Dari sisi keamanan aplikasi pestisida kita juga memiliki stan untuk mengingatkan kembali pentingnya pemakaian alat pelindung diri (APD) agar petani terbiasa melindungi badan mereka sewaktu aplikasi pestisida,” jelas Darmawan Sandi Susilo, Marketing Communication FMC.
Dudy Kristyanto Market Development FMC menimpali, ”Acara ini intinya menunjukkan ke petani bahwa FMC adalah teknologi yang efektif, efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Mulai dari tanahnya dibenahi, bagaimana mengenali hama dan penyakit dengan benar, bagaimana menganalisa pH tanah dan salinitas, jadi komprehensif dan tentu saja ada hiburan dan penjualan berhadiah. Petani tidak hanya sekedar melihat tapi mengalami. Bukan seeing is believing lagi tapi experience is believing (percaya karena mengalami).”
Solusi Komprehensif
Saat ini FMC tak hanya menguasai teknik perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit tetapi juga memiliki solusi untuk menyehatkan tanah sebagai sarana produksi penting dalam menjalankan usaha pertanian bawang merah secara konsisten dan berkesinambungan.
Menurut Dudy, selama ini petani hanya fokus pada kondisi tanamannya, padahal penyebab utama kurang maksimalnya produktivitas juga di tanah. “FMC datang dengan teknologi teknologi berbasis organik (O4), yaitu Magnet untuk melindungi akar tanaman dari cekaman pH dan salinitas tanah. Kemudian Energy sebagai produk perangsang tumbuhnya akar tanaman serta Stand untuk perbaikan kuantitas dan kualitas hasil panen (umbi) dikombinasikan dengan penggunaan pestisida yang ramah lingkungan untuk pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,” jelas alumnus Faperta IPB tersebut.
Pada bawang merah, produk andalan FMC adalah insektisida Preza 100OD sebagai insektisida baru pengendali ulat dan penggerek daun. Ada juga Ammate 150EC dan Bestox 50EC untuk hama ulat.
“Preza 100OD, keunggulannya efek residu panjang, misalkan petani sekarang aplikasi, 7 hari berikutnya baru bisa aplikasi lagi. Sedangkan produk lain, petani harus setiap hari aplikasi. Dengan terbatasnya tenaga kerja, itu sangat membantu petani. Sedangkan Ammate 150EC dan Bestox 50EC sebagai pelengkap Preza. Dari segi dosis dua produk itu lebih rendah dan secara cost lebih murah dibandingkan yang lain,” papar Yasin.
Lulusan IPB itu menambahkan, jika sejak awal tidak komprehensif dalam penanganan hama dan penyakit, maka kerugian bahkan kegagalan panen sudah di depan mata.
“Biaya produksi di Nganjuk ini per hektar rata-rata Rp70 juta - Rp100 juta tergantung lokasi dan kepemilikan lahan. Misalkan benih saja butuh 1-1,2 ton, sekilo Rp35 ribu, maka sudah Rp35 juta. Kalau dari awal perlindungannya tidak maksimal, bibit yang Rp35 juta hilang,” cetusnya.
Sekitar 25-30% biaya produksi untuk obat-obatan. “Kalau bicara penyelamatan hasil, dengan memakai produk FMC, mungkin bisa menyelamatkan lebih dari 50%. Dengan FMC, petani bisa hemat waktu dan biaya,” ujar Yasin meyakinkan.
Produk Lengkap
Masalah utama lainnya, yaitu menurunnya kesuburan tanah akibat kandungan bahan organik berkurang. Solusinya adalah Micro Ferti Magnet.
“Penggunaaan Micro Ferti Magnet full dosis dan pupuk kandang setengah dosis bisa meningkatkan hasil panen lebih dari 30% pada bawang. Magnet menyeimbangkan mikroorganisme yang ada di tanah. Selain menambahkan bahan organik, kandungan Magnet itu bisa mengaktifkan mikroorganisme yang sudah ada di tanah sebelumnya,” jelas Darmawan, lulusan Faperta Universitas Brawijaya ini.
Khusus untuk pengelolaan lahan pertanian, FMC menyediakan Micro Ferti Magnet, Micro Ferti Stand, Micro Ferti Energy, dan Micro Ferti First Line.
Sementara produk-produk pelindung tanaman dari insektisida, fungisida, dan herbisida cukup lengkap. Pada musim kemarau, serangan ulat lebih berpotensi sehingga solusinya adalah Preza 100OD, Ammate 150EC, dan Bestox 50EC, yang khusus mengendalikan hama-hama ulat di bawang merah.
Sementara pada musim penghujan, cendawan lebih banyak menyerang. Andalan FMC adalah fungisida Octave 50 WP, Hexa 50 SC, dan ada banyak produk-produk baru yang akan dikenalkan ke petani. Sedangkan pengendali gulmanya ada yang pratumbuh dan daun sempit.
Harapan ke depannya, petani tidak ragu lagi menggunakan teknologi FMC, lebih tepat dosis, dan tepat sasaran. ***