Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Roniyanto, produksi benur baru mencapai 60%
Lampung (AGRINA–ONLINE.COM). Usaha produksi benur (hatchery) di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung yang luluh lantak dihantam tsunami Selat Sunda akhir tahun lalu kini mulai berproduksi kembali. Aktifnya sekitar 75% hatchery di Pesisir Lampung Selatan ini membuat pasokan benur mulai stabil.
Menurut Waiso, Ketua Asosiasi Pembenih Udang (APU) Provinsi Lampung, hingga kini baru sekitar 75% dari 84 unit hatchery yang sebelumnya hancur mulai aktif. Itu pun belum semuanya berproduksi 100% karena rehabilitasi masih berlangsung.
“Dengan produksi benur sekitar 200 juta ekor/bulan maka pasokan benur untuk tambak udang di Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Timur yang selama ini merupakan pasar utama hatchery dari pesisir kembali bisa dipenuhi,” ujar Waiso, Selasa (23/4).
Waiso mengakui, anggotanya benar-benar berjibaku dalam membangun kembali usaha yang sebelumnya hancur berantakan dihantam tsunami. Pasalnya, hingga bulan keempat pascatsunami belum ada bantuan dari instansi terkait yang turun untuk membantu recovery (pemulihan) hatchery.
Modal Pribadi
Salah satu hatchery yang sudah kembali berproduksi adalah milik Polman Siregar, S.Pi, MM, bagian iptek APU Lampung. Hatchery yang berlokasi Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan itu mulai aktif secara bertahap sejak akhir Februari. Untuk membangun kembali 12 bak pembesaran benur beserta perbaikan serta pembelian mesin-mesin dan fasilitas lainnya, Polman sudah merogoh kantong sendiri hingga Rp200 jutaan.
Maklum akibat diterjang tsunami, hatchery milik mantan Manajer PT Biru Laut Khatulistiwa, perusahaan hatchery termasuk yang mengalami kehancuran total. Bak pembesaran benur sebanyak 8 unit berikut benur siap panen, mes karyawan, dan mesin-mesin hancur hingga rata dengan tanah. Polman memperkirakan kerugian yang dideritanya mencapai Rp300 juta.
Hingga akhir April 2019, Polman sudah 20 kali panen banur, bertahap mulai dari 500 ribu ekor hingga akhirnya stabil di angka 1 juta ekor. Hanya saja bukan berarti bisnis Polman kembali melenggang. Sebab, mulai pekan kedua April permintaan benur dari Rawajitu dan Lampung Timur mulai berkurang menyusul masuknya musim pancaroba dari musim hujan ke musim kemarau sehingga banyak udang yang terserang penyakit.
“Kelihatannya kawan-kawan petambak menunda dulu tebar benur hingga musim kemarau karena khawatir pada musim pancaroba ini banyak penyakit,” ia memperkirakan.
Pulangkan Induk
Hatchery lainnya di Kecamatan Rajabasa yang mulai pulih yakni PT Prima Aquakultur Lestari (PAL) juga di Desa Way Muli. Menurut Roniyanto, Head of PT PAL Unit Way Muli, mereka mulai memproduksi benur sejak Maret setelah 200-an induk udang yang sempat diungsikan ke hatchery PT PAL di Banyuwangi, Jawa Timur dipulangkan ke Way Muli.
“Saat ini produksi kami baru mencapai 60% dari kondisi normal 35 juta benur/bulan karena masih terdapat beberapa fasilitas yang dalam perbaikan. Termasuk, beton pemecah ombak yang sedang dibangun agar pinggiran pantai tidak mengalami abrasi. Mudah-mudahan dalam waktu dekat semua fasilitas bisa digunakan sehingga produksi berjalan normal,” aku Roniyanto.
Pascatsunami, Rony mengaku, kualitas air laut bagus sehingga pertumbuhan dan perkembangan benur berjalan normal. Namun, benur yang dibesarkannya itu masih sering terserang jamur. Selain itu, sering terjadi drop plankton selama musim hujan. Hanya saja Rony menambahkan, penjualan pada akhir April menurun menyusul masuknya musim pancaroba sehingga banyak petambak yang menunda tebar benur.
“Apalagi, infonya udang yang sekarang di tambak banyak yang terserang penyakit sehingga menciutkan nyali petambak lainnya untuk segera tebar benur. Belum lagi harga udang yang tak kunjung membaik sehingga petambak juga mengerem untuk jor-joran tebar benur,” Rony memperkirakan.
Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung)
Editor : Windi Listianingsih