Foto: Istimewa
Shrimp Technical Team STP memaparkan pentingnya biosekuriti dan manajemen pakan
Pengawasan penyakit di sentra budidaya udang membantu menemukan cara mencegah kehadirannya.
Serangan berbagai penyakit udang yang melanda Pantai Timur Provinsi Lampung beberapa waktu belakangan ini mendapat respon positif dari manajemen PT Suri Tani Pemuka (STP).
Mitra pembudidaya udang yang tergabung dalam Kelompok Kawasan Vaname (Kavas) itu menggelar sarasehan yang mengupas berbagai aspek mulai dari persiapan budidaya hingga pakan.
Sarasehan Kavas Lampung Timur bertema “Produksi Panen Meningkat Ekonomi Terangkat” berlangsung di Desa Sriminosari, Kecamatan Labuhan Maringgai.
Acara yang diikuti sekitar 100 peserta ini diramaikan dengan pembagian hadiah untuk pembudidaya dan penyerahan santunan kepada anak-anak panti asuhan.
STP menghadirkan tiga pembicara kompeten terkait kewsapadaan terhadap penyakit, pengelolaan kualitas air, manajemen pakan, dan biosekuriti.
Sarwana, Shrimp Technical Team nasional STP dalam sambutannya mengatakan, menjadi petambak udang merupakan pilihan yang tepat sebab pertumbuhan konsumsi udang dunia mencapai 10% per tahun.
Sementara, tren produksi udang hanya 5% per tahun sehingga bakal kekurangan pasokan.
Persiapan Menentukan
Alma Setiawan, Shrimp Techincal Team Indonesia Barat STP menguraikan topik pengelolaan kualitas air sebagai penunjang keberhasilan budidaya. Tipe tanah punya pengaruh terhadap kualitas air.
Alma menyebut, pH tanah seharusnya 6.5-8. Karena, pH air, alkalinitas, dan kesadahan dipengaruhi secara langsung oleh tipe tanah.
Sumber air laut juga memegang posisi penting karena kualitas air tambak sangat dipengaruhi sumber air laut.
Sumber air mempengaruhi populasi bakteri dan kebutuhan oksigen. Sumber air yang kaya nutrien menyebabkan naiknya kadar nitrogen dan fosfor pada air tambak.
Pada acara yang di acara yang dihadiri Hengki Santoso, head of STP unit Lampung dan Ashuri, Ketua Kelompok Kavas Maju Prima itu, Alma mengingatkan, titik pengambilan air harus memiliki jarak cukup jauh dari saluran pembuangan tambak tetangga atau tambak sendiri.
Air buangan harus diolah dan dibuang sejauh mungkin dari titik pompa dan gunakan kolam pengendapan atau pengolahan limbah. Pengolahan air bertujuan mendapatkan lingkungan optimal untuk hidup udang.
Lingkungan yang buruk menyebabkan turunnya fungsi kekebalan tubuh sehingga udang mudah terserang penyakit.
Konsep Biosekuriti
Rudi Hartono, Shrimp Technical Team STP memaparkan pentingnya biosekuriti dan manajemen pakan. Menurut Rudi, biosekuriti adalah usaha mencegah atau mengurangi masuknya penyakit ke suatu sistem budidaya dan mencegah penyebarannya ke tempat lain.
“Jadi, konsep biosekuriti adalah isolasi atau mencegah virus masuk dan eradikasi dengan desinfeksi tambak, alat, dan lain-lain,” ujarnya.
Saat ini biosekuriti belum banyak dilakukan dalam budidaya udang vaname karena masih kurangnya pengetahuan pembudidaya. Sering juga terjadi miskonsepsi soal pembiayaaan dan keuntungan dalam biosekuriti dan konstruksi tambak yang belum memenuhi syarat.
Rudi menjelaskan, hal yang harus dipahami dalam prinsip biosekuriti yakni target dan diagnosis penyakit, kontrol induk dan benih, kontrol lingkungan dan pelaksanaan praktik manajemen budidaya terbaik (best management practices, BMPs), serta program eradikasi patogen.
Praktik manajemen terbaik dalam pakan, urai Rudi, dengan membatasi pengunjung dan lalu lintas kendaraan; desinfeksi kendaraan, kaki, dan tangan sebelum masuk lingkungan budidaya; serta membangun pagar untuk mencegah masuknya pembawa penyakit.
Pengelolaan pakan yang tepat berperan penting terhadap kesuksesan budidaya udang. Pemahaman yang baik tentang pengelolaan pakan akan meningkatkan produktivitas dan keuntungan usaha budidaya udang.
Dia menambahkan, tingkat pemberian pakan berpengaruh terhadap udang, lingkungan, dan nilai konversi pakan (FCR). Pemberian pakan berlebih menyebabkan pertumbuhan udang lebih cepat dan umur pendek, namun risiko budidaya tinggi.
Dasar tambak menjadi kotor oleh limbah organik dan senyawa beracun dalam volume tinggi. Kualitas air juga jelek karena tingginya kadar senyawa beracun. Dampak lainnya, potensi penyakit dan terjadi kematian udang, serta FCR yang tinggi.
Jika pemberian pakan optimal maka pertumbuhan normal dan umur panjang; dasar tambak bersih dari limbah organik dan senyawa beracun. Lalu, kualitas air baik, senyawa beracun dalam volume rendah sehingga potensi penyakit rendah, FCR normal, serta keuntungan yang lebih besar.
Sementara, kekurangan pakan menyebabkan pertumbuhan lambat dan umur panjang. “Dasar tambak bersih dari limbah organik dan senyawa beracun. Termasuk, kualitas air cukup baik karena senyawa limbah organik dan senyawa beracun rendah. Namun kondisi ini merugikan karena daya tahan udang turun dan FCR bisa tinggi atau rendah dan merugi.
WSSV dan WFS
Ahmad Fauzi, shrimp healthy STP membahas manajemen kesehatan udang. Ia menguraikan WSSV belakangan banyak berjangkit di pantai timur Lampung, termasuk di Labuhan Maringgai.
Gejala klinisnya berupa kematian masal dalam waktu singkat. Udang yang terjangkit memiliki bintik putih di dalam kutikula. Bintik itu tidak bisa digesek dengan kuku. Gejala nonspesifik lainnya adalah penurunan nafsu makan, cangkang lunak, tubuh berwarna kemerahan, dan berenang di permukaan.
Selain itu, WFS juga merebak di Pantai Timur Lampung. Penyakit ini ditemukan sejak 1990-an pada udang windu namun tidak menjadi sorotan karena kerugian yang dtimbulkan minim.
Gejala WFS meliputi timbulnya kotoran putih, hepatopankreas dan usus kehilangan pigmentasi, udang tidak tumbuh dan FCR membengkak.
Sejak 2017 tim animal health STP mengidentifikasi penyebab utama WFS untuk mendesain cara pencegahan. Hasilnya, penyebab utama masih belum diketahui secara pasti sehingga lebih pas jika disebut sindrom.
Sumber menyebutkan microsporidia, gregarin, dan mikrosporidia terlibat dalam serangan WFS.
Menurut Ahmad, STP juga melakukan pengawasan (surveillance) untuk mengetahui perjalanan penyakit. Pengamatan dilakukan secara terus-menerus dan teratur untuk mengambil kesimpulan.
Kegiatan yang dilaksanakan sejak Januari 2018 di beberapa titik di Indonesia ini bertujuan mengamati dinamika dan tren kualitas air baku yang digunakan pada budidaya udang dan status potensi penyakit di suatu daerah.
“Suveilance diawali dengan studi epidemiologi untuk menentukan sampling point seperti kepadatan tambak, faktor risiko, dan jenis peraira). Parameter yang diukur meliputi kualitas sumber air dan pembawa penyakit,” pungkasnya. Sepanjang 2018 WSSV mewabah selama 4 bulan, yaitu Januari, April, Juni, dan Juli.***