Foto: dok. pribadi
NANANG TRIATMOKO, Ketua Kelompok Tani Cabai Banyuwangi
Musim penghujan menciptakan kelembapan tinggi yang perlu disiasati petani agar tanaman cabainya tak diganggu OPT.
Cabai masih tetap menjadi andalan petani komoditas hortikultura kendati harganya sangat berfluktuasi. Pada 9 Februari lalu, di Banyuwangi, pasaran cabai hanya berkisar Rp6.000-Rp7.000/kg, bahkan di Sukabumi cuma dibandrol Rp5.000/kg. Padahal awal 2018 harga lumayan tinggi, Rp20 ribu-Rp30 ribu/kg.
Di samping harga, dalam berproduksi petani menghadapi tantangan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Tanaman cabai sangat sensitif terhadap kelembapan tinggi yang dipicu melimpahnya air saat musim penghujan. Untuk itu perlu upaya memperkuat daya tanaman terhadap serangan hama dan cendawan. Caranya antara lain dengan meningkatkan pH tanah dan ketahanan tanaman.
Menurut Abdul Hamid, tanaman yang dibudidayakan di lahan dengan pH rendah lebih gampang terserang penyakit. Hasil pemupukan pun tidak maksimal karena hanya 5% pupuk yang akan terserap tanaman. Yang 95% diserap tanah atau hilang.
“Kebanyakan petani tidak pernah mengukur berapa pH tanah. Padahal, cukup dengan menggunakan alat ukur yang sederhana ditancapkan di tanah akan terlihat berapa pH tanah tersebut,” kata Sekjen Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) itu di Jakarta, Senin (28/1).
Hamid menganjurkan petani mengecek pH tanahnya sebelum ditanami. Bila pH rendah, sekitar 4, lahan diberi kapur dolomit yang mengandung magnesium sebanyak 9 ton/ha.
Pemupukan Maksimal
Di tataran praktisi, Nanang Triatmoko, petani maju asal Banyuwangi, mengungkapkan, dia selalu memastikan dulu pH tanahnya 6-7 sebelum ditanami. Setelah dibuat bedengan dan lajur tanaman, tanah diberi pupuk dasar NPK dengan porsi fosfor (P) yang lebih tinggi. Sumber P Bisa dari NPK yang P-nya tinggi atau dari TSP atau SP36. Dosisnya 5 kuintal/hektar (ha). Lalu jalur tanaman dipasangi mulsa hitam perak. Biarkan selama 3-5 hari hari, barulah ditanami.
Petani menerapkan pemupukan yang berbeda-beda. Saat musim hujan, kebanyakan menggunakan pupuk dengan kandungan (P) dan kalium (K) lebih tinggi untuk meningkatkan nutrisi pada tanaman. Sementara unsur nitrogen (N) didapatkan dari air hujan.
Nanang menjelaskan praktik pemupukan umum di kalangan petani. Metodenya bisa dikocor atau ditugal di samping tanaman. Pemupukan pertama dilakukan pada umur 10-15 hari dengan dosis 12,5 kg/ha bila metodenya kocor. Pemupukan kedua 25 kg, ketiga 50 kg, keempat 100 kg per hektar dan seterusnya sampai umur 65 hari. Intervalnya juga 10-15 hari tergantung kebiasaan.
“Kalau sudah rindang, berarti cukup nutrisi. Tapi kalau belum bagus, dikocor lagi umur 70-75 hari dengan dosis kelipatannya,” papar petani mitra industri saus cabai ini.
Pada musim hujan, petani memilih pemupukan dengan ditugal karena lahan lembap dan hemat tenaga kerja. “Setelah pupuk dasar, pemupukan kedua umur 25 hari dengan pupuk NPK berimbang sebanyak 4,5 kuintal/ha. Pemupukan ketiga umur 55 hari, dosisnya boleh sama dengan kedua,” urai pria yang lebih suka meramu pupuk sendiri ini.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 296 yang terbit Februari 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/