Peralihan musim hujan ke musim kemarau terpantau ekstrem. Bagaimana dampaknya terhadap petani padi?
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat harus tetap waspada terhadap kemungkinan cuaca ekstrem pada masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau. Nusa Tenggara hingga Bali sudah memasuki musim kemarau.
Sedangkan di Pulau Jawa dan Indonesia bagian tengah sampai barat masih transisi. Tahun ini puncak musim kemarau di Jawa diperkirakan berlangsung mulai Agustus hingga September 2018.
Pergeseran Waktu Tanam
Saat ini, sebagian besar petani di Pulau Jawa sedang melakukan penanaman terutama di daerah yang dekat dengan irigasi. “Secara umum, sekitar 50% petani padi baru menanam,” ungkap Arya Yudas, Marketing Manager Dupont HSB yang beberapa hari terakhir sibuk di lapangan, kepada AGRINA (8/5).
Agus Suryanto, Senior Crop Manager PT Bina Guna Kimia yang juga memantau area pertanaman padi mengatakan, musim tanam kali ini cenderung tertunda. “Khususnya daerah Jawa Barat,” terangnya.
Bukan hanya terlambat, Abdul Sakur Hafidz, petani padi asal Subang ini justru baru panen padi musim tanam (MT) I. Menurut Abdul, ia telat menanam padi karena sawahnya tergenang banjir. “Tanggul Sungai Batang Leutik jebol karena rusak pas banyak air hujan,” jelasnya. Namun ia optimistis, padi yang ditanam sejak Maret 2018 itu akan panen dengan hasil yang bagus.
Perubahan waktu tanam juga diungkapkan Sukoco, petani padi asal Bekonang, Mojolaban, Surakarta. Menurutnya, waktu tanam padi di daerahnya sudah tidak seperti dulu lagi. “Tanam padi kami tidak serentak karena pertanaman sebelumnya banyak yang gagal panen,” terangnya. Gagal panen tersebut akibat serangan hama sundep. Jadi, saat ini di wilayahnya ada pertanaman padi semua umur.
Prakiraan OPT
Menurut Sukoco, peralihan musim selalu berdampak bagi sektor pertanian. Saat musim hujan, suhu udara sangat lembap dan tanaman kurang sinar matahari. “Kalau kondisi seperti itu, banyak organisme pengganggu tumbuhan (OPT),” ujarnya. Namun sebaliknya, sewaktu musim kemarau tanaman padi mendapat sinar matahari yang cukup. Yang penting, lanjut dia, pengairan cukup supaya tanaman tumbuh bagus dan terhindar dari OPT.
Sejauh ini, berdasarkan pengamatan lapang, menurut Agus, kondisi pertanaman padi terlihat lebih baik, “Alhamdulillah, serangan OPT menurun,” katanya. Namun demikian, petani harus tetap waspada akan ancaman serangan hama dan penyakit.
Selama menelusuri beberapa daerah sentra, Arya menemukan sejumlah tanaman padi yang terserang penggerek batang dan hama putih palsu. Untuk pengendalian penggerek batang, petani bisa mengaplikasikan insektisida berbahan aktif klorantraniliprol 50g/l dengan konsentrasi 3 ml/l air. Penggunaannya pada umur 21 dan 28 hari setelah tanam (HST).
Sedangkan untuk penyakit, menurut Agus, sudah terlihat gejala busuk leher (neck blast). Untuk melindungi padi dari penyakit blas, petani bisa mengaplikasikan fungisida berbahan aktif tricyclazole dengan dosis 25 g/tangki sekitar 15 hari setelah sebar. Aplikasi berikutnya pada umur 30, 40, dan 60 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 25-50 g/tangki.
Jika musim kemarau nanti termasuk kemarau basah, kemungkinan yang menyerang adalah penyakit hawar pelepah. Dan kalau sampai awal Juni masih hujan, penyakit kresek juga bisa muncul.
Galuh Ilmia Cahyaningtyas