Deteksi Mastitis dengan Teknologi Digital
Elektrolit yang terkandung dalam susu bisa dijadikan indikasi sapi terkena mastitis.
Para peternak sapi perah tentu sangat sering mendengar bahaya yang ditebarkan oleh mastitis alias radang ambing. Penyakit ini memang umum terjadi di peternakan rakyat, tetapi sampai sekarang penanggulangannya belum maksimal.
Karena itu, mengetahui keberadaan mastitis secepat mungkin menjadi penting. Bila tak cepat ditangani, mastitis bisa sampai menyebabkan ambing tidak berfungsi normal, bahkan produksi susu dapat saja terhenti. Drh. Pammusureng, Sekretaris Ikatan Dokter Hewan Sapi Perah Indonesia (IDHSPI), mengutarakan, infeksi di ambing sapi perah bila berlanjut bisa berakibat organ tidak berfungsi yang disebut dengan mastitis klinis.
Namun, menurut Pammusureng, bahaya yang lebih serius justru ada pada kondisi subklinis. Mastitis subklinis terjadi bila infeksi yang disebabkan bakteri lebih sedikit sehingga gejala fisik susah ditemukan. “Tidak kelihatan oleh peternak, akibatnya mengganggu ambing dalam bentuk fungsi maupun produksi susunya jadi jelek, kurang bagus kualitasnya walaupun susunya tetap keluar,” jelasnya saat dihubungi AGRINA via telepon.
Efek yang ditimbulkan mastitis subklinis ini juga tidak main-main. Ia mengungkapkan penurunan produksi susu akibat mastitis subklinis cukup besar, bisa mencapai 30%. “Sangat merugikan peternak karena tidak kelihatan tapi sudah hilang produksinya,” imbuhnya.
Soeparno, Marketing Manager PT Agro Primalab Indonesia, pemasok alat-alat kesehatan hewan di Depok, Jabar, juga sependapat dengan Pammusureng. Menurutnya, peternakan sapi perah memang terutama memproduksi susu. Jadi, “Kalau ada ambing yang terkena mastitis, otomatis nggak bisa diambil susunya karena itu ‘kan sakit. Perlu disembuhkan dulu,” cetusnya.
Untuk itu, PT Agro Primalab Indonesia mendatangkan alat dengan nama Mastitis Detector merk Darminski, produsen alat peternakan asal Polandia. Fungsinya mengecek keberadaan mastitis dengan teknologi digital guna mempermudah peternak megetahui status kesehatan sapinya. “Lebih simpel ini dan nggak perlu ribet bawa-bawa mastitis test kit,” lanjut Soeparno.
Teknologi Digital
Oleh sebab mastitis subklinis tidak menampakan gejala radangnya di luar, perlu dilakukan uji susu yang dihasilkan sapi agar mengetahui ada tidaknya infeksi mastitis dalam ambing. Dari penuturan Pammusureng, kalau ada infeksi mastitis, pasti ada sel darah putih yang memerangi bakteri tadi, maka jumlah sel darah putih dalam susu pun meningkat. “Biasanya kita gunakan sampling susu dengan California Mastitis Test (CMT). Makin banyak makin sel darah putih yang terkandung, susu makin mengental setelah dites dengan CMT,” ujar pria ramah ini.
Selain itu, seiring kemajuan teknologi, saat ini pengujian mastitis bisa juga dengan peralatan modern. Tidak seperti model uji CMT, alat uji digital dilakukan dengan melakukan perhitungan dari elektrolit yang ikut keluar besama susu. “Ada elektrolit masuk ke dalam susu yang seharusnya sedikit, menjadi banyak, itu yang dideteksi. Akurasinya sama saja. Semakin banyak elektrolit yang terkandung, semakin parah sel di dalam yang rusak akibat mastitis,” ulasnya.
Begitu juga cara kerja dari alat Mastitis Detector. Pemasangan probe (sensor) pada alat uji itu, jelas Soeparno, berfungsi untuk menganalisis banyaknya elektrolit dan langsung dikonversi menjadi angka-angka yang mudah dipahami peternak. Makin rendah angkanya, makin berisiko kena mastitis subklinis, dan bila di bawah 250, artinya positif. “Keempat ambing harus sama angkanya. Nanti kalau ada perbedaan lebih dari 50, baru itu kena mastitis. Misal ambing pertama sampai ketiga sekitar 400, ambing keempat 310, itu berarti ambing keempat kena mastitis subklinis. Dan pengukurannya harus setiap hari,” jelasnya.
Teknis Penggunaan
Cara penggunaan Mastitis Detector mudah. Untuk alat dengan satu wadah, cukup tuangkan susu ke dalam wadah, lalu tekan tombol tanda siap menghitung. Pada layar akan langsung terlihat angka. Begitu pindah ke ambing selanjutnya, susu tadi dibuang, lantas masukkan susu yang baru. “Ini nggak perlu disterilkan lagi, hanya dilap aja. Karena dengan dibuang begitu saja susu nggak nempel,” beber pria yang sebelumnya bekerja di perusahaan serupa selama 11 tahun.
Alat ini dibuat dalam empat tipe. Tipe pertama dengan empat wadah, susu dari satu puting diuji dalam satu wadah. Tipe kedua, satu wadah dengan empat tampilan angka di layar yang memungkinkan menyimpan hasil uji sebelumnya, dan tipe terakhir satu wadah dan satu tampilan angka. “Harganya mulai dari Rp8 juta,” ia berpromosi.
Diakui Soeparno, sampai saat ini pelanggannya masih banyak datang dari perusahaan-perusahaan besar karena memang harganya yang terbilang tinggi. Tapi bukan berarti investasi pada alat ini tidak penting karena mastitis masih mengintai di mana-mana.
Arfi Zulta HB