Panen pada musim penghujan sangat mengkhawatirkan bagi petani karena jagung amat mudah terserang cendawan.
Jagung basah yang disimpan lebih dari dua hari di gudang lembap dan panas akan segera ditumbuhi cendawan (jamur), khususnya Aspergillus flavus. Cendawan ini menghasilkan mikotoksin (racun). Salah satunya aflatoksin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia/hewan bisa sampai termakan karena sifatnya karsinogenik, selalu ikut terbawa (carry over), dan tahan terhadap suhu tinggi.
Karena itu pemerintah menetapkan batas maksimal kadar aflatoksin sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah 50 ppb untuk jagung pakan ternak. Sedangkan batas maksimal standar perdagangan internasional sebanyak 20 ppb. Sementara pada jagung pangan, kadarnya dibatasi paling banyak 5 ppb. Sampai saat ini belum ada cara yang tepat untuk menetralisasi aflatoksin ini kecualidengan menjaga agar cendawan penghasil aflatoksin tersebut tidak tumbuh selama jagung disimpan.
Matikan Mikroorganisme dan Serangga
Ada kabar gembira bagi para petani, peternak, juga pabrik pakan. Hasil penelitian membuktikan penyimpanan jagung basah, baik yang masih berbentuk tongkol maupun sudah berupa pipilan, dengan teknologi hermetik mampu mencegah tumbuhnya cendawan. Kondisi hermetik bisa diciptakan dengan menyimpan jagung dalam wadah/ruang kedap udara, misalnya Kantong (hermetik) Semar, yaitu kantong plastik khusus yang nyaris tidak dapat ditembus udara.
Plastik khusus tersebut terdiri dari 9 lapisan. Kemampuan penetrasi kelembaban kantong ini sangat rendah (Water Vapor Transmission Rate – WVTR), yaitu kurang dari 5 gr/m2/hari. Jadi, kanting ini sangat ampuh mempertahankan kadar air biji-bijian yang disimpan di dalamnya.
Ketika jagung disimpan dalam kantong hermetik, proses respirasi jagung beserta serangga dan mikroorganisme termasuk cendawan yang ikut bersamanya, akan tetap berlangsung. Semua makhluk hidup itu akan terus menghirup oksigen (O2) di dalam kantong dan mengeluarkan gas karbondioksida (CO2). Dalam waktu hanya beberapa hari, kadar O2 di dalam kantong akan menurun drastis sampai di bawah 1% karena terhirup. Sementara kadar CO2 terus bertambah sampai lebih dari 15% lantaran udara dari luar kantong tidak dapat menembus masuk ke dalam kantong dan CO2 di dalam kantong juga tidak bisa menembus keluar dari kantong.
Kondisi hermetik di dalam kantong yang sangat rendah oksigen dan sangat tinggi karbondioksida tersebut akan menyebabkan semua makhluk hidup mati. Termasuk cendawan yang membutuhkan kadar oksigen minimal 1% untuk hidup. Walhasil, makhluk hidup itu tidak lagi menimbulkan gangguan pada jagung yang disimpan untuk jangka waktu lama.
Naikkan Bobot Sapi
Apabila yang disimpan jagung basah dalam suhu ruang tinggi, maka bakteri anaerob, yang tidak membutuhkan oksigen, akan sangat aktif dan menyebabkan fermentasi pada jagung. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan asam asetat yang meningkatkan nilai nutrisi jagung tersebut. Hal ini, seperti dilansir Dick Ziggers dalam Feed Technology edisi Juli 2009, telah dibuktikan secara ilmiah oleh Profesor Arnold Elepano dari University of the Philippines di Los Banos, Filipina, pada 2008.
Hasil riset Elepano itu mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Stock, Brink, & Britton pada 1985, yaitu campuran 50% jagung terfermentasi dan 50% jagung kering biasa menghasilkan kenaikan bobot rata-rata harian (Average Daily Gain - ADG) pada sapi potong 5% lebih tinggi ketimbang yang hanya diberi jagung kering biasa. Hal yang sama juga terjadi pada ternak lain, termasuk unggas. Selain itu, nafsu makan ternak juga meningkat karena bau sedap yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut. Bahkan, jagung basah dengan masa simpan lebih dari 150 hari pun masih memberikan hasil yang baik.
Pakan ternak terfermentasi tersebut sudah lama digunakan peternak di Amerika Serikat dan Kanada. Namun praktik seperti ini masih belum dijalankan di Indonesia. Padahal di wilayah tropis yang panas proses fermentasi jagung akan berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan di wilayah subtropis yang lebih dingin. Pasalnya, aktivitas bakteri anaerob yang tinggi dicapai pada suhu sekitar 35oC.
Kesimpulannya, teknologi penyimpanan hermetik membuka peluang yang sangat besar untuk menyelamatkan jagung basah dari kerusakan. Tak hanya itu, teknologi ini sekaligus juga dapat mendongkrak harga jual jagung petani kepada peternak konsumennya yang akan ikut mendapat keuntungan dari meningkatnya nilai nutrisi dan kesehatan ternaknya.
Ir. Tony J. Kristianto, Pakar Agribisnis