Kamis, 20 Pebruari 2014

Pilih-Pilih Penyemprot

Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) secara kimiawi membutuhkan penyemprot yang sesuai agar aplikasi pestisida tepat sasaran.

Pengendalian OPT terpadu sudah disosialisasikan ke kalangan petani dengan mengombinasikan cara manual, fisika, biologi, dan kimiawi sebagai opsi terakhir.  Namun praktik di lapangan petani sampai hari ini, masih banyak petani yang mengandalkan pestisida sebagai cara utama.  Agar pestisida dapat menyasar target secara tepat, mereka memerlukan sarana penyemprot yang tepat pula.

Rp100 Miliar

Menurut Sudradjat Yusuf, Direktur PT Tritama Wirakarsa, penyedia pestisida dan sprayer merek Frog di Jakarta, saat ini di pasaran beredar lebih dari 20 merek penyemprot (sprayer) dengan variasi model, bahan pembuatnya, cara kerja, dan juga harga. Berdasarkan karakter komoditas yang akan disemprot, ada tiga segmen pasar sprayer, yaitu padi, sayuran, dan kebun. Petani yang menggeluti tiga kelompok komoditas tersebut punya selera masing-masing dalam memilih perangkat penyemprot.

“Petani padi itu lebih senang sprayer belalai gajah yang nyemprotnya di atas. Kenapa suka yang gitu karena pompanya di atas tidak mengganggu. Kalau petani sayuran suka yang di pinggir (di pinggang). Ada kecenderungan petani sayuran sprayer-nya lebih canggih. Mereka akan beli, tidak melihat harga. Petani sayuran merasa hebat kalau pakai sprayer dengan baterai. Nggak capek nyemprot sampai 20 kali. Sementara petani kebun lebih suka sprayer yang pompanya panjang dan canggih itu. Kalau kebunnya luas, sudah pakai motor sprayer. Satu drum disemprotkan seperti nyiram,” ungkap Sudradjat.

Selera petani padi, lanjut dia, cenderung stagnan. Pangsanya mencapai 60%. Namun, mereka umumnya menggunakan sprayer yang murah meriah, sekitar Rp200 ribuan per unit. Sedangkan petani sayuran dengan pangsa 20% yang memilih sprayer bermesin atau elektrik sanggup merogoh kocek hingga Rp700 ribuan per unit. Sisanya, petani perkebunan, mampu menjangkau sprayer kelas menengah yang bandrolnya Rp270 ribu hingga Rp500 ribu per unit.

Kelebihan

Sudradjat sendiri memilih pangsa perkebunan. Kendati lebih mengandalkan pestisida sebagai bisnis utama, toh ia mampu menjual 4.000-5.000 unit sprayer setahun. Frog, demikian nama produknya, ikut meramaikan pasar yang telah dikuasai merek-merek ternama, semacam Swan, Solo, juga Maspion yang belakangan beriklan di televisi.

“Frog ini nggak cocok untuk padi. Mereka (petani) nggak suka yang di samping. Kalau di sayuran kita coba juga, tapi persaingannya ketat. Ada yang lebih murah,” alasan Sudradjat tentang pemilihan segmen perkebunan. Walhasil, Frog yang baru empat tahun beredar, saat ini sudah digunakan petani kopi dan kakao di Sulawesi, Lampung, sebagian Jawa Tengah, dan sedikit di Sumatera Utara. Apalagi harga yang ditawarkannya cukup terjangkau, Rp270 ribu – Rp300 ribu/unit. 

Selain harga, Frog menawarkan kelebihan dalam bahan baku polietilen yang lebih lentur. Sedangkan soal teknologinya, lanjut Sudradjat, di dalam tangki dilengkapi pengaduk. “Pestisida itu setelah diaduk disarankan langsung disemprotkan. Kalau perkebunan besar pakai motor sprayer yang drum-druman. Waktu nyemprot dia selalu mengaduk terus, makanya pestisida itu ada emulsi (stabilizer),” urainya.

Lain lagi alasan PT Panca Agro Niaga Lestari distributor sprayer PB 16 di Jakarta yang juga menyasar pasar perkebunan. ”Kalau kita bicara perkebunan, kita banyak fokus di Kalimantan dan Sumatera. Sumatera pun hanya Pekanbaru (Riau) dan Palembang (Sumsel). Nah, karena produk ini asalnya dari Malaysia, banyak perkebunan sawit yang GM-nya dari Malaysia. Kita tidak usah cerita banyak. Tinggal cek, harga kita berapa, kita tidak usah cerita kualitas,” jelas Herry Theo, Presiden Direktur Panca Agro Niaga kepada AGRINA beberapa waktu lalu. Ia mematok sprayernya Rp450 ribu/unit, sudah termasuk pajak.

Herry membanggakan daya tahan bahan tangkinya yang sangat kuat. Orang berbobot sampai 80 kg berdiri di atasnya pun tidak pecah. Tambahan lagi tangki tanpa sambungan sehingga kemungkinan bocor cukup kecil. “Kelebihannya, leaking (kebocoran) mudah kelihatan karena semua alatnya di luar. Contohnya, kalau yang lama, sprayer sudah isi cairan racun, semprotan nggak kenceng, baru tahu kalau ada yang rusak. Apa yang terjadi? Kita mesti bersihkan dulu, bongkar, cari yang bocor di mana. Kalau di luar, ada netes sudah kelihatan. Dan yang sering terjadi cuma netes di sini (karet tempat spray), itu gampang sekali kita ganti, tidak usah buang cairan yang ada di dalam,” paparnya sembari mempraktikkan pembongkaran bagian yang bisa rusak.  

Peni Sari Palupi, Syatrya Utama, Ratna Budi Wulandari

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain