Bangkitnya budidaya udang windu mendongkrak kebutuhan benurnya. Sayang, induknya masih tangkapan alam sehingga perlu seleksi ketat agar benurnya berkualitas.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara kini tengah berupaya menghasilkan benur udang windu berkualitas. Unit pembenihannya yang terletak di Desa Bandengan, Kec. Jepara, Kab. Jepara, Jawa Tengah ini baru beroperasi pada 2012 tetapi telah bersertifikat Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) dengan predikat sangat baik.
Seleksi Tangkapan Alam
“Kita masih menggunakan induk tangkapan alam karena induk domestikasi belum berkembang bagus,” ujar Adi Susono, operator hatchery udang windu di Unit Pembenihan Udang, BBPBAP Jepara kepada AGRINA. Namun, induk itu diseleksi menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) sehingga dipastikan bebas penyakit virus. Induk ini diharapkan terbebas dari white spot syndrome virus (WSSV), infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV), dan monodon baculovirus (MBV).
Menurut Adi, faktor utama kualitas benih dari induk hasil tangkapan alam adalah bebas penyakit karena bersifat letal (mematikan). “Benih itu juga bisa tumbuh baik kalau nutrisinya baik, lingkungannya baik. Itu bisa kita utak-atik. Kalau kualitas nutrisi kurang baik, kita bisa main di survival rate (SR, kelangsungan hidup) yang lebih rendah. Kalau penyakit, masuk WSSV, itu letal. Itu yang harus kita kontrol,” paparnya.
Induk betina yang berukuran di atas 200 gr dan induk jantan berukuran 80-90 gr itu diambil dari perairan Jepara, selatan Jawa, hingga Aceh. Perbandingan induk jantan dan betina 1 : 2 atau 2 : 3. Induk hanya dipijahkan dua kali. Sekali memijah, induk akan menghasilkan sekitar 600 ribu-700 ribu butir telur. Dari jumlah itu, yang akan menetas menjadi larva hanya sekitar 30%-nya.
Di unit pembenihan udang windu ini terdapat 12 bak pembenihan yang bisa menghasilkan 12 juta ekor benur. Namun yang digunakan hanya 10 bak untuk memproduksi 10 juta benur/bulan. Menurut Adi, produksi bisa ditingkatkan sampai dua kali lipat.
Produksi benih juga dipengaruhi musim budidaya udang. Saat musim hujan, sambung dia, petambak ramai tebar benur. Pasalnya, pada musim hujan salinitas (kadar garam) turun hingga 20-25 ppt sehingga benur bisa hidup dengan nyaman. Sedangkan pada musim kemarau salinitas terlalu tinggi, mencapai 40-50 ppt.
Produksi benur di Jepara ini, imbuh Adi, belum ada kendala berarti sehingga bisa kontinu. Telur udang akan menetas pada salinitas minimal 28 ppt. Sayangnya kalau hujan lebat sering terjadi intrusi air tawar, jadi salinitas turun sampai 25 ppt. Akibatnya, telur tidak menetas.
Benih Double Screening
Sebelum dipasarkan, benih udang windu diuji menggunakan teknologi double screening. Teknologi double screening adalah memproteksi serangan penyakit atau virus secara bertingkat dan menjaga kestabilan parameter kualitas air media pemeliharaan di areal pertambakan.
Setelah di-screening, induk windu hasil tangkapan alam dibedakan menjadi induk negatif dan positif virus, khususnya WSSV. Induk yang positif virus disingkirkan, sedangkan induk negatif virus dipelihara untuk menghasilkan benih bebas virus (Specific Pathogen Free, SPF).
Induk negatif virus yang telah matang kelamin akan menghasilkan nauplii. Nauplii dipelihara di bak larva hingga umur lima hari (Post Larvae/PL 5). “Waktu PL5, kita transfer ke bak baru dan kita cek PCR. Yang negatif kita teruskan masuk ke bak baru, yang positif kita musnahkan. Saat benih keluar, kita rendam dengan formalin dosis 200 ppm selama 30 menit. Itu tahap yang kita sebut double screening dari induk, benih, kemudian waktu pengeluaran kita rendam dengan formalin,” tambah Joko Sumarwan, S.Pi, perekayasa pembenihan udang, BBPBAP Jepara. Perendaman formalin ini bertujuan memisahkan benur yang sehat dengan sakit sehingga benih yang tersebar di kalangan masyarakat benar-benar benih bagus.
Benih yang telah mencapai PL12 siap dipasarkan dengan harga sekitar Rp15/ekor. Harga ini berfluktuasi berdasarkan kondisi pasar. Benih unggul rakitan unit pembenihan udang BBPBAP Jepara ini diminati pembudidaya di berbagai daerah, seperti Kalimantan Timur, Jawa Timur (Gresik, Lamongan, Sidoarjo), Jawa Tengah (Brebes, Tegal, Pekalongan, Kendal, Semarang, Demak, Jepara, Pati, dan Rembang), Jawa Barat (Indramayu, Cirebon), Banten (Tangerang), serta Sumatera Selatan. “Di mana pun diperlukan, kita kirim. Cuma kita juga hitung jarak dan waktu. Jarak amannya paling lama sampai 12 jam,” jelas Adi.
Tertarik memesan?
Windi Listianingsih