Dengan teknologinya yang terdepan, perusahaan multinasional ini hadir di Indonesia terutama untuk membantu pencapaian peningkatan produksi pangan.
Usai memimpin sejumlah pertemuan dengan koleganya di Jakarta, Andrew Guthrie, Regional Director Asia Pacific Syngenta, menghabiskan waktunya sekitar 40 menit untuk berbincang tentang pertanian Indonesia. Berikut petikan wawancaranya dengan Peni Sari Palupi dari AGRINA di kantor Syngenta Indonesia, Jakarta Selatan, bulan lalu.
Bagaimana pandangan Anda terhadap Indonesia saat ini?
Pertama, saya lihat di masa mendatang, pertanian di Indonesia mempunyai potensi yang amat besar. Dan upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan, perlu teknologi terdepan yang bisa disediakan bagi petani Indonesia.
Kedua, kami juga melihat pada masa mendatang penggunaan benih bioteknologi akan memberikan nilai tambah. Beberapa teknologi yang kami punyai di antaranya benih jagung yang tahan terhadap kondisi kering. Membantu petani untuk memproduksi lebih tinggi dengan sumber daya yang mereka miliki adalah hal yang sangat penting. Jika teknologi sudah tersedia, berikutnya memastikan petani mendapatkan pengetahuan dan pelatihan tentang penggunaan teknologi ini secara benar.
Ketiga, kami ingin pemerintah menciptakan iklim yang baik untuk mendorong investasi perusahaan. seperti halnya Syngenta, kami punya sejarah panjang dalam kerjasama dengan Kementerian Pertanian. Kami akan melanjutkannya ke depan tapi hal ini juga tergantung pemerintah menciptakan iklim investasi yang baik.
Komoditas apa saja yang jadi fokus Syngenta di sini?
Tentu saja, padi, jagung dan sayuran menjadi komoditas utama bagi kami. Namun kami juga punya produk dan teknologi untuk tanaman lain. Komoditas lainnya adalah specialty crop. Untuk Indonesia, sawit, kami punya posisi kuat di sini. Juga kakao kami pun memiliki solusi bagi produsen kakao. Ada juga komoditas yang lebih kecil lagi yang juga difokuskan oleh pemerintah, seperti kedelai. Kami sangat terlibat dalam peningkatan produksi kedelai di banyak negara sehingga kami bisa membawa solusi di negara lain itu ke Indonesia.
Teknologi kedelai apa yang menurut Anda cocok untuk Indonesia?
Salah satunya adalah produk perlakuan benih, yaitu menggunakan sedikit bahan kimia sebelum benih ditanam untuk membuat tanaman lebih subur. Produk ini namanya Cruiser. Produk lain yang juga sudah terbukti di belahan dunia lain adalah serangkaian fungisida pengendali penyakit pada tanaman kedelai. Kami punya portofolio yang kuat untuk meningkatkan produksi kedelai.
Di Indonesia kedelai tidak menarik dibudidayakan dan produktivitas juga rendah. Komentar Anda?
Saat ini dunia sedang tertarik dengan kedelai karena kekeringan yang terjadi di Amerika sehingga menurunkan ketersediaan stok jagung dan kedelai dunia. Jika stok menurun, harga akan meningkat. Saya tidak bisa berspekulasi akan seberapa tinggi harganya secara tepat, tapi jika kita lihat tren umum permintaan komoditas, seperti jagung dan kedelai, akan meningkat. Cukup aneh juga petani di sini tidak tertarik menanam. Salah satu jalannya untuk lebih membuat mereka tertarik ya meningkatkan hasil, itulah yang Syngenta bisa tawarkan.
Apakah Anda punya benih transgenik?
Ya, kami punya. Kebanyakan budidaya kedelai di AS dan Amerika Latin menggunakan benih transgenik. Di Asia hanya Filipina yang menanam jagung transgenik. Di Asia Pasifik, kami punya kapas transgenik yang mengatasi masalah hama serangga. Juga kanola transgenik di Australia.
Bagaimana dengan jagung transgenik Anda, kapan akan dirilis ke pasar?
Saya tidak tahu tepatnya. Alasannya, kami sedang melakukan uji dan mengusulkan. Kami berharap kami juga diizinkan untuk menanam jagung transgenik di Indonesia. Jadi, kepastian waktunya saya tidak tahu tapi saya yakin suatu ketika benefit jagung transgenik akan sampai ke Indonesia. Untuk benih nontransgenik, kami secara konsisten memasukkan ke Indonesia. Secara global kami membelanjakan US$1 miliar setahun untuk R& D. Kebanyakan untuk mengembangkan hibrida.
Indonesia tahun lalu impor jagung 3,2 juta ton. Bagaimana jalan keluarnya?
Ya, seperti kami tekankan tadi, meningkatkan hasil dengan aplikasi teknologi. Bicara ketahanan pangan, ini sangat menarik. Bagi negara Anda yang kaya akan sumber daya alam, bagaimana mencapai ketahanan pangan ya lebih ke sisi on farm. Memproduksilah lebih banyak.
Bagaimana dengan padi, apa yang khusus Anda tawarkan?
Kami pandang padi sebagai komoditas kunci di sini. Kami tawarkan untuk memproduksi lebih banyak. Kami bantu mulai dari pembibitan untuk mendapatkan bibit lebih kuat. Lalu melindungi tanaman, lalu memaksimalkan biji, dan mengamankannya sehingga tumbuh lebih banyak. Kami juga akan mengembangkan padi hibrida. Saat ini memang masih sedikit padi hibrida. Memang sejarah hibridisasi lebih lama pada jagung. Tapi ada potensi untuk mengembangkannya di sini.
Apakah kami perlu belajar dari China dan India dalam hal padi hibrida?
Ya memang China dapat menaikkan produksinya secara signifikan. Tapi lebih baik Anda mengembangkan sendiri yang cocok untuk Indonesia. Atau kalau belajar, ya dari negara yang mirip kondisinya dengan Indonesia. ***