Keraguan mungkin masih menghinggapi konsumen yang ingin membeli ATV untuk menunjang usahanya. Setelah beli, bagaimana?
Pemikiran itu menimbulkan kegalauan tersendiri bagi para calon pembeli ATV (All Terrain Vehicle). Kebutuhan akan kendaraan operasional kebun yang praktis, ringan, dan mampu menembus medan sulit, semakin penting. Namun, layaknya jual beli kendaraan bermotor, layanan purnajual seperti training penggunaan kendaraan, kemudahan mendapatkan suku cadang, hingga akses bengkel menjadi pertimbangan tersendiri.
“Pertanyaan yang masih sering muncul pada kami adalah Yamaha serius nggak sih bisnis ATV ini? Terus keseriusan ini akan dikembangkan atau cuma coba-coba market? Saya tegaskan, ini serius!” ungkap Indra Gumay Putra, Manager ATV, Generator & Instancy, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), kepada AGRINA.
Indra menambahkan, nama besar Yamaha seharusnya cukup menjadi jaminan. “Ini yang jual Yamaha langsung, bukan importir umum. Yamaha ‘kan ATPM, Agen Tunggal Pemegang Merek. Kalau sewaktu-waktu terjadi sesuatu, perusahaan ini masih ada, PT YIMM masih berdiri. Itu tanggung jawab sebenarnya,” tegasnya.
Siap Jaringan
Penggunaan ATV sebagai alat angkut di perkebunan, pertambangan, bahkan peternakan tidak mungkin berlokasi di pusat kota. Kesempatan inilah yang dibaca oleh PT YIMM. Pengembangan jaringan di wilayah-wilayah terdekat dengan pengguna ATV pun digencarkan. Diawali dengan Medan pada 2008, saat ini ada 6 agen yang tersebar di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
“Kalau untuk wilayah Medan, kami melayani wilayah NAD (Nangroe Aceh Darussalam), Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Sekarang sudah ada di Padang, Bangka Belitung, dan Lampung. Di Kalimantan ada Pontianak dan Banjarmasin,” kata Hamdani, Sales Supervisor ATV PT Alfa Scorpii, Medan saat dihubungi AGRINA melalui telepon.
Perluasan jaringan ini jelas semakin memudahkan konsumen untuk membeli ATV di wilayah yang lebih dekat dengan bisnis mereka. “Tidak hanya kebun, misalnya di Aceh ada tambang emas, dia bisa beli di Medan. Tambang batubara di Kalimantan Selatan, bisa ambil di Banjarmasin. Lalu berbagai bisnis perkebunan seperti sawit atau karet, bisa beli di wilayah terdekat. Bahkan, kami sampai mengajak Marketing ATV Yamaha Jepang melihat sendiri ke kebun sekaligus meyakinkan pembeli,” Indra menambahkan.
3S (Sales, Service, Spare Part)
Jaringan yang luas, terasa percuma jika tidak disertai dengan pelayanan purnajual yang memadai. Indra menjamin, pelayanan purnajual ATV sudah sangat siap. Setelah ATV digunakan oleh konsumen, bagian servis dan mekanik akan selalu siap mendatangi kebun-kebun pengguna.
Layanan pertama yang diberikan adalah mengantarkan sendiri ATV sampai ke kebun pembeli, tidak melalui jalur ekspedisi umum. Selain untuk menjamin ATV sampai di tangan konsumen yang tepat, saat serah terima itulah diperlukan beberapa pelatihan dan pendampingan kepada operator ATV di kebun.
“Saat pertama kali ATV itu diantar, kami mengajari cara penggunaannya. Turun ke lapangan, dan bawa ke medan-medan yang menurut mereka berat. Kami ajari cara pemakaiannya, jangan sampai salah pakai. Kami dampingi sampai operator itu paham betul menggunakan dan merawat ATV,” papar Hamdani.
Tidak berhenti sampai di situ. Bila penggunaan ATV sudah mencapai 2.000 km, pihak YIMM akan kembali datang untuk melakukan pengecekan pertama. Hamdani menjelaskan, servis pertama ini meliputi penggantian oli dan servis peralatan berkala yang dilakukan bersama-sama dengan montir atau mekanik yang ada di kebun. Kesempatan ini pula yang digunakan para mekanik dan operator untuk memberikan masukan bahkan keluhan selama menggunakan ATV.
Spare part, atau suku cadang juga menjadi komponen penting yang menjadi perhatian. “Spare part yang memang perlu mendesak seperti busi, rem, ban, hal-hal yang dianggap perlu seperti itu, mereka harus siapkan. Kami ajari juga bagaimana cara menggantinya,” cetus Indra.
Hamdani menambahkan, keluhan suku cadang memang jarang ditemui pada servis pertama. “Permasalahan biasanya akan timbul setelah sekian tahun pemakaian. Itu semua ‘kan tergantung perawatannya. Kalau tidak dirawat dengan baik, akan timbul masalah. Dan kalau ada masalah tidak ada koordinasi dengan kami, itu akan memancing kerusakan yang lain. Sebaiknya koordinasikan dengan kami, apa solusinya. Kalau memang masih bisa dikerjakan oleh mereka, maka mereka saja yang kerjakan. Tapi kalau memang tidak bisa, kami yang akan turun langsung,” tandasnya.
Jadi, masih perlu dipertanyakan keseriusannya?
Renda Diennazola, Syatrya Utama, Liana Gunawati