Akibat alat tangkap terlampau sederhana, nelayan tak raih hasil layak dan boros BBM. Mengapa tak coba setnet?
Lihat saja, biaya operasional melaut mencapai Rp60 juta–Rp70 juta per perjalanan (trip) untuk kapal bertenaga 30 gross ton (GT). Sekitar 60% biaya itu untuk bahan bakar minyak (BBM) solar. Belum lagi jika kapal itu tak didukung peralatan tangkap memadai, hasil yang didapat pasti tak banyak. Jadi, tantangan nelayan ke depan adalah meningkatkan hasil tangkapan dan menekan biaya operasional.
Bustami Mahyudin, Kepala Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang, Jateng, mengatakan, hasil tangkapan dan penghematan biaya penting. Sudah saatnya, nelayan menggunakan peralatan tangkap yang bisa menghemat dan menghasilkan tangkapan maksimal. “Dengan jaring setnet, pekerjaan jadi lebih efektif dan efisien," katanya. Setnet adalah perangkap ikan yang ramah lingkungan, dipasang menetap di daerah penangkapan secara terus menerus siang dan malam, bersifat pasif dan menghadang migrasi ikan.
Lebih Menguntungkan
Teknologi penangkapan dengan setnet bisa mengatasi masalah penggunaan alat tangkap yang terlampau sederhana, kurang selektif terhadap ikan, dan berpotensi merusak ekosistem laut. Alat tangkap yang tak efektif juga mengakibatkan pemborosan BBM, waktu melaut menjadi lebih lama dan hasil tangkapan lebih rendah. “Penggunaan setnet bisa menghemat biaya melaut seperti BBM, logistik nelayan, waktu pengangkatan ikan dan lain sebagainya,” tandas Bustami.
Sementara itu Fachruddin, perekayasa madya BBPPI, menjelaskan, dibandingkan teknologi penangkapan ikan yang lain, setnet lebih efisien dengan tingkat produktivitas tinggi, sangat ekonomis, tahan lama, mudah dalam pengoperasian, dan hasil tangkapan dalam keadaan hidup. “Selain itu, bisa dipadukan dengan pengembangan marine culture, ramah lingkungan, bersifat pasif dan selektif menangkap spesies ikan yang melakukan migrasi,” paparnya.
Dengan setnet, tambahnya, nelayan bisa menangkap gerombolan ikan yang bermigrasi untuk mencari makan, memijah atau migrasi lainnya. “Kualitas hasil tangkapan ikan hidup jauh lebih tinggi dibandingkan ikan yang mati meski masih segar,” jelas Fachrudin.
Pengoperasian alat ini juga lebih cepat, butuh 2–4 jam dari berangkat menuju tempat pemasangan setnet hingga pengambilan ikan dan kembali ke fishing base (pangkalan pendaratan ikan). Dengan hanya memiliki kapal bertenaga 5 GT, ikan yang bisa didapat mencapai 250 kg. Sedangkan biaya operasional kurang-lebih Rp150 ribu per trip untuk BBM dan logistik.
Bisa Menyimpan Ikan
Jumlah itu jauh menguntungkan dibanding menggunakan kapal yang sama tapi memakai alat tangkap sederhana. Nelayan harus berlayar sejauh 6 mil laut dan butuh 2 hari 3 malam guna menangkap ikan dalam satu trip. Biaya operasional yang dikeluarkan antara Rp1 juta- Rp1,5 juta dan hasil tangkapan sekitar 2 ton.
“Selain hemat BBM, nelayan tak perlu berlayar jauh dari fishing base untuk mencari ikan. Karena setnet dipasang pada jarak 1-2 mil laut,” kata Fachrudin. Nilai tambah lainnya, nelayan bisa menentukan kapan ikan diangkat dan dijual. Jadi, posisi tawar nelayan lebih baik karena tidak khawatir ikan akan busuk dan harus segera dijual.
Setnet juga bisa diandalkan untuk membantu nelayan menyimpan ikan sebelum dipasarkan dan sebagai sangkar ikan. Artinya, setnet membantu nelayan mengumpulkan ikan dan ikan tetap hidup dalam jaring sebelum dipasarkan. Layaknya keramba jaring apung ikan laut.
Tri Mardi Rasa