Sejuk dan indah begitulah kawasan di Perkebunan Teh Maleber, Cipanas, Cianjur, Jabar. Sayup terdengar lagu mars perjuangan dan lagu-lagu pertanian bersemangat di antara gesekan daun cemara dan daun pohon kina.
Dendang lagu yang berkumandangkan riang berasal dari kebun pertanian organik yang dikelola Yayasan Karang Widya. Karang Widya adalah bahasa Sansekerta yang bermakna Kebun Belajar, didirikan pada 2005.
Di tempat ini, pemuda rentan pedesaan dan perkotaan berusia 16-24 tahun yang putus sekolah, berasal dari daerah konflik, pengangguran, dan hidup di jalanan, ditempa jadi pemuda tangguh dalam mengarungi hidup dan bermasyarakat. Zahra Nihayati, Public Relations Karang Widya, mengatakan, Karang Widya bukan tempat rehabilitasi tapi tempat belajar bagi pemuda yang memiliki motivasi maju dan hidup lebih baik. Sebelumnya mereka ini menghadapi keterbatasan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan jejaring.
Tak hanya berlatih pertanian organik, mereka juga mempelajari kecakapan hidup dan bersosialisasi dengan pemuda lain dari berbagai suku bangsa, agama, dan bahasa yang beda. Selama empat bulan mereka digembleng di pertanian organik berasrama. Sudah 12 angkatan yang lulus. Banyak dari mereka berhasil mengelola pertanian sendiri, ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi, dan ada yang termotivasi mengembangkan diri di bidang lain.
Pada angkat 13, ada 28 pemuda yang terpilih dari berbagai daerah. Budi, Wayan, Ricardus, Basten, dan Ezaquiel adalah lima di antaranya. Setelah mengikuti kegiatan selama dua bulan, mereka merasa ada perubahan dalam diri masing-masing. Sikap dan perilaku berubah, pola hidup yang tak teratur jadi teratur. Yang dulu tidak percaya diri, kini lebih percaya diri. Mereka tumbuh dan lebih bersemangat untuk berprestasi.
Budi dari Jawa Tengah dan Ketua Angkatan 13 mengatakan, tidak ingin seperti dulu yang hidup serba terbatas dan tidak teratur. Pun demikian dengan Wayan (Bali), Ricardus (Flores), Basten (Poso), dan Ezaquiel (Timor Leste). “Saya ingin berubah dan tidak ingin seperti dulu, tidak disiplin, sering main. Saya ingin jadi orang sukses di pertanian. Saya ingin berubah dan ingin membahagiakan orangtua,” tekad Budi.
Disiplin dan Belajar
Di Karang Widya, Budi dan teman-temannya mengikuti serangkaian kegiatan yang dimulai sejak pukul 05.30 sampai tidur kembali pukul 22.00. “Mereka harus mengikuti kegiatan, dari membersihkan ruangan, praktik lapangan, belajar teori pertanian, dan mengikuti pelatihan tambahan seperti manajemen pengelolaan uang, kesehatan, pertolongan pertama, komputer, dan berorganisasi. Pelatihan tambahan diberikan oleh relawan dari perusahaan (corporate volunteers), seperti bank, konsultan, institusi kesehatan, dan organisasi lainnya,” jelas Saryoto, fasilitator pengajaran siswa di Karang Widya.
Tiga komponen utama kurikulum di sini, yaitu kemampuan, ketrampilan dan keselarasan hati. Sinergi ketiganya diharapkan menumbuhkan perilaku baik, disiplin, dan mental kuat dalam menghadapi masalah.
“Aturan pun dibuat siswa sendiri berupa kesepakatan mengikat. Jika ada yang mengabaikan, seluruh kelompok menerima akibatnya. Inilah yang bisa membangun sikap konstruktif,” tambah Zahra. Mereka juga belajar berorganisasi, berbeda pendapat, dan memecahkan masalah yang didasari rasa senang, sabar, dan ikhlas. Untuk itu persahabatan, kejujuran, dan kepercayaan dijunjung tinggi.
Kepedulian terhadap lingkungan dibangun melibatkan penduduk sekitar melalui berbagai kegiatan. Pada 2010, Karang Widya melakukan pendampingan petani untuk membangun pertanian organik di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Bertani Kembangkan Potensi Diri
Learning by doing tentang pertanian organik dari mulai perencanaan produksi hingga pemasaran dipilih sebagai dasar pembinaan karena menuntut kesabaran, keikhlasan, ketekunan, kecintaan, disiplin, dan tanggung jawab pada tanah dan tanaman. “Kegiatan ini bertujuan agar siswa tahu satu siklus pertanian,” kata Zahra.
Semua kegiatan harus diikuti karena mereka juga harus bisa menemukan ilmu dan ketrampilan yang sesuai rasa ingin tahu masing-masing. Hasilnya akan dibahas dalam kelompok dan kemudian dibahas bersama antarkelompok.
Menurut Zahra, selain mencetak petani terlatih, pihaknya juga bertujuan untuk pengembangan diri para pemuda sesuai minat. “Setelah lulus, mereka tidak harus jadi petani. Dengan pendidikan yang mereka peroleh, mereka berkesempatan berkembang dan berkontribusi di masyarakat,” urai Zahra.
Sebagai kebun belajar bukan komersial penuh, Karang Widya memiliki lahan yang tidak luas, produksinya terbatas tapi kualitas bagus. Hasil panennya dikirim ke Supermarket Kemchick dan pelanggan pribadi (door to door).
Tri Mardi Rasa