Senin, 31 Januari 2011

Si Pedas Favorit Petani

Si pedas sedang naik daun karena harga melambung. Pemicu utama akibat gagalnya panen menurunkan produksi hingga 70%. 

Padahal, kebutuhan konsumsi cabai selalu meningkat tiap tahun. Pada 2010 saja, kebutuhan konsumsi komoditas bernama ilmiah Capsicum sp. ini mencapai 2,7 juta ton (1,3 juta ton konsumsi rumah tangga dan 1,4 juta ton konsumsi industri).

Peningkatan konsumsi cabai tercermin dalam peningkatan luas area tanam dan kebutuhan benih cabai tiap tahun. Menurut Sri Wijayanti Yusuf, Direktur Perbenihan Hortikultura, luas area tanam meningkat sebanyak 8.000 ha (3%) menjadi 268 ribu ha pada 2010. Permintaan benih pun naik sebesar 2 ton (2,5%) menjadi 80 ton. Dalam lima tahun terakhir, kebutuhan benih cabai selalu mengalami peningkatan. Akan tetapi, kondisi ini tak sejalan dengan hasil panen yang diperoleh petani.  

TM 999 bertahan 20 Tahun

Kebutuhan benih cabai tersebut dipenuhi oleh benih hibrida dan benih lokal (open polination). Penggunaan benih hibrida, sambung Yanti, baru sebanyak 45%, sedangkan 55% sisanya masih berupa benih lokal. Penanaman benih hibrida menjamur di segmen cabai merah besar dan cabai keriting.

Menurut informasi yang dihimpun AGRINA, varietas cabai keriting yang disukai petani adalah TM 999, Lado, Taro, Gada, King Chili, dan Krida. I Nyoman Buana, Business Lead of Vegetable Division Monsanto, mengatakan, TM 999 adaptasinya sangat bagus. Peredarannya di Indonesia hampir 20 tahun. ”Karena adaptasinya sangat luas, musim kemarau ditanam di persawahan dan musim penghujan di gunung juga bagus. Produksinya tinggi, warnanya merah bagus. Sedangkan, Krida beradaptasi dengan baik di dataran rendah,” jelas wakil pemilik varietas TM 999 dan Krida ini.

Sementara itu, “Lado dan Taro dapat diterima dengan sangat baik karena produksi tinggi dan tahan penyakit,” ujar Afrizal Gindow, Sales & Marketing Director PT East West Seed Indonesia. Lado, sambungnya, tahan terhadap layu bakteri, toleran gemini virus, dan adaptif dari dataran rendah hingga tinggi. Dalam cuaca ekstrem dan serangan virus, Lado masih dapat berproduksi.

King Chili keluaran PT Selektani Horticulture beradaptasi dengan baik di dataran sedang sampai ketinggian 600–1.200 m di atas permukaan laut pada musim hujan dan kemarau.

Si Lokal Tanjung

Varietas benih cabai merah besar yang mendominasi adalah Hot Chili, Hot Beauty, Prada, Tanjung, dan Inko Hot. “Cabai besar yang tipe Hot Chili, harga lebih bagus untuk pasar Jakarta, tapi untuk pasar Bandung dan Bogor itu yang lagi diminati Hot Beauty,” ucap Arif Darmono, petani cabai di Sukabumi, Jabar.

Petani memilih Hot Chili karena ukuran buah lebih besar, daya tahannya tinggi dan cocok ditanam di dataran menengah. Untuk dataran rendah tipe besar, menurut Nyoman, varietas Prada layak diunggulkan. 

Varietas Tanjung, satu-satunya benih lokal yang paling difavoritkan petani. Varietas yang dikembangkan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Kementerian Pertanian, ini mempunyai daya adaptasi cukup luas, dapat ditanam di dataran rendah sawah (tanam pada akhir musim penghujan) dan lahan kering (tanam pada awal musim penghujan). Tanjung juga toleran terhadap penyakit antraknosa, produktivitas mencapai 12 ton per ha, mempunyai kandungan capsaicin dan antocianin yang cukup tinggi, warna tidak berubah setelah diproses, dan lebih bagus dibandingkan Hot Beauty.

Sementara, cabai Inko Hot, menurut Kim Yeun Tae, Presiden PT Inko Seed Makmur, sang produsen, berbuah besar, pertumbuhan dan produktivitas tanamannya tinggi. “Asal pengawasannya bagus, pasti dapat 2 kg (per tanaman) tetapi petani harus berani modal untuk pupuk,” tukas Kim. Arif menambahkan, Inko Hot setipe dengan Hot Chili.

Windi Listianingsih, Renda Diennazola, Syatrya Utama

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain