Sektor agribisnis masih terbilang dijauhi dunia perbankan karena dianggap berisiko tinggi. Dengan pengetahuan yang baik tentang risiko, bank muda ini berani menggarapnya.
Keberanian Bank Agris menerjuni bidang agribisnis tentu bukan spekulasi. Namun bank milik PT Dian Intan Perkasa, anak perusahaan PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) ini, membekali diri dengan pengalaman grup yang bergerak di industri perunggasan, perudangan, dan benih tanaman pangan serta hortikultura.
Bank yang dulu bernama Bank Finconesia itu merupakan corporate bank. (nasabahnya perusahaan). Sejak diambil-alih Dian Intan Perkasa pada 2007, bank berubah menjadi retail bank yang juga melayani individu. “Visi misinya diubah ke agribisnis. Tapi bukan berarti nasabah lama tidak dilayani, pelan tapi pasti Bank Agris mengarah untuk men-support pengembangan agriculture, khususnya peternakan, perikanan, termasuk perudangan,” ungkap drh. Paulus Setiabudi, MM, Ph.D., Pjs Komisaris Utama Bank Agris kepada AGRINA.
Lebih jauh Paulus, yang sebelumnya berkarir di industri pakan ternak CPI ini mengatakan, perubahan tersebut lantaran pemilik bank sangat concern terhadap dunia perunggasan, pertanian jagung pakan ternak maupun pakan ikan, pertanian hortikultura, dan perudangan. “Dan ini otomatis juga mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat di pedesaan. Karena nggak ada orang ternak ayam di kota, atau tanam jagung di daerah Mangga Besar (Jakarta Barat). Visi pemilik ini, rakyat bisa maju sehingga (terjadi) pemerataan income di masyarakat menengah bawah,” sambung sarjana peternakan lulusan UGM itu sambil tersenyum.
Lebih Berpengalaman
Tentang risiko bisnis pertanian, Nathan Christian, Direktur Bisnis Bank Agris menuturkan, semua bisnis itu berisiko, termasuk bidang agribisnis. “Terus terang agribisnis termasuk bisnis yang dijauhi bank. (Namun) setelah saya masuk, saya pelajari, ternyata nggak seburuk yang dilihat orang,” ucap mantan pejabat Bank BCA ini.
Bank Agris, menurut Nathan, menawarkan prosedur pembiayaan yang tidak berbelit-belit. Selain itu, pengalaman grup mengelola peternak/petambak mitra menjadi basis data. Sehingga, “Pengalaman dia (grup) yang selama bertahun-tahun tidak mengalami masalah, (membuat) kita nggak perlu khawatir,” katanya.
Untuk meminimalkan risiko macet, Bank Agris membidik pelaku agribisnis yang menjalankan usaha dengan pola inti-plasma. Misalnya, peternak ayam ras pedaging yang bermitra dengan Japfa Comfeed Indonesia, Primatama Karyapersada (PKP), Sierad Produce, Wonokoyo Grup, juga CPI. Kerjasama antara bank, perusahaan inti sebagai avalis, dan plasma yang sudah punya rekam jejak bisnis bagus, akan menjamin kelangsungan pembiayaan.
Selain itu, “Bank juga melakukan pembinaan kepada nasabah. Seperti dokter, kita ini dokter spesialis, spesialis peternak, spesialis petambak. Kalau mereka mau konsultasi ‘kan sudah banyak ilmu yang bisa kita tularkan. Tujuannya supaya keuntungan mereka bisa lebih tinggi,” imbuh Puspasari Alim Juwono, Pjs Direktur Kepatuhan Bank Agris.
Peluang mendapatkan pembiayaan juga terbuka bagi kelompok-kelompok tani asalkan mempraktikkan “tanggung renteng”. Artinya, bila ada anggota yang gagal, kewajibannya akan dipenuhi oleh kelompok. Bank pun bisa membiayai pembangunan rumah potong unggas, bisnis poultry shop, dan agen pakan.
Soal suku bunga, Paulus mengakui belum bisa seperti di Thailand, Malaysia, dan China yang hanya 3%—5% karena di negara-negara itu, pemerintah sangat mendukung pengembangan agribisnis. Sekarang suku bunga bank yang membuka kantor di Jakarta, Bogor, Solo, Surabaya, Lampung, dan Medan ini sebesar 14%--15% per tahun. Siapa tertarik?
Peni SP, Untung Jaya