Tanaman hasil rekayasa genetika atau tanaman transgenik di Indonesia masih terhambat regulasi pemerintah. Hal ini bertolak belakang dengan China yang telah mengeluarkan sertifikat keamanan hayati untuk tanaman padi tahan hama dan jagung biotek phytase November 2009 lalu.
“Ini bisa menjadi ancaman besar bagi pertanian Indonesia, apalagi dengan adanya perdagangan bebas antara Indonesia dan China” ujar Bambang Purwantara, direktur SEAMEO BIOTROP dan IndoBIC pada pembukaan “Seminar Global Overview of Biotechnology/GM Crops 2009: Current Status, Impact, and Future Prospect” di Jakarta 2 Maret 2010 lalu.
Peraturan Pemerintah No. 21/2005 mengamanatkan pembentukan Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan perlu segera direalisasikan. Namun terhambat dengan banyaknya pro kontra dari berbagai pihak. “Yang penting adalah setiap kementerian yang terkait harus menjalankan tugas masing-masing dengan baik, didukung dengan ketegasan dari pemerintah dalam hal ini presiden” ujar Dr. Randy Hautea, Global Coordinator of ISAAA berbagi pengalaman regulasi di Filipina.
Sementara itu, dukungan yang besar datang dari Dr. Clive James, Founder & Chairman of ISAAA, “Tanaman transgenik memang beresiko, namun akan lebih beresiko lagi jika Indonesia tidak menggunakannya. Dibutuhkan pelatihan bagi Sumber Daya Manusia yang ada.”
Renda Diennazola