Memasuki era kompetasi perdagangan serba ketat, diperlukan adanya inovasi. Begitu juga yang terjadi dalam budidaya ikan. Pakan, yang notabene mengambil porsi 60% biaya produksi, harganya terus melambung. “Makanya kita terus mencari ide inovatif agar harga pakan bisa murah. Yaitu dengan menggunakan maggot sebagai pakan alternatif,” ungkap Fadel Muhammad, Menteri Kalutan dan Perikanan saat mengunjungi Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar, di Depok, Jabar (27/1)
Maggot, lanjutnya, adalah inovasi terbaru pengganti tepung ikan, bahan pembuat pakan. Ia berjanji akan mengajak pengusaha sawit untuk mengolah bungkil sawitnya dalam pengembangan maggot. Bungkil sawit selama ini dianggap limbah, padahal dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh maggot alami.
Fadel Beharap maggot dapat dikembangkan secara massal dan digunakan oleh banyak pembudidaya ikan. “Jika harga pakan ikan bisa hanya Rp. 2 ribu per kg. Maka harga ikan lele, nila dan lainnya bisa akan di bawah Rp. 10 ribu per kg. Dengan demikian konsumsi ikan masyarakat juga akan bertambah,” harapnya
Selain Maggot, Fadel juga berharap Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dapat terus berjalan dan berkembang di setiap daerah. Menurutnya UPR dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil sekaligus menggairahkan usaha budidaya ikan.” Dengan adanya AFTA, maka tekstil akan repot. Puluhan ribu orang mungkin akan berkurang penghasilannya. Kita giring mereka untuk kembangkan UPR,” ungkapnya dalam kunjungan lanjutan ke Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang (27/1)
Menurut Ahmad Hadadi, Kepala dinas perikanan Jabar, produksi benih patin saja dari UPR di Jabar baru mencapai 620 ton per tahun, padahal kebutuhannya 1 juta ton per tahun. “Benar kata pak menteri. Ini peluang yang bisa dikembangkan masyarakat, keuntungan dari usaha ini mencapai 100% dalam waktu 7 bulan,” bebernya
Selamet Riyanto