Senin, 4 Januari 2010

Liputan Khusus : Junaedi, Bergiat dengan Pohpohan

Menciptakan aktivitas ekonomi di kalangan muda di pedesaan dapat mencegah urbanisasi.

Sungguh tidak terbayangkan nasib pertanian Indonesia pada masa mendatang bila para pelakunya kini menginjak usia di atas 55 tahun karena tidak ada lagi pemuda yang tertarik menekuni dunia pertanian. Keprihatinan ini diungkap Junaedi, Ketua Kelompok Tani Mekarsari, Kp. Calobak, Desa Tamansari, Kec. Tamansari, Bogor, Jabar. Karena itu Junaedi berupaya meyakinkan para pemuda untuk menggarap lahan di desanya ketimbang mengadu nasib ke kota. Usahanya yang tak kenal rasa bosan pun akhirnya memberikan hasil positif. Kalau dulu ada lebih dari 75% anak muda meninggalkan kampungnya, kini paling banyak 5%.

Pilih Pohpohan

Para pemuda di desa tersebut melakukan aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan lahan milik Perhutani seluas 80 ha. “Setiap orang bisa dapat jatah luas tanah sesuai kemampuannya. Jadi, siapa yang giat akan dapat lahan lebih luas sehingga orang yang semangat akan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi,” jelas Junaedi. Saat ini tiap orang minimal menggarap 2.000 m2, dan paling luas satu hektar.

Mereka memilih pohpohan (Pilea trinervia) yang dikembangkan secara tumpangsari dengan tanaman kayu hutan. Pohpohan adalah tumbuhan terna dengan tinggi sampai 5 m. Daunnya yang lunak berbau harum biasa digunakan dalam masakan sunda sebagai lalab.

 “Pohpohan dipilih sebab memberikan keuntungan lebih cepat daripada komoditas sayuran lain dan lebih mudah dalam perawatan dan pengolahannya, serta pasarnya sudah pasti,” jelas Junaedi. Poh-pohan, lanjut lulusan SMAN I Tamansari ini, merupakan komoditas spesifik yang bisa memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat. Apalagi pasarnya sudah terbentuk dan harganya tidak seliar sayuran lain seperti cabai dan bawang. Dan yang jelas, komoditas ini tidak bakal bersaing dengan produk sejenis ketika pasar bebas ASEAN-China berlaku.

Dari 80 ha lahan itu 70%-nya ditanami pohpohan. Setiap hari Kelompok Tani Mekarsari memasok 35.000 ikat pohpohan seharga Rp65 per ikat ke Pasar Anyar, Caringin, Parung, Warung Jambu (Bogor) dan Pasar Induk Kramatjati (Jakarta). Pengiriman dilakukan 4 kali sehari.

Tidak Menunggu

Untuk memperoleh nilai tambah, Junaedi dan kawan-kawannya tahun ini akan mengembangkan produk olahan dari pohpohan. Mereka pun tidak hanya menanam pohpohan dan kayu hutan, tetapi juga mengembangkan ternak kambing, domba, dan kelinci. “Kami akan memberikan percontohan dalam bentuk usaha peternakan sederhana seperti ternak domba dan kambing bagi para pemudanya dan khusus untuk anak-anak SD dan SMP akan dikenalkan pada peternakan kelinci,” ujar pemuda kelahiran 1984 ini.

Mereka pun mengajukan proposal ke dinas terkait tetapi tak kunjung mendapat bantuan modal. “Daripada terus menunggu, lebih baik kita kumpulkan sendiri dana dari iuran anggota. Setiap anggota yang berjumlah sekitar 70 orang membayar Rp1.000 per minggu. Setahun kemudian, hasil dari iuran tersebut bisa untuk membeli tiga ekor kambing,” ungkap Junaedi. Harapannya, setiap anggota akan memiliki hewan ternak untuk menambah pundi-pundi mereka.

Tri Mardi Rasa

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain