Senin, 4 Januari 2010

Liputan Khusus : Kelompok Peternak Itik Family, Berjaya Bersama “Manohara”

Prestasi terbaru yang diraih adalah penghargaan ketahanan pangan tingkat nasional, pada Desember 2009.

Kabupaten Bandung Barat (KBB) boleh berbangga. Betapa tidak, walaupun merupakan wilayah pemekaran baru yang lahir berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun 2007, tapi sudah berani unjuk gigi di tingkat nasional.

Adalah Kelompok Peternak Itik (KPI) Family yang berprestasi gemilang, dengan menyabet penghargaan ketahanan pangan tingkat nasional 2009. KPI Family dari Kampung Pajajaran, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, mewakili Jabar dalam lomba kelompok itik tingkat nasional. Kelompok peternak itik itu pun sekaligus mewakili 26 kabupaten dan kota se-Jabar.

Manohara

Sebelumnya, KPI yang terbentuk pada Mei 2005 itu sudah menggondol dua penghargaan. Pada Maret 2008, KPI Family menjadi Juara I Lomba Kelompok Tani Ternak Unggas tingkat KBB. Sementara pada Mei 2008, kelompok yang diketuai Lukmanul Hakim itu meraih Juara II Lomba Kelompok Agribisnis tingkat Jabar.

Tiga prestasi dalam dua tahun ditoreh para peternak itik Family, setelah kelompoknya berhasil melakukan persilangan itik tasik dengan itik magelang. Upaya itu menghasilkan itik ras unggul baru, yaitu ras Pajajaran. “Kami menyebutnya itik Manohara,” ucap Hasibudin (27), Kabag Keswan KPI Family.

Sebutan Manohara tentu tidak asal comot nama artis yang sempat beken beberapa waktu lalu. Postur tubuh itik ras Pajajaran itu memang bahenol seperti si empunya nama Manohara. “Bobot badan itik dewasa antara 2,3—3 kg per ekor,” ungkap Engkoswara, Penasehat KPI Family.

Keunggulan lainnya adalah postur tubuh tegak dan lebih tinggi dari itik tegal maupun itik magelang. Produksi telur per tahun berkisar 280—300 butir per ekor. Malahan dalam satu tahun pertama, produksinya rata-rata 300—320 butir per ekor, jauh di atas rata-rata ras itik lainnya.

Pun masa produktifnya hingga umur lebih dari dua tahun. “Umur dua tahun, tingkat produksinya masih 70%,” tandas Engkos. Selain itu, si itik Manohara ternyata lebih kalem sehingga tidak mudah stres.

Organik

Menurut Budi, alias Hasibudin, awal berdiri KPI Family hanya beranggotakan 15 orang peternak dengan populasi 2.000 ekor.  Sekarang anggotanya bertambah menjadi 43 orang yang memiliki 6.000 ekor. “Sebelum diafkir, populasi mencapai 10.000 ekor. Sisanya yang 6.000 ekor, semua produktif,” papar Budi.

Dengan tingkat produktivitas yang mencapai 93%—97%, setiap hari KPI Family mampu memanen telur 5.580—5.820 butir. Harga telur di tingkat peternak rata-rata Rp1.100 per butir. Berarti pendapatan kotor kelompok peternak itu berkisar Rp6,138 juta—Rp6,402 juta sehari, atau Rp184,14 juta—Rp192,06 juta per bulan. Dari jumlah itu sekitar 27%—30% dikembalikan kepada si itik sebagai biaya pakan.

Kelompok peternak itu tidak kesulitan memasarkan telur lantaran banyak pengumpul yang datang langsung ke kandang. Umumnya telur dipasarkan ke Cimahi, Kota Bandung, hingga Jakarta. Selain telur, KPI Family juga menjual itik pedaging, itik afkir, itik umur sehari (DOD), telur tetas, dan telur asin. “Seminggu, kami baru mampu memasarkan 1.000 butir telur asin. Sementara permintaan itik pedaging yang mencapai 6.000 ekor per minggu, belum bisa kami penuhi,” aku Budi. Menyinggung soal perdagangan bebas Asean-China, Budi tidak khawatir. Sebab, menurut dia, masyarakat Indonesia lebih familiar kepada daging dan telur itik lokal.

Salah satu kunci keberhasilan mempertahankan produktivitas yang tinggi, ternyata terdapat pada pemberian pakan. KPI Family memanfaatkan sumber daya alam yang banyak tersedia di sekitar Desa Pangauban dan Waduk Saguling untuk dijadikan pakan itik. "Kami meracik sendiri pakan itik dengan komposisi antara lain dedak, pepetek (ikan-ikan kecil), keong mas, eceng gondok, dan singkong atau jagung. Komposisi nutrisi pakan 50% karbohidrat dan 50% protein hewani,” jelas Engkos.

Dalam hal penanganan penyakit pun lebih menekankan pada penggunaan bahan-bahan alami seperti kunyit dan lengkuas. Atas alasan itu pula, KPI Family mengklaim telur itik yang mereka hasilkan benar-benar organik.

Menurut Budi, dengan berkelompok, kesejahteraan peternak bisa ditingkatkan. Para pengurus dan anggota menekankan prisip usaha saling menguntungkan, memerlukan, dan memperkuat. “Pokoknya, lamun keyeng tangtu pareng (kalau kehendak kuat pasti akan ada jalan),” tandasnya dalam bahasa Sunda. Selain bermanfaat bagi pelaku usaha, berkelompok juga dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat dan membuka lapangan kerja baru. Contohnya, bahan baku pakan yang dikumpulkan warga kemudian dijual kepada kelompok.

Dadang WI

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain