Bisnis perunggasan di Indonesia masih banyak yang berorientasi pada pasar lokal, namun bahan baku pendukung bisnis ini masih banyak yang impor, seperti DOC (Day Old Chick/anak ayam umur sehari) bahan baku pakan dan lain sebagainya. Untuk bahan baku pakan saja, seharusnya pemerintah lebih mengembangkan kebijakan yang mengarah pada penguatan infrastruktur industri bahan pakan lokal yang juga berpotensi besar.
Bisnis perunggasan dalam negeri hingga 2009 masih mengalami situasi sulit, meski diproyeksi terjadi kenaikan produksi sekitar 4 persen dari tahun sebelumnya. Pelaku usaha khawatir terhadap penuruan daya beli masyarakat karena imbas dari krisis global dan tren kenaikan harga pakan.
Dalam seminar nasional perunggasan bertajuk “ “Dampak Krisis Global dan Suhu Politik 2009 terhadap Bisnis Perunggasan”, di Jakarta, Kamis (11/12), Ketua GPPU Paulus Setiabudi mengatakan, dibanding tahun ini, produksi unggas nasional tahun depan diperkirakan sekitar 950 juta ekor bibit ayam atau naik 50 juta dari tahun 2008 yang mencapai 900 juta.
Dia mengakui produksi 2008 turun dibandingkan dengan 2007 yang mencapai 1,1 miliar ekor. "Meskipun iklim investasinya stagnan pada 2009, kami masih optimis masih terjadi peningkatan produksi hingga mencapai 4%," ujarnya.
Alternatif Bahan Pengganti Pakan
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudohusodo mengatakan, kontribusi bahan baku pakan ternak impor sungguh ironis di tengah besarnya potensi alam Indonesia.
”Komponen impor pakan ternak cukup tinggi. Kondisi ini membuat harga produk ternak mahal,” kata Siswono Yudohusodo. Padahal, Indonesia memiliki sumber bahan baku yang berlimpah jika pemerintah dan kalangan industri mau mengoptimalkan. Tepung sagu bisa menjadi salah satu solusi.
”Semestinya tepung sagu ini bisa diolah untuk kebutuhan pakan ternak sehingga komponen impor bisa berkurang bertahap,” kata Siswono. Dia menambahkan dari 2 juta hektar tanaman sagu di dunia ini, 1 juta hektar berlokasi di Indonesia. Namun, karena kurangnya perhatian terhadap potensi sagu ini sehingga membuat 3,5 juta ton potensi tepung sagu terbuang percuma.
Selain itu, bungkil kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak pengganti bungkil kedelai. Tapi pemakaian bungkil sawit masih terkendala pada proses pemisahan serpihan cangkang inti dari serabut kelapa sawit.
Ia menambahkan, pengganti MBM, yang merupakan sumber protein dalam pakan ternak, masih sulit didapat karena perilaku konsumen Indonesia yang masih menghabiskan hampir semua bagian tubuh ternak. Jagung, juga masih terkendala masalah kualitas produksi yang masih belum sepenuhnya mampu memenuhi standar industri pakan ternak nasional.
Jika industri bahan baku domestik bisa memenuhi kebutuhan industri perunggasan, tentunya daya saing pabrik pakan ternak akan meningkat. Sehingga akan memicu efek domino baru, yaitu menekan harga ternak di pasar, terutama unggas dan produk unggas.
Tri Mardi Rasa