Era kejayaan udang windu yang berlalu hampir dua dekade, punya harapan terulang kembali setelah seorang petambak di Karawang, Jabar, sukses membudidayakan windu secara intensif.
Adalah H. Endi Muchtarudin, petambak di Desa Rengasdengklok Utara, Kec. Rengasdengklok, Kab. Karawang, Jabar, yang membuka mata pelaku bisnis udang dengan keberhasilannya memanen udang windu sebanyak 22 ton dari 11 petak tambak miliknya. Keberhasilan lulusan Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, ini tak lepas dari teknologi yang diterapkannya, yakni pengelolaan air sistem tertutup (closed system) dan penggunaan probiotik tambak.
Menurut Dirjen Perikanan Budidaya Made L. Nurjana, yang hadir pada saat panen (12/2), teknologi yang diadopsi petambak tersebut sudah bisa diterapkan (applicable). Buktinya, “Dari 11 petak berukuran 2.000 m2 yang dikelola, semuanya sukses. Artinya ini bukan sekedar untung-untungan,” tandas Made. Dengan keberhasilan ini, Made yakin kebangkitan budidaya udang windu di wilayah pantai utara Jawa (Pantura) bisa terwujud.
Sistem Tertutup dan Probiotik
Bertambak di sepanjang pesisir pantura kini memang bukan hal mudah. Hampir 10 tahun lamanya tambak di wilayah ini mengalami penurunan kualitas sedimen dan air sebagai akibat intensifikasi tambak mulai pertengahan 1980-an. Tak heran, banyak petambak merugi karena udang yang dipelihara keburu mati terserang penyakit sebelum memasuki hari panen.
Ujung-ujungnya, ribuan hektar tambak ditinggal investor dan akhirnya mangkrak. Hanya beberapa petambak udang Vanname intensif yang bertahan dengan pengelolaan super ketat untuk mencegah kematian udang. Pengelolaan tambak di kawasan ini akhirnya didominasi petambak tradisional yang umumnya membudidayakan bandeng atau polikultur antara bandeng, udang windu, dan rumput laut.
Tak berbeda dengan H. Endi. Pria yang akrab disapa Pak Haji ini juga mengalami kerugian yang cukup besar. Sejak 1985 ia bertahan mengelola tambaknya dengan sistem polikultur. Baru pada 1999 ia menemukan teknologi yang tepat untuk membudidayakan windu intensif di pantura. Menurutnya, budidaya udang windu saat ini tidak bisa disamakan dengan era 1980-an menggunakan sistem pengelolaan air terbuka dan plankton semata.
Untuk itulah ia kemudian mendesain ulang seluruh tambaknya, terutama di bagian pintu pengeluaran dan tandon. Dulu ia mengganti air tambaknya 15—20% per hari, saat ini satu hari sekitar dua cm saja. “Hanya untuk membuang kotorannya dan mengganti air yang menguap,” jelas Pak Haji. Pengelolaan air sistem terbuka sudah tidak mungkin lagi diterapkan pada budidaya udang intensif di wilayah pantura.
Mau tak mau, air harus dikelola dengan sistem tertutup atau sama sekali tidak ganti air (zero water exchange). Karena, “Kalau ganti air, belum tentu air pengganti lebih baik dari yang digantikan,” terangnya. Air buangan selanjutnya dialirkan ke tandon untuk dibersihkan dengan biofilter berupa ikan nila, rumput laut, dan probiotik. Penggunaan probiotik bisa dibilang menjadi salah satu kunci sukses budidaya udang windu ala Pak Haji. Uniknya, ia menggunakan probiotik yang dibiakkan dari tambak sendiri dengan bantuan ahli mikrobiologi ITB yang kemudian diperbanyak di laboratorium Tambak Pandu Karawang.
Lokal atau Pabrikan
Meskipun biaya penggunaan probiotik cukup tinggi, yakni Rp2.000—Rp3.000 per kg udang, toh ayah dua putera ini tetap bisa meraih keuntungan yang cukup besar. “Biaya produksi udang windu size 28 per berkisar Rp35.000—Rp40.000, sedangkan harga jual saat ini Rp60.000 per kg,” papar H. Endi. Dengan probiotik pula, kini ia dapat membudidayakan udang intensifnya, paling tidak dua kali setahun.
Berbeda sebelum ia menggunakan probiotik, “Selesai panen, tambak harus diistirahatkan selama kurang 7—8 bulan agar bahan organik yang mengendap di dasar perairan terurai sempurna. Kalau dipaksakan untuk tanam udang lagi, pasti gagal,” lanjut dia. Pengendapan bahan organik berupa sisa pakan, kotoran udang, dan pemupukan, memang menjadi salah satu biang keladi kegagalan budidaya udang intensif. Pasalnya, bahan organik tersebut mengandung amonia, nitrit, nitrat, dan H2S yang sangat membahayakan kehidupan udang karena beracun.
Karena itu, “Kita membutuhkan sesuatu untuk mengubah tumpukan bahan organik tersebut. Nah, di sinilah probiotik berperan.,” jelas Dr. Sukenda, ahli mikrobiologi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKIP), IPB. Masih menurut Sukenda, penggunaan probiotik di tambak sangat bergantung pada tujuannya. Jika ingin memperbaiki dasar tambak, dipilih probiotik berisi bakteri yang mampu mereduksi H2S, amoniak, dan nitrifikasi bakteri, terkait dengan fungsinya sebagai bioremediasi (pengurai). “Sedangkan petambak yang ingin menekan pertumbuhan bakteri patogenik, Vibrio harveyi misalnya, menggunakan probiotik yang bersifat biokontrol,” urainya lebih lanjut.
Penggunaan probiotik yang diambil dari tambak setempat dinilai oleh doktor lulusan Tokyo University ini sangat baik karena bakteri dipastikan tumbuh baik di habitat aslinya. Meskipun demikian, ia juga mengakui penggunaan probiotik lokal butuh waktu dan tenaga ekstra. Memproduksi probiotik lokal dalam bentuk siap pakai masih memungkinkan tapi memang tidak mudah.
Sebenarnya, kalangan praktisi udang Indonesia sudah banyak yang mengenal probiotik tambak. Mereka mulai memanfaatkannya sejak awal 2000. Sebagian besar petambak menggunakan produk probiotik “jadi” yang cukup banyak beredar di pasaran. Sebut saja NuPro yang diproduksi Alltech Inc., hingga probiotik produksi dalam negeri, seperti Starbio buatan Lembah Hijau Farm (LHM), dan Sozo-2 produksi Klinik Agropolitan Gorontalo.
Menurut Sukenda, penggunaan probiotik keluaran pabrik tidak kalah kualitasnya dengan probiotik lokal. “Asalkan sesuai dengan tujuan dan masuk hitungan ekonomisnya,” jelasnya. Ia mengingatkan, probiotik bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan budidaya udang. Masih banyak faktor lain yang juga membutuhkan perhatian, seperti benih dan pakan. “Penggunaan probiotik merupakan bagian dalam penyelesaian masalah budidaya udang, itu oke kita terima,” tegasnya lagi. Apalagi saat ini penggunaan obat-obatan dan antibiotik sudah sangat ketat pengawasannya. Sedangkan penggunaan probiotik belum ada larangan sampai sekarang dari pembeli.
Enny Purbani T.