Bila tambak-tambak terbengkalai bisa direvitalisasi, bisnis pakan udang akan bergairah.
Rizal I. Shahab, Corporate Communication Director, PT Central Proteinaprima Tbk. (CPP), industri perudangan terintegrasi Grup Charoen Pokphand, menghitung, dengan hanya merevitalisasi tambak yang terbengkalai saja akan menaikkan produksi udang nasional 40%—50%/tahun. Sehingga, “Peluang bisnis pakan udang di Indonesia masih terbuka cukup lebar. Asal, program revitalisasi bisa berjalan sesuai rencana,” tandasnya.
Purnomo, GM Marketing PT Matahari Sakti, produsen pakan udang di Surabaya, menambahkan, kalau produksi udang terus digenjot, pabrik pakan masih mampu memasok tambak karena sampai saat ini kapasitas pabrik pakan secara nasional rata-rata baru beroperasi 46%.
Harapan itu tidaklah berlebihan. Sebab, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi berjanji, salah satu fokus kegiatan pembangunan perikanan 2008 adalah meningkatkan produksi udang budidaya. Upayanya melalui ekstensifikasi, revitalisasi, dan diversifikasi spesies udang yang dibudidayakan.
Namun Daru Katoro, Head of Sales Unit Sidoarjo, PT Suri Tani Pemuka (STP), produsen pakan udang Grup Japfa menyatakan, “Bisnis pakan udang saat ini cukup berat karena harga bahan baku pakan terus merangkak naik.” Persoalan bahan baku menjadi ganjalan karena sekitar 70%-nya masih impor dan belakangan harganya terus melejit.
Menurut Purnomo, awal 2008 harga pakan udang sudah naik 5%—7%. Ini membuat pabrik pakan hati-hati. Soalnya, jika dibandingkan kenaikan harga bahan bakunya, keuntungan yang diperoleh pabrikan tipis. Sepanjang 2007, harga pakan udang windu rata-rata Rp9.500/kg, pakan Vanname Rp8.500/kg, dan pakan udang galah Rp6.000/kg.
Bersaing Ketat
Meski dianggap berat, menurut Denny D. Indradjaja, Satgas Revitalisasi Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan, konsumsi pakan udang naik sekitar 5% dibandingkan 2006. Ketua Pakan Ikan GPMT (Asosiasi Perusahaan Pakan Indonesia) ini menambahkan, dengan program revitalisasi diharapkan konsumsi pakan udang pada 2008 naik 10%—15%. Tapi Daru berpendapat, pertumbuhan bisnis pakan tahun ini belum bisa diperkirakan karena tergantung kondisi budidaya di lapangan.
Yang jelas, menurut Denny, tidak mudah bagi investor baru masuk ke bisnis pakan udang. Para petambak sudah terikat dengan berbagai merek pakan yang beredar saat ini. Sehingga pendatang baru harus membuktikan dulu produknya lebih bagus dari yang ada. Dan, pembuktian itu perlu biaya besar.
Sampai sekarang, industri pakan yang bersaing di pasaran ada 12 perusahaan, dengan kapasitas produksi 250 ribu—300 ribu ton/tahun, di luar perusahaan integrasi. Antara lain Matahari Sakti, CJ Feed, Mabar, Gold Coin, Luxindo, dan Grobes.
Tingkat persaingan antarindustri sangat ketat. Ditambah lagi, perusahaan integrasi pun, seperti CPP dan STP, menjual sebagian produksinya ke pasar bebas. Rizal mengaku, 30% produksi pakan CPP dijual ke pasar bebas. Sementara Daru mengklaim, 35% pakan STP dijual untuk umum.
Kini pangsa pasar pakan udang dikuasai CPP 40% dan 10% oleh Matahari Sakti. Sisanya diperebutkan 10 perusahaan. Selain berlomba kualitas, setiap perusahaan berusaha memberikan bantuan teknis, sampai pemasaran udang. Bahkan ada beberapa perusahaan yang menawarkan paket, pakan plus benur.
Menurut hitungan Rizal, omzet bisnis pakan udang secara nasional, di luar perusahaan integrasi, sekitar Rp6 triliun/tahun. Beberapa pabrikan memperkirakan, penyerapan pakan udang tahun lalu berkisar 175 ribu—260 ribu ton. Dari jumlah itu, sekitar 82%—86% merupakan pakan Vanname.
Dadang WI