Senin, 18 Pebruari 2008

Usaha Sayuran Tersedak Permintaan

Permintaan sayuran, khususnya untuk pasar ekspor, belum sepenuhnya terpenuhi. Penyebabnya, pola tanam yang tidak seragam dan teratur.

Sebagai sumber makanan, sayuran bermanfaat sebagai sumber vitamin, mineral, serat, antioksidan dan energi. Untuk mencukupi kebutuhan, peningkatan produksi dan konsumsi merupakan langkah strategis yang harus diambil pemerintah. 

Sebagai gambaran, tahun lalu, produksi sayuran sudah menembus 9,94 juta ton. Jumlah ini naik dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 9,53 juta ton. Walaupun produksi terus meningkat, Indonesia juga masih mengimpor beberapa jenis sayuran yang jumlahnya lebih dari 0,5 juta ton/tahun (lihat tabel).

Meski begitu, tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia masih rendah. Berdasar catatan Ditjen Hortikultura, Deptan, konsumsi sayuran tahun lalu baru 36,63 kg/kapita/tahun. Padahal menurut standar lembaga pangan dan pertanian dunia (FAO) mestinya 65,75 kg.

Dari segi ekonomi, sayuran memegang peran penting sebagai sumber pendapatan petani, pedagang, industri, maupun penyerapan tenaga kerja. Bahkan secara nasional, sayuran mampu memberikan sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan. Tahun lalu misalnya, PDB berdasar harga konstan mencapai Rp17,275 triliun.

Permintaan Pasar Lokal

Permintaan sayuran untuk pasar dalam negeri dan ekspor terus meningkat. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan pasar swalayan di dalam negeri dan banyaknya permintaan dari importir. Bahkan banyak usaha berstatus penanaman modal asing (PMA) yang langsung belanja ke sentra produksi dan langsung mengirim ke negaranya, seperti yang terjadi di Malang, Jatim.

Jenis sayuran yang dapat dikemas untuk tujuan pasar tersebut lebih dari 100 macam, mulai sayuran daun, umbi, dan sayuran buah. Di dalam negeri, selain swalayan, pasar yang banyak menyerap sayuran adalah hotel, restoran, dan jasa katering.

Sebut saja paprika. Di pasar lokal, cabai manis ini banyak dibutuhkan oleh outlet pizza, swalayan, restoran, dan hotel. Di Jabotabek saja, terdapat 56—60 outlet pizza. Belum di Semarang, Surabaya, Medan, Denpasar, dan kota-kota lainnya. Untuk outlet di Jabotabek, setiap hari membutuhkan pasokan 20 ton.

Contoh pemasok sayuran yang hingga kini tetap eksis adalah CV Putri Segar di Lembang, Bandung. Perusahaan yang dirintis Slamet Rahardjo 16 tahun silam ini, mulai menekuni jual-beli sayuran pada 1985. Awalnya, ia membeli sayuran dari petani Lembang, lalu menjualnya ke pedagang-pedagang pasar di Lampung.

Sekarang Putri Segar melayani pasar-pasar swalayan, seperti Giant, Gelael, Hero, Carrefour, Hypermart, serta pasar swalayan lain di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Selain itu, Putri Segar juga memasok katering besar seperti Pangan Sari dan Boscow, ditambah beberapa hotel serta restoran di Bandung. “Kita sudah pernah masuk semua jaringan pasar swalayan, termasuk retail-retail di berbagai daerah,” ungkap Agus Setiawan, Direktur CV Putri Segar.

Untuk itu Putri Segar memasok sekitar 150—160 item sayuran beragam kelas. Antara lain, sayuran daun (seledri, kangkung, selada, kubis), umbi (kentang, lobak, wortel), sayuran buah (cabai, tomat, paprika, kiuri, kacang panjang, buncis, terung), sayuran bunga (brokoli, kembang kol), dan bumbu-bumbuan, seperti jahe dan kencur. Hingga bulan lalu, Putri Segar mampu memasok 6—8 ton beragam sayuran per hari. “Dari jumlah itu, 80% diserap Carrefour,” tandas Agus. Ia menambahkan, beragam komoditas yang diusahakan menjadi keunggulan perusahaannya sehingga mampu bertahan cukup lama di tengah persaingan yang semakin ketat.

Agus mengaku, marjin kotor yang diambil pembelian dari petani atau pedagang, sekitar 25%—30% per jenis sayuran. Sedangkan perusahaan memperoleh keuntungan bersih sekitar 10%. Sebagai ilustrasi, harga beberapa jenis sayuran di tingkat petani di Bandung pada minggu kedua Februari, yaitu: tomat Rp1.300, kentang Rp3.000, kubis bulat Rp3.000, kubis gepeng Rp2.000, cabai merah Rp10.000—Rp12.000, brokoli Rp5.000, dan bunga kol Rp1.500—Rp1.700 per kg

Sulit Memenuhi

Untuk pasar ekspor, lebih dari 20 negara yang butuh dipasok, antara lain Singapura, Malaysia, Taiwan, Jepang, dan Amerika. Importir yang butuh banyak paprika misalnya, datang dari Singapura. Sayang, para petani dan eksportir, khususnya di Jabar, belum mampu memenuhi dari total permintaan mereka.

Contohnya, permintaan yang datang ke CV ABC, eksportir sayuran di Lembang. Menurut Asep Dindin Diana, Direktur CV ABC, permintaan paprika dan kubis baru bisa dipenuhi 20%—25%.

November tahun lalu, CV ABC mengirim paprika ke Singapura 6—7 ton. Saat ini, paprika sulit didapat lantaran harga di pasar lokal lebih menggiurkan. Eksportir memasang banderol Rp7.000/kg untuk paprika hijau, Rp8.000/kg (merah), dan Rp9.000/kg (kuning). Sementara di pasar lokal bisa mencapai Rp22.000—Rp23.000 (paprika merah), kuning Rp24.000—Rp25.000, dan paprika hijau Rp8.000—Rp10.000 per kg.

Kurangnya pasokan juga terjadi pada beberapa komoditas sayuran, seperti buncis dan kubis. Permintaan kubis dari Singapura yang datang kepada Asosiasi Pedagang Komoditas Agro (Apka) Jabar, misalnya, mencapai 100 ton/minggu. Tapi sampai saat ini baru terpenuhi 20 ton. Permintaan ekspor tersebut belum bisa terpenuhi lantaran pola tanam yang tidak seragam dan teratur.

Menurut Djoko Said Damardjati, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Deptan, permintaan sayuran dari Singapura sangat besar dan terus tumbuh tiap tahun. "Tapi, permintaan mereka sampai saat ini sulit dipenuhi," ujarnya. Menurut Djoko, ekspor sayuran Indonesia ke Singapura hanya sekitar 10% dari kebutuhan negara tersebut. Angka itu jauh di bawah impor dari Thailand dan Malaysia yang menguasai sekitar 30% dan 50% pasar sayuran Singapura.

Kesulitan Indonesia memenuhi permintaan Singapura, salah satunya disebabkan otoritas Singapura menerapkan standar mutu yang ketat dari segi keamanan makanan maupun varietas. Di sisi lain, pemerintah dan petani masih fokus pada peningkatan produktivitas tanaman. Eksportir pun belum mampu menjaga kontinuitas, kualitas pasokan, maupun ketepatan waktu pengiriman sehingga mengakibatkan kehilangan pasar. Padahal, permintaan akan sayuran, menurut Agus, setiap tahun tumbuh sekitar 10%.

Dadang, Yan, Selamet

Produksi, Ekspor, Impor, dan PDB Sayuran 2005—2007

Uraian      2005                 2006                2007         
Produksi (ton)      9.101.988         9.527.463         9.941.339           
Ekspor  (ton) 152.658,158 236.225,397  261.649,963  
Impor (ton)   508.324,447  550.437,570      594.995,747
PDB (Miliar, Rp)*            16.395               16.395               17.275 
 Keterangan: * Berdasar harga konstan

Sumber: Ditjen Hortikultrura, 2008

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain