Ibarat ikan Louhan, kejayaan Anthurium tak akan lama. Tahun depan, nasibnya bakal terpuruk.
Demikian pendapat dari beberapa narasumber yang sempat diwawancarai AGRINA. Tak berlebihan, harga Anthurium, khususnya gelombang cinta (wave of love), kini melorot tajam. “Saya punya gelombang cinta indukan yang saya beli Rp84 juta. Tapi sekarang dijual Rp25 juta saja susah laku,” aku H. Irwansyah Tanjung, pemilik Nurseri Roemah Daun di Jakarta.
Hal senada diutarakan Sugeng Hariyono, Ketua Gabungan Kelompok Tani Tanaman Hias Sekar Indah di Batu,
“Memang, nasib gelombang cinta tahun depan tidak akan sebaik tahun ini. Sebab, kenaikan harga yang terjadi saat ini tidak wajar,” imbuh Drs. Sugianto, salah seorang pemain Anthurium di Kudus, Jateng. Ia memberi ilustrasi, harga bibit Anthurium gelombang cinta berdaun 4—5 lembar (D4—D5) yang semula Rp2.000—Rp2.500/tanaman, beberapa bulan lalu melonjak menjadi Rp50.000/tanaman. Kini harga bibit D4—D5 tak lebih dari Rp10.000/tanaman. Kondisi ini pun terjadi di Jatim, seperti diakui Sugeng.
Bukan hanya bibitnya saja yang ngedrop, indukannya pun bernasib sama. Menurut Sugianto, harga indukan Anthurium gelombang cinta yang semula laku Rp100 juta, kini tinggal seperempatnya saja.
Selain disebabkan kenaikan harga yang tidak wajar, ada faktor lain yang mempengaruhi jatuhnya harga si gelombang cinta. Berbeda dengan jenis jenmanii, gelombang cinta mudah diperbanyak. Dari pengalaman Sugianto, gelombang cinta itu rajin berbunga (keluar tongkol). Dan dari satu tongkol bisa menghasilkan 500—3.000 bibit. “Wajar bila para kolektor maupun pengusaha yang dulu memburu indukan, kini sedang panen raya. Hal ini pula yang membuat panik para pemula, sehingga mereka membanting harga bibit D4—D5 hingga Rp5.000/tanaman,” ucap Sugianto.
Berbeda dengan pelaku usaha, pengamat agribisnis F. Rahardi, justru berpendapat lain, tapi perlu diwaspadai. Menurut Ketua Forum Kerjasama Agribisnis (FKA) ini, kejayaan Anthurium pada 2008 akan selesai. Artinya, lanjut kolumnis tetap di beberapa media ini, harga semua jenis Anthurium akan normal lagi. Pasalnya, “Bisnis Anthurium lebih banyak didominasi para spekulan, bukan bisnis murni,” jelas aktivis lingkungan tersebut (baca juga: Penggorengan Harga Anthurium).
Bila demikian, bagaimana dengan nasib para kolekdol (dikoleksi/dikumpulkan untuk dijual kembali)? Sementara jumlah para pemain, termasuk pemula, yang menginvestasikan uangnya di Anthurium, tidak sedikit. “Mereka yang memburu dan mengumpulkan Anthurium, kemudian berharap bisa dijual kembali dengan harga lebih tinggi, itu omong kosong. Sebab, pasarnya semu,” tandas Rahardi.
Setelah Anthurium, Apa Lagi?
Kendati demikian, para pemain Anthurium tetap optimis, 2008 masih menyimpan harapan untuk mengeruk keuntungan. “Di luar gelombang cinta, masih ada jenis Anthurium yang bakal bertahan lama. Seperti dari jenis jenmanii: neo jenmanii, cobra, golok, dan garuda,” ucap Irwansyah. Di luar negeri pun, seperti Ekuador, lanjut dia, para pembiak sudah mampu merekayasa benih Anthurium, sehingga menghasilkan varian lebih banyak. Ini menjadi kesempatan untuk diusahakan.
Pendapat serupa diutarakan Sugianto. “Jenmanii masih tetap bertahan lantaran sampai sekarang harganya standar-standar saja, tidak segila gelombang cinta,” kilahnya. Selain itu, lanjut dia, jenmanii tidak mudah diperbanyak, sehingga stoknya pun masih terbatas. Dan, sampai sekarang minat masyarakat terhadap varian jenmanii, seperti cobra dan anakonda misalnya, masih tinggi. Sugianto memberi contoh, indukan Anthurium jenmanii cobra, saat ini masih laku dilego Rp150 juta.
Meskipun demam Anturium masih berlangsung, kini orang sudah bertanya-tanya, tanaman apa lagi yang bakal ngetren? Diam-diam, sebagian orang sekarang mulai memborong Adenium (kamboja Jepang), Sanseviera (lidah mertua), sampai talas berdaun sangat lebar (sente) yang banyak tumbuh di pekarangan rumah di Jawa atau di pematang kolam.
Mereka memperkirakan sente akan digemari. Walaupun sesungguhnya pasar tanaman ini masih gelap. Para pemain hanya bisa menduga, tanaman yang bakal jadi tren tentulah yang mempunyai daya tarik tersendiri, sehingga potensial untuk digandrungi banyak orang. Kita tunggu saja tahun depan.
Dadang WI, Tri Agus (Malang)