Jakarta - PT Dupont Indonesia investasi US$3 juta di Indonesia untuk membangun pabrik yang mampu memproduksi benih padi hibrida sebanyak 8.000 ton per tahun mulai 2008.
Country Managing Director PT Dupont Indonesia George Hadi Santosa optimistis pengembangan bisnis benih padi di areal 2,5 juta hektare (ha) di Malang sudah dapat beroperasi pada tahun depan.
"Kami baru memulai usaha benih padi hibrida ini. Bahkan, mungkin, karena varietas padi ini juga baru dikembangkan di Indonesia," ujarnya, kemarin.
Hal itu juga dikemukakan Direktur Bisnis PT Dupont Indonesia Mardahana. Menurut dia, pembangunan fasilitas produksi benih padi itu berdekatan dengan fasilitas produksi jagung yang dimiliki perseroan.
Benih yang akan diproduksi di lokasi itu a.l. tiga varietas padi hibrida yaitu PP-1, PP-2, dan varietas Maro. Varietas benih padi PP-1, kata Mardahana, akan dipasarkan di sekitar Jawa. Sementara itu, benih padi PP-2 dikhususkan untuk pangsa pasar di Sumatra.
"Ini menambah kapasitas produksi kami selama ini yang menghasilkan sekitar 100-200 ton per tahun PP-1," lanjutnya.
Meski siap menambah kapasitas produksi, Mardahana mengaku, hingga kini Dupont belum menetapkan target pemasaran produksi benihnya. Menurut dia, permintaan padi hibrida di dalam negeri masih minim. Karena itu, tambahnya, produksi pabrik baru belum akan optimal karena pangsa pasar Dupont masih kecil.
Peningkatan kapasitas produksi itu, kata Mardahana, dilakukan untuk mempersiapkan produksi jika permintaan pasar padi hibrida meningkat. Apalagi, tambahnya, penggunaan benih varietas PP-1 menunjukkan tren peningkatan.
Bisnis mencatat investasi itu merupakan pengembangan bisnis tahap awal perseroan yang diperkirakan menelan total investasi US$10 juta dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Selain serius menggarap padi hibrida, Dupont juga diketahui bakal menambah investasi untuk pengembangan bisnis jagung dengan menyiapkan dana sekitar US$0,5 juta. Penanaman modal itu diperlukan untuk menambah mesin pengering jagung.
Asean Business Manager Dupont Andy Gumala menegaskan investasi iut diperlukan untuk memperbaiki infrastruktur pascapanen setelah harga jagung menggila di pasar internasional.
"Harga minyak mentah yang semakin tinggi menyebabkan harga jagung untuk kebutuhan bioetanol makin tinggi. Harga jagung di dalam negeri ini dipengaruhi harga komoditas itu di AS," katanya.
Menanggapi hal itu, dia mengkhawatirkan dalam tiga atau empat tahun mendatang Indonesia akan mengalami kesulitan untuk mengimpor jagung dari pasar internasional. Apalagi negara importir lain seperti Malaysia, Singapura, dan Jepang yang umumnya memiliki dana lebih besar dibandingkan Indonesia untuk mengimpor jagung.
Saat ini, menurut dia, produksi jagung dunia diperkirakan mencapai 725 juta ton. Namun, volume konsumsi juga nyaris menyamai angka itu, sehingga pasokan jagung di pasaran terbatas.
Di sisi lain, AS yang menjadi produsen utama jagung dunia dengan produksi 263 juta ton pada tahun ini akan mengamankan komoditas itu untuk pasar domestiknya sebesar 82 juta ton. "Itu sama dengan konsumsi kita selama delapan tahun."
Andy menegaskan harga jagung bakal semakin tinggi. Apalagi, tren harga minyak dunia yang terus naik bakal meningkatkan konsumsi jagung untuk etanol.
Sumber : www.bisnis.com